Selasa, April 16, 2024

Dituduh Pembunuh, Pemuda Curup Nyaris Dikarungi

Angga
Angga, pemuda asal Curup, Provinsi Bengkulu melewati malam yang melelahkan dan mencekam dari hari Jumat (20/08/2016) hingga Sabtu (21/08/2016) dini hari. Saat ia merasa nyawanya sudah berangkat setengah dari tubuhnya, ia selamat berkat kedatangan polisi.
Oleh : Adhyra Irianto
kupasbengkulu.com – Ruang Rafflesia IB, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Curup mendadak ramai dikunjungi. Tidak hanya keluarga pasien, tetapi juga polisi hingga jurnalis. Seorang pemuda berusia 21 tahun, Angga Putra Satria Amin warga Kelurahan Dwitunggal, Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong sedang terkapar di atas dipan RSUD. Ia yang menjadi objek kunjungan sejumlah penjenguk, polisi dan wartawan pada hari Minggu (21/08/2016).
Wajahnya penuh luka dan lebam. Matanya luka dalam. Seluruh tubuh babak belur. Tapi, ia masih sedikit beruntung. Sebab, ia berhasil lolos dari kematian yang mengancam beberapa waktu sebelumnya. “Waktu itu, Jumat (20/08/2016) sore, saya baru hendak pulang ke rumah dari kawasan Bundaran Curup,” Angga mengawali kisahnya.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba ia dihentikan oleh U (40) warga BTN Airbang, Kecamatan Curup Tengah. Angga mengenali U dengan baik, karena dulu tinggal bertetangga. U meminta tolong agar Angga mau mengantarkannya mencari mobil travel untuk perjalanan pulang ke Bengkulu, malam itu. Tanpa curiga, Angga mempersilahkan U naik ke atas motornya. U berkata pada Angga, bahwa travel yang ditumpanginya, sekarang sedang menunggunya di kawasan Desa Teladan, Kecamatan Curup Selatan.
Sampai di Desa Teladan, ternyata sudah ada mobil jenis APV nopol BD 1889 LU yang menanti mereka di sana. Angga awalnya lega, karena sudah berhasil mengantarkan mantan tetangganya itu ke mobil tersebut. Ternyata, di dalam mobil hanya ada satu orang, yakni Ef (39) juga warga BTN Airbang dan dulu adalah tetangga Angga. “Om Ef bertanya apa kabar saya, lalu meminta saya masuk ke dalam mobil karena ada yang mau dibicarakan. Saya tidak curiga, saya masuk,” lanjut Angga. Suaranya pelan dan lirih, karena sekujur tubuhnya menahan perih.
Ef memulai pembicaraan dengan Angga tentang pembunuhan terhadap anak Ef, bernama Leo Wahyudi, setahun yang lalu di Padang, Sumatera Barat. Ef menuding bahwa Angga pelakunya. “Belakangan baru saya ketahui bahwa ia menuduh saya dikarenakan percaya dengan seorang dukun. Kebetulan, dukun yang didatangi dia mengindikasikan bahwa saya pelakunya,” lanjut Angga.
“Tapi, pada om Ef, saya bersumpah atas nama Allah, bahwa saya tidak tahu tentang pembunuhan itu. Saya juga bersumpah bukan saya pelakunya,” tambah Angga.
Ef sudah kadung marah. Dari tadi mobil mereka hanya berputar-putar di wilayah Curup. Tapi, kemudian mobil tersebut mengarah ke arah luar Curup, menuju Kepahiang. Saat itu, Ef yang sudah terlalu marah, mengikat tangan, kaki, tubuh, dan leher Angga. Bahkan, ia menutup mata Angga dengan lakban. Selama perjalanan, ia terus mendesak Angga supaya mengakui perbuatan tersebut. Meski sudah terikat dan mata tertutup lakban, Angga tetap tidak mau mengakuinya. “Karena memang bukan saya pelakunya, saya berani sumpah,” tegas Angga. Air mata mulai mengalir dari matanya yang luka.
Dari balik Lakban yang menutup matanya, terbuka sedikit celah untuknya mengintip. Dari situ, ia melihat jalan yang mereka lalui ternyata sudah keluar dari Provinsi Bengkulu. Jalan yang dilalui kendaraan tersebut, kata Angga, begitu asing baginya. Tapi, Ef mengatakan akan membawanya ke Padang, Sumatera Barat. “Tapi sepertinya mobil itu bukan ke arah Padang,” katanya.
Ef berjanji akan membunuh Angga. Hanya saja, karena masih di tengah pedesaan, niat tersebut diurungkan. Angga mendengar saja ancaman Ef di telinganya, bahwa dirinya akan digorok dengan parang, dimasukkan ke dalam karung, lalu dibuang ke sungai. Ancaman itu sepertinya tidak main-main, karena Ef menempelkan parang tersebut ke lehernya. Saat itu, Angga sudah pasrah. Ia berharap pedesaan ini tidak akan berakhir. Karena, apabila sudah memasuki daerah pesawangan yang tidak berpenghuni, maka saat itu juga kemungkinan nyawanya akan berakhir. “Om Ef sebenarnya sudah tidak sabar, ia ingin membunuh saya saat itu juga, tapi terdengar suara Om U yang menahannya, karena masih berada di tengah pedesaan,” kata Angga.
Sempat Menjatuhkan Diri di Hajatan
Di tengah perjalanan, ia mendengar suara musik keras dari organ tunggal. Tangannya terikat ke depan, sedang matanya melihat bahwa pintu tidak terkunci. Pada kesempatan itu, Ef sedang lengah, karena sedang mengenakan sarung tangan untuk persiapan menggorok leher Angga. Saat itu, Angga memilih nekat membuka pintu dan melompatkan diri keluar mobil. Sayang, mulutnya tertutup lakban untuk sekedar mengatakan tolong.
Warga di lokasi itu tentu terkejut bukan kepalang, lalu mendekati Angga. Angga sempat bernafas lega, namun Ef dan U sudah keburu mendatanginya. “Jangan ada yang mendekat, kami adalah polisi, dia adalah buronan yang berbahaya. Menjauh saja kalau kalian tidak ingin terlibat,” kata Angga, menirukan kata-kata salah satu dari pelaku yang menculiknya.
Parang dari salah satu pelaku terjatuh. Namun, pelaku masih sibuk menjelaskan pada warga. Angga menganggap mendapatkan kesempatan kedua untuk lolos dari maut. Ia mengambil parang tersebut, dan mencoba melawan dengan mata tertutup dan tangan terikat. Salah satu sabetannya berhasil menggores tubuh Ef, namun karena terikat dan tertutup matanya, dengan cepat U dan Ef melumpuhkannya, lalu menyeretnya kembali ke dalam mobil
Aksi melompat dan mengambil parang hingga melukai pelakunya, berbuah fatal bagi Angga. Di dalam mobil, Ef memukulinya hingga babak belur. Bahkan, hingga Ef capek kehabisan tenaga. Saat itulah, Angga mendapatkan puluhan luka dan lebam di wajah, tangan dan tubuhnya. “Sebelum itu, mereka tidak memukuli saya, hanya mengikat dan mengancam saja. Tapi, karena merasa nyawa saya terancam hingga saya melakukan tindakan nekat itu,” lanjut Angga.
Ef benar-benar marah pada Angga. Lagi-lagi ia diselamatkan karena masih berada di pedesaan. Tapi, Ef dan U sudah bersiap, saat keluar dari area pedesaan, memasuki tempat yang sepi, maka mereka akan segera menghabisi nyawa Angga. Kalimat tersebut diulang-ulang, hingga Angga benar-benar pasrah dan hanya mampu menangis. “Saya bahkan sudah pasrah, seandainya nyawa saya berakhir hari ini,” kata Angga.
Satu yang tidak diketahui ketiga orang itu, salah seorang warga di hajatan tadi curiga dengan tindakan tersebut. Hasilnya, warga tersebut menelepon Polsek Jarai, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan. Petugas merespon telepon tersebut dengan segera mengejar mobil yang ditumpangi Ef juga Angga. Ef dan U, kata Angga, mengetahui bahwa ada mobil yang mengikutinya sedari tadi. Hal itu membuat Ef dan U menjadi panik. “Tapi, saat itu saya belum tenang. Karena merasa sepertinya akan mendapat masalah lain lagi,” kata Angga.
Ternyata, dewi keberuntungan masih menyelimuti nasib Angga. Ia berhasil lolos dari kematian, karena mobil yang mengikuti mereka adalah mobil kepolisian. Lalu, ia tidak begitu tahu apa yang terjadi, namun terdengar letusan senjata api dan teriakan memerintahkan mobil tersebut berhenti. Ef dan U, mengaku baru saja terlibat perkelahian, hingga berdarah, tapi jajaran Polsek Jarai tidak begitu saja percaya, kemudian menggiring mereka ke Mapolsek Jarai. “Mendengar bunyi letusan senjata api, saya rasanya ingin sujud syukur,” kenang Angga.
“Saya berharap, hukum dapat berlaku adil. Agar kejadian serupa tidak terjadi pada saya dan siapapun lagi,” lanjut Angga.
Percaya Dukun
Usut punya usut, Ef mendapatkan keterangan dari dukun yang dipercayainya. Angga mendengar hal tersebut dikatakan Ef ketika menyampaikan keterangan di Mapolsek Jarai. “Katanya, anaknya tidak bunuh diri melainkan dibunuh, pelakunya menurut dukun itu adalah orang dekat dengan Leo, akrab sejak kecil, ikut mengantarkan jenazah dan berinisial A, seluruh keterangan itu memang mengarah kepada diri saya,” kata Angga.
Namun di Padang, Leo dinyatakan meninggal lantaran bunuh diri. Akibatnya Ef dendam dan mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri. Dikonfirmasi, Ef menyatakan sebenarnya ia tidak mau membunuh Angga. Ia hanya akan membawa Angga ke kantor polisi, usai Angga mengakui perbuatannnya. Ternyata, Angga bersikeras ia tidak melakukan hal itu. Oleh karena itu, muncul ancaman pembunuhan dari mulutnya.
“Saya hanya ingin meminta keadilan atas kematian anak saya yang diduga dibunuh. Indikasi mengarah pada Angga. Tapi, apa benar Angga pelakunya, itu adalah kewenangan pihak berwajib,” kata Ef.
Rentetan kejadian tersebut dibenarkan oleh KBO Reskrim, Polres Rejanglebong, Iptu Subiyono. Kepada jurnalis, Subiyono menyatakan bahwa pelaku dikenakan pasal 328 KUHP tentang penculikan. “Untuk sementara, pelaku kita jerat dengan pasal 328 KUHP, dengan ancaman 12 tahun penjara, karena tanpa izin membawa pergi korban dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dan menyebabkan luka,” tutup Subiyono.
Penulis adalah Jurnalis kupasbengkulu.com wilayah Rejang Lebong.

Related

Ada ASN Jadi Calo Pegawai Bank, Sekda Seluma Dukung APH Usut Tuntas

Ada ASN Jadi Calo Pegawai Bank, Sekda Seluma Dukung...

Diduga Jadi Calo Pegawai Bank Bengkulu, Oknum ASN Dipolisikan

Diduga Jadi Calo Pegawai Bank Bengkulu, Oknum ASN Dipolisikan...

Gembong Narkoba Asal Bengkulu Kirmin Akan Dituntut Berat

Gembong Narkoba Asal Bengkulu Kirmin Akan Dituntut Berat ...

Kepala BPN Seluma Pastikan Program PTSL Bebas Pungutan Liar

Kepala BPN Seluma Pastikan Program PTSL Bebas Pungutan Liar...

Pj Wali Kota Bengkulu Dilapor ke Bawaslu

Pj Wali Kota Bengkulu Dilapor ke Bawaslu ...