Sabtu, April 20, 2024

Gadis Cerdas Gang Cempaka

Cerpen:
Cerpen: Sulistiyo Suparno

Setiap jam istirahat, Andre suka berburu foto di sekeliling sekolahnya, SMA Milenium. Memotret aktivitas teman-teman di kantin, perpustakaan, taman, halaman. Kalau melihat Andre menenteng kamera, teman-teman berebut minta dijepret.

Boleh dikata, tak ada yang tak mengenal Andre di sekolah itu. Andre mengunggah sebagian foto-foto karyanya ke Instagram, Facebook, Twitter, blog miliknya dan blog milik sekolah.

Teman-teman suka bercanda, rambut Andre berubah coklat karena terbakar sinar matahari saat berburu foto. Meski mereka tahu, rambut coklat Andre karena keturunan papanya yang orang Belanda.

Satu pertanyaan teman-teman: siapa pacar Andre?

***

Minggu pagi. Andre memarkir Starlet butut tahun 1990-an di area parkir dekat alun-alun. Ia berjalan ke luar area parkir, menyeberang jalan, kemudian melompat naik ke trotoar alun-alun. Andre melirik jam tangannya. Pukul 6 lebih sedikit. Ini waktu yang bagus untuk berburu foto. Sinar matahari masih lembut.

Alun-alun ramai. Banyak orang beraktivitas; jalan-jalan, duduk-duduk, senam, bermain bola, dan lainnya. Berlimpah objek foto di sana.

Andre menggenggam Canon 70D kesayangannya. Sepasang mata coklatnya mencari objek yang menarik. Dari jendela bidik kamera, mata Andre melihat dua anak lelaki kecil sedang bermain bola plastik. Klik! Andre menjepretnya.

Di bangku beton di bawah pohon kurma yang tak berbuah, Andre melihat sepasang kakek-nenek duduk berduaan. Andre mendekatinya.

“Kakek, Nenek, boleh saya memotret kalian?” Andre agak membungkukkan badan meminta izin.

Dua orang berusia lanjut itu saling bertatapan.

“Untuk apa? Kamu siapa?” tanya si kakek.

“Saya Andre, Kek. Saya penggemar fotografi. Ini kartu nama saya,” Andre menyerahkan kartu anggota sebuah klub fotografi.

“Untuk apa memotret kami?” si nenek ikut bertanya.

“Kebetulan ada lomba foto bertema kemesraan. Bila boleh, saya ingin memotret kakek dan nenek.”

“Apa kami terlihat mesra?” tanya si kakek.

“Begitulah, Kek,” Andre mengangguk.

“Baiklah,” jawab si kakek.

Andre menjelaskan bagaimana ia akan memotret dua orang tua itu. Kakek dan nenek itu mengangguk-angguk. Kemudian Andre melangkah menjauh dari mereka. Andre mengganti lensa kameranya dengan lensa tele 135 mm. Menyetel diafragma pada angka f/2.8, kecepatan rana pada 1/500 detik dan ISO 100. Setelah itu ia memulai membidikkan kameranya.

Andre sudah meminta kakek dan nenek itu melanjutkan aktivitas. Jangan menoleh ke arah kamera. Foto harus terlihat natural. Setelah menjepret sekitar 20 frame, Andre mendekati kakek dan nenek itu.

“Terima kasih, Kek. Doakan agar saya menang lomba ya, Kek?” kata Andre.

“Tentu, Nak, tentu,” jawab si kakek.

Andre melangkah, mencari objek foto lainnya.

Di sudut alun-alun, Andre melihat seorang anak lelaki usia tanggung sedang duduk di tepian trotoar. Di depannya ada keranjang plastik biru.  Beberapa saat Andre mengamati anak itu. Penasaran, Andre pun melangkah mendekat.

“Jualan apa, Dik?”

Anak itu mendongakkan kepala.

“Nagasari, Kak?”

“Wah, pasti enak,” Andre duduk di dekat anak itu. “Boleh coba?”

“Ini dijual, Kak,” sahut anak itu.

Andre tersenyum.

“Ya, maksud kakak, kakak mau beli nagasari kamu.”

“Berapa, Kak?”

Andre melihat ke dalam keranjang. Ada lima nagasari di sana.

“Semua,” kata Andre.

“Sungguh, Kak?” anak itu tersenyum dan memasukkan lima nagasari ke dalam plastik hitam. “Ini, Kak.”

“Berapa?”

“Lima ribu, Kak.”

“Murah sekali.”

“Murah dan enak, Kak,” sahut anak itu.

Andre mamakan satu nagasari.

“Kamu benar. Ini enak sekali,” kata Andre, lalu menyerahkan bungkusan plastik itu pada anak itu.

“Ayo ambil. Ini benar-benar enak,” kata Andre.

Anak kecil itu memandang ragu.

“Saya sudah membeli nagasari ini. Sekarang saya ingin membaginya untuk kamu. Ayo ambil. Jangan sungkan,” desak Andre.

Anak itu mengambil satu nagasari dan memakannya.

“Nama kamu siapa?” tanya Andre.

“Rusdi, Kak.”

“Saya Andre,” Andre mengulurkan tangan dan anak itu menyambutnya.

“Kamu masih sekolah?” tanya Andre.

Anak itu mengangguk.

“Kelas 5 SD, Kak.”

“Sudah lama jualan nagasari?”

“Sejak kecil, Kak.”

“Jadi sekarang kamu sudah gede, ya?” Andre tersenyum.

Rusdi , anak itu, terkekeh.

“Maksud saya sejak kelas 1 SD, Kak.”

“Tiap hari jualan nagasari?” tanya Andre.

“Nggak, Kak. Kalau hari Minggu saja.”

“Siapa yang buat nagasari ini?”

“Kakak saya. Di rumah, ibu saya buka warung makan. Kakak membuat tahu bakso, risoles, dan nagasari untuk dijual di warung ibu.”

“Hebat sekali kakak kamu. Apa dia masih sekolah?”

“Masih, Kak. Kelas 10 SMA. Kakak saya pandai memasak dan membuat puisi.”

“Oh ya?”

Rusdi melirik kamera di leher Andre.

“Kak Andre wartawan?”

“Bukan. Kakak penggemar fotografi.”

Rusdi mengangguk-angguk. Kemudian ia memandang langit.

“Sudah mulai siang dan jualan saya sudah habis. Saya pulang dulu, Kak,” Rusdi berdiri.

“Oh ya. Hati-hati, ya?” Andre ikut berdiri pula.

“Permisi, Kak,” Rusdi mencium tangan Andre.

Andre terkesima. Dadanya berdesir. Santun sekali anak itu.

***

Andre melajukan Starlet kesayangannya pelan-pelan. Di perjalanan, ia melihat seorang anak lelaki usia tanggung berjalan di trotoar menenteng keranjang plastik biru.

Andre menghentikan mobil di dekat anak itu. Membuka kaca depan sebelah kiri mobilnya.

“Rusdi,” Andre memanggil.

“Kak Andre?”

“Mau pulang? Kak Andre antar, ya?”

Rusdi mengangguk dan tersenyum. Andre membukakan pintu depan mobilnya.

“Rumahmu di mana?” tanya Andre ketika mobil kembali melaju pelan.

“Gang Cempaka, Kak. Nggak jauh lagi, kok.”

Beberapa menit kemudian, tangan Rusdi menunjuk sebuah gang.

“Itu gangnya, Kak. Belok kiri.”

Mobil memasuki gang itu. Rusdi meminta Andre menghentikan mobil di depan rumah bercat coklat. Di bagian samping rumah itu ada warung makan.

“Terima kasih, Kak Andre sudah mengantar saya. Kak Andre mau mampir? Nanti saya kenalkan dengan kakak saya, deh,” tanya Rusdi.

“Mm, boleh.”

Dari pintu warung, muncul seorang gadis berkulit coklat berambut panjang.

“Bagaiamana, Rusdi. Habis jualannya?”

“Ya, Kak. Habis. Oh ya, Kak, kenalkan ini…..”

“Kak Andre?” gadis itu memandang Andre.

Andre bengong.

“Kamu….siapa, ya?”

“Saya Kamila, Kak. Saya kelas X F. Kak Andre kelas XI IPS 2, kan?”

“Ng..ya. Kok kamu tahu?”

“Kita satu sekolahan, Kak,” jawab gadis itu tersenyum.

Andre terkesima melihat gadis itu tersenyum dan menampakkan sepasang lesung pipi. Dada Andre berdesir-desir.

Kemudian Rusdi menyela, “Yee, batal mengenalkankan, dong.”

Andre duduk di kursi panjang di warung itu. Warung sepi. Beberapa piring dan gelas tergeletak di meja. Kamila, gadis itu, membereskan semuanya. Membawa piring dan gelas ke belakang, mengelap meja. Andre memperhatikannya dengan takjub.

“Kak Andre mau minum apa?” tanya Kamila.

“Mm, kopi saja.”

Ketika Kamila sedang membuatkan kopi instan, Andre bersiap dengan kameranya.

“Boleh saya memotret kamu?”

Kamila menoleh dan mengangguk. Andre memotret Kamila beberapa frame, dari berbagai sudut.

Beberapa saat kemudian kopi sudah terhidang di depan meja Andre. Kamila duduk di ujung kursi panjang.

“Bagaimana Kak Andre bisa bertemu adik saya?” tanya Kamila.

Andre menceritakan semuanya. Selama itu pula dada Andre terus berdesir-desir. Keakraban pun tercipta. Sebelum pamit pulang, Andre meminta izin pada Kamila, “ Boleh saya upload foto kamu ke Facebook?”

Ketika Kamila mengangguk, tersenyum dan menampakkan sepasang lesung pipi, dada Andre berdegupan. Amboi, ada apa ini?

***

Malam menjelang tidur. Seperti biasa, Andre mengunjungi dunia maya. Ia mengunggah sebuah foto close up Kamila yang tersenyum lengkap dengan lesung pipinya ke Facebook. Andre memberi judul foto itu: Gadis Cerdas dari Gang Cempaka. Beberapa saat kemudian komentar bermunculan.

Komentar dari Rika: lho ini kan kamila temen sekelas gue.

Komentar dari Rico: nice pic, sweet n smart girl. gue tahu siapa cewe ini.

Komentar dari Mira: ini cewe lo? Kok gue baru tau sih? oh, no, banyak cewe patah hati nih, termasuk gue xixixixi….

Komentar Irwan: kapan jadiannya, dre?

Komentar Jonathan: kamu ganteng dan terkenal. kamila manis dan sederhana. seperti dongeng saja.

Komentar dari Richard: hoi, temen2, ini pacar andre. selamat, bro. buat cewe2, selamat patah hati wkwkwkwk…..

Andre tersenyum membacanya. Ia mematikan laptop. Bersiap tidur. Berharap mimpi indah. Tentang seorang gadis berlesung pipi.

***SELESAI***

Sulistiyo Suparno Krangkoan RT 4/RW 2 Ngaliyan, Limpung, Batang 51271, Jawa Tengah.

Related

Sriharti di Negeri Bukan Perawan

Hembusan angin senai-senai saat mentari menyengat Negeri Bengkulu,  sudah...

Malam Pembantaian Thomas Parr 1807 (Tamat)

Peran  Orang Dalam Tahun  kepemimpinan Residen Thomas Parr dianggap melakukan...

Malam Pembantaian Thomas Parr 1807 (Part 2)

Siapa Pelakunya “Pribumi tak berprikemanuasiaan, kejam dan sadis”. Itulah yang...

Malam Pembantaian Thomas Parr 1807 (Part 1-3 tulisan)

“Malam itu, sekelompok pribumi merangsek masuk Gedung Mount Felix...

Girik Cik: Matisuri Peradatan di Negeri Bukan Kukang

Tekad  anak negeri ingin “Adat Bersendi Sarak, Sarak Bersendikan...