Rabu, Juli 2, 2025

HUT Bhayangkara ke-79 Usung Tema Polri untuk Masyarakat

Bengkulu InteraktifPT. Interaktif Media Siber. All Rights Reserved.Bengkulu Interaktif 2016 - Bengkulu Interaktif.Contact InformationHead Office:Jalan Batanghari No. 15, Komp. PU Pracetak, Tanah Patah,...
BerandaDAERAHBENGKULUBangsa China di Bengkulu Tahun 225-216 sM

Bangsa China di Bengkulu Tahun 225-216 sM

 

PHOTO CIK

Di wilayah Lais, Ketaun dan Bintunan (baca: Peta zaman Belanda) disebutkan, di daerah ini bermukim delapan Kepala Keluarga etnis China (Cung Kuo Jen), 40 warga etnis China (Chi Au Sen) dan sejumlah keturunan dari keturunan etnis China (Chi Au Sen Se Pat Tay).

Mereka memiliki aktifitas berdagang emas dan hasil bumi. Rata-rata memiliki keterampilan pandai emas (Tukang emas yang membuat perhiasan), selain pedagang hasil bumi. Sedangkan penduduk lainnya adalah petani kebun yang makmur.

Jika perjalanan kehidupan penduduk ini kita kilas balik sejarah Negeri Bengkulu, maka bangsa China telah datang kenegeri ini, sejak tahun 225-216 sebelum Masehi (sM) atau 147–138 Caka) yang berasal dari negeri Hyunan (China daratan).

Mereka inilah yang pertama kali mendirikan negeri bernama Lu-Shiangshe yang berarti sungai kejayaan atau sungai yang memberi kehidupan, harapan atau sungai emas. Para penduduknya mereka menyebut diri dengan sebutan Rha-hyang atau Ra-Hyang atau Re-Hyang atau Re-jang.

Kata Lu-Shiangshe ini selanjutnya berubah menjadi Lusang (Sungai Lusang?). Sebagaimana juga kata Fort Marlborough berubah menjadi Malabero, dan di Jokjakarta, kata ini berubah menjadi Malioboro. Evolusi bahasa seperti ini di Bengkulu sangat banyak, termasuk kata Cat Twon menjadi Ketahun, dan Bin to Nine menjadi Bintunan, dan kata Bin to Hand menjadi Bintuhan.

Chien Ma
Sebelum pendatang ini tiba (225-216 sM atau 147-138 Caka) di Bengkulu (Wilayah Bengkulu Utara), memang telah ada penduduk Re-jang yang menghuni di sekitar daerah Lais, Bintunan dan Ketahun. Para pendatang baru ini , nampaknya merupakan generasi penerus dari penambang yang tiba lebih awal pada abad ke- III sebelum Masehi (sM).

Suatu hal yang menarik adalah ditemukannya mata uang China yang bertuliskan Chien Ma berangka tahun 421 Masehi di Bengkulu Utara (Pulau Enggano). Mata uang yang sama juga ditemukan di Criviyaya atau Criwiyaya (Baca: Palembang) dan di Tarumanagara (Baca : Jakarta).

Dari kata CHIEN MA inilah muncul kata Cha-Chien (Caci = uang dalam bahasa Rejang), Mo-Chien (Monce = uang dalam bahasa Bengkulu kota), Tha-Chien (Tanci = uang dalam bahasa Manna). Seorang bhiksu China bernama Fa-Hien atau Pa-Shien tiba di Nusantara pada tahun 414 Masehi dalam rangka kunjungannya ke Negeri Seribu Pagoda India, dan dia singgah di- Criviyaya (Sriwiyaya) Palembang dan Tarumanagara (Jakarta).

Kedatangan etnis India tahun 264-232 sM, dan etnis China tahun 225-216 sM ke Nusantara (Pha-mnalayu) khususnya ke Bengkulu dan Banten (termasuk Jakarta), telah membuat goresan sejarah tersendiri pada masyarakat Bengkulu. Etnis China ini datang ke Nusantara (Pha-mnalayu) secara bergelombang, bersama dengan datangnya etnis India, mereka datang dan menyebar dari Lu-Shiangshe (Baca: Bengkulu), ke-negeri Phalimbam (Baca : Banten), negeri Da-ayak (Kalimantan, dan negeri Pone (baca : Sulawesi).

Mengutip catatan pinggir Hakim Benardie Sabri

Baca: Kilas Barongsai di Suasana Imlek