
Bengkulu, kupasbengkulu.com – Koordinator Komunitas Relawan Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Bengkulu, Nurcholis Sastro, menyebutkan, terdapat 126 desa yang tersebar di sepanjang pesisir belum siap hadapi bencana sunami dan gempa bumi.
Di Bengkulu terdapat tujuh kabupaten yang memiliki potensi sunami, ada lebih dari 126 desa tersebar di wilayah pesisir itu. Dari 126 desa tersebut baru 50 desa yang dapat dilakukan penguatan masyarakat tanggap bencana yang dilakukan kelompok organisasi sipil.
“Baru 50 desa yang pernah didampingi NGO dan organisasi lainnya sementara 80 desa lainnya belum tersentuh sama sekali, seharusnya pemerintah dapat menjadikan NGO dan Ormas sipil sebagai aset,” bebernya.
Kesiapan pemerintah daerah masih dinilai minim ini terbukti kata Nurcholis terlihat dari kebijakan yang tak mengarah menjadikan masyarakat sadar dan tanggap bencana.
“Dari 10 kabupaten/kota di Bengkulu tak satu pun memiliki Perda penanggulangan bencana begitupula turunan lainnya, seperti Rencana Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD), rencana aksi dan rencana kontijensi (Renkon),” kata dia.
Rencana Kontijensi berisikan dokumen persiapan untuk menghadapi situasi bencana tertentu termasuk gempa dan sunami.
“Itu berisi Standar Operasional Prosedur (SOP), siapa melakukan apa, harusnya diatur dalam Rekon tapi satu pun Pemda belum miliki itu di Bengkulu, bagaimana dikatakan siap,” ungkapnya.
Di Bengkulu misalnya, Koordinator Komunitas Relawan Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Bengkulu, Nurcholis Sastro, menyebutkan kesiapan pemerintah, masyarakat dan organisasi sipil masih cukup lemah. Padahal sejarah menunjukkan sekitar tahun 1600 pernah terjadi sunami besar yang menghilangkan beberapa desa di daerah itu.
Selanjutnya, pada tahun 1912 Bengkulu juga pernah diguncang gempa sebesar 8,9 SR dan terjangan sunami hingga 30 kilometer ke daratan. Meski siklus 100 tahunan sunami pada 2012 tak terjadi antisipasi harus tetap tingkat tinggi dan Bengkulu masih kerap teledor.
Kebijakan pemerintah akan mempermudah dalam rencana aksi termasuk hal pendanaan. Saat ini menurutnya pemerintah lebih fokus pada pekerjaan infrastruktur dan fasilitas tanggap darurat. Sementara, pekerjaan seperti Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat dikatakan minim.
26 Desember 2014 genap 10 tahun musibah sunami Aceh berlalu, ribuan korban jiwa berjatuhan tak mudah mengeringkan air mata duka. Kini Aceh mulai bangkit dari kesedihan dan
keterpurukan bencana. Sudah menjadi kewajiban bagi Bangsa untuk menjadikan 26 Desember sebagai momen refleksi diri guna membangun Negara yang sadar dan tanggap terhadap bencana.
Namun fakta lapangan menunjukkan sunami Aceh tak jua menjadikan cerminan pembelajaran bangsa untuk sadar dan tanggap terhadap bencana. Langkah penanggulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), tanggap darurat, pascabencana, kesiapan pemerintah, masyarakat ternyata belum cukup jika bencana serupa datang secara mengejutkan.
Ketika ditanya apakah Bengkulu siap menghadapi bencana? Nurcholis katakan belum, karena masih banyak sekali desa dan perkampungan di pesisir pantai yang belum sama sekali tersentuh pendidikan antisipasi dini bencana gempa dan sunami.
“Semoga pemerintah cepat melakukan langha-langkah tersebut agar ketika terjadi bencana korban dapat ditekan seminimal mungkin,” pungkasnya.(kps)