
kupasbengkulu.com- Masih belum tersentuhnya pembangunan infrastruktur di wilayah transmigrasi yang ada di Provinsi Bengkulu, Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah, S.Ag, M.Pd, disarankan untuk membentuk asosiasi sawit dan perkebunan guna mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk pembangunan tersebut. Hal ini dikatakan mantan Sekretaris Paguyuban Masyarakat Jawa Bengkulu (PMJB), Joko Handoyo, saat bertemu langsung dengan gubernur bersama tokoh Jawa lainnya yang ada di Provinsi Bengkulu, Sabtu (12/04/2014) malam, di Gedung Daerah.
Menurut Joko, sumber daya alam di Provinsi Bengkulu sangat luar biasa, seperti sawit dan karet ini sangat penting jika dibuatkan asosiasi. Jadi asosiasi karet, sawit dan sebagainya, sebetulnya tidak serta merta, dan sangat mungkin diperkuat oleh Perda yang dibahas bersama dewan. Kalau di otonomi daerah tidak mungkin, karena mungkin ada perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada di Provinsi Bengkulu ini menerapkan satu pintu.
“Kalau mengikat melalui Perda tentu akan mengarah ke PAD, dengan sistem daerah ke kabupaten tidak mungkin karena di kabupaten akan terkotak dengan otonom,” kata tokoh Jawa asal Kabupaten Seluma ini.
Menurut Joko, dirinya sangat prihatin dengan kondisi yang ada saat ini, Karena bagaimanapun simbol masyarakat Jawa yang ada di transmigrasi tidak tersentuh secara merata seperti infrastruktur. Tapi di wilayah transmigrasi ini perkembangan ekonomi sangat pesat sekali, Jika dihitung dalam hari dan bulan sangat merugikan sekali, karena tingginya biaya transportasi yang disebabkan kerusakan infrastruktur ini.
“Apa salahnya Perda terbentuk, kalau di Jawa misalnya ada perda-perda yang menguatkan PAD seperti adanya Perda tembakau,” ujarnya mencontohkan.
Menanggapi saran dari tokoh Jawa yang ada di Provinsi Bengkulu ini soal pembangunan infrastruktur di daerah transmigrasi, kata Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah, S.Ag, M.Pd, sudah disampaikan ke Menteri Transmigrasi Republik Indonesia, Muhaimin Iskandar.
Dulu, kata Gubernur, Kementerian Transmigrasi ada program pembangunan jalan di daerah transmigrasi ini, tapi saat ini program tersebut sudah tidak ada lagi.
“Masalah pembangunan infrastruktur ini tidak hanya tugas Dinas PU atau BPMPD melalui program PNPM, tapi sejak tahun kemarin dinas perkebunan juga ada program pembangunan jalan sentra produksi dan membantu membuka akses ini. Kalau hanya mengandalkan APBD kita akan kewalahan,” tambah Gubernur.
Di satu sisi, menurut dia, peran investor perkebunan misalnya pabrik Cruide Palm Oil (CPO), batu bara, kalau ada berinvestasi di sekitar wilayah transmigrasi hendaknya ada kepedulian terhadap warga transmigrasi.
Sementara itu, soal pembentukan asosiasi sawit, tegas Gubernur, sudah ada. Pihaknya sudah dua kali menyurati pihak kementerian, tetapi dua kali juga surat ini ditolak, karena dianggap bertentangan dengan peraturan yang diatasnya.
“Tinggal bagaimana komunikasi dengan dewan dan gubernur se-Sumatera, karena Sumatera sebagai penghasil CPO terbesar, tapi tidak mendapatkan apa-apa. Solusinya mungkin perlu rembug bersama gubernur se-Sumatera, bagaimana mekanismenya supaya ada sumbangan PAD dari sektor perkebunan ini, tapi tidak bertentangan dengan aturan yang diatasnya,” tutup Junaidi.(coy)