kupasbengkulu.com, Seluma – Tersangka kasus pencurian kelapa sawit milik perusahaan perkebunan PT Sandabi Indah Lestari (SIL) Cabang Seluma Sahrul Iswadi alias Ndui mengaku pasrah atas putusan mejelis hakim dalam persidangan jika dirinya dituduh mencuri sawit milik perusahaan sawit tersebut.
“Saya pasrah, menunggu proses persidangan, jika saya ditahan berarti sudah jalan hidup saya. Namanya takdir tidak bisa dihindari itu sudah janji,” katanya ditemui usai menghadiri persidangan saksi di Pengadilan Negeri Tais belum lama ini.
Dia mengakui bahwa upaya hukum telah dilakukannya namun harapan untuk mencari kebenaran masih diharapkan.
“Upaya hukum telah saya lakukan namun peraperadilan ditolak mejelis hakim, sekarang pasrah saja apapun kepastian hukumnya,” tutur Ndui.
Saat ini kedua tersangka Sahrul Iswadi dan Sukimin masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Tais, sementara anak tersangka Sukimin dikenakan wajib lapor karena berstatus anak dibawah umur.
Kasus ini berawal dari sengketa kepemilikan lahan antara masyarakat dengan PT SIL, tidak tuntasnya persoalan tersebut memicu konflik berkepanjangan sehingga masyarakat menjadi korban karena dituding mencuri sawit milik perusahaan.
“Dalam hal ini sebenarnya Polres keliru dalam pidanakan warga, karena Kasus ini adalah perdata yang mana harus diselesaikan dulu konfliknya sebelum pidananya,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Beny Ardiansyah.
Sementara itu Kapolres Seluma AKBP Joko Sadono mengatakan bahwa pihaknya hanya menindaklanjuti laporan sesuai amanat undang-undang.
“Penegak hukum tidak berhadapan dengan masyarakat, kami penegak hukum hanya melaksanakan amanat undang-undang, setiap warga negara berhak melaporkan suatu tindak pidana dan kami wajib menindaklanjuti laporan tersebut sampai tuntas,” tegas Kapolres melalui pesan singkatnya.
Sebelumnya, Sahrul Iswadi telah melaporkan oknum karyawan perusahaan karena dituding mencuri sawit milik Sahrul, namun laporan tersebut diberhentikan oleh penyidik dengan alasan tidak cukup bukti.
“Ya kalo ada penyimpangan terhadap proses penyidikan sehingga sampai laporannya di SP3 kan bisa dilaporkan ke Propam Polres maupun Polda atau saluran hukum lainnya, pasti penyidiknya dapat sanksi. Untuk kasus saudara Sukimin dan Syahrul ini berkasnya sudah P21, jadi tolong hargai proses hukumnya, kami tidak akan berat sebelah. Apabila kasus itu tidak terbukti ya harus kita hentikan dan apabila kasus itu terbukti mau tidak mau kita harus lanjutkan perkara nya,” tegasnya lagi.
Sengketa kepemilikan lahan ini sejak dimenangkannya pelelangan lahan oleh PT SIL yang sebelumnya dikuasai oleh PT Way sebayur tahun 2010 lalu. Sebelumnya masyarakat ditiga desa yaitu Desa Lunjuk, Sengkuang Jaya dan Tumbuan menolak keberadaan PT SIL namun upaya yang dilakukan masyarakat sia-sia sehingga berujung pada konflik berkepanjangan.
“Perusahaan membeli tanah dengan negara melalui balai pelelangan, jadi sudah jelas mana saja lokasi perusahaan,” ungkap Manager PT SIL Cabang Seluma Ribut Prahoro.
Hingga saat ini sekelompok masyarakat di daerah itu yang mengatas namakan Forum Petani Bersatu (FPB) masih berjuang melawan perusahaan, meskipun konflik tak kunjung usai.
“Sejengkalpun tanah kami tidak akan kami berikan, kami akan terus mempertahankan hak kami,” tegas Ketua FPB Osian Pahpahan.
Langkah pemerintah daerah setempat masih belum membuahkan hasil Pansus Perkebunan DPRD Seluma yang diharapkan mampu menyelesaikan konflik namun hingga saat ini belum ada titik penyelesaian.
“Seluruh perusahaan bermasalah, tapi ada yang banyak dan ada yang tidak, tugas pansus melalui pimpinan hanya sebatas merekomendasikan ke eksekutif,”Sampai Ketua Pansus perkebunan DPRD Seluma Teno Heika.
Wakil ketua II DPRD Seluma Okti Fitriani menegaskan bahwa pihaknya akan meminta agar seluruh perusahaan yang ada di Kabupaten Seluma dilakukan ukur ulang luas lahan dan HGU.
“Tapi sampai saat ini belum ada pengukuran ulang, janji saja tidak pernah ditepati,” keluh salah seorang petani Desa Lunjuk Meki Susanto.
Konflik agraria terus terjadi di Kabupaten Seluma antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun tambang hal tersebut terjadi diduga karena maraknya jual beli “perizinan” menjelang pemilu kada setiap lima tahun sekali.(cee)