Jumat, April 19, 2024

Ironi Keadilan Masyarakat Adat Dituding Merambah TNBBS

sumber foto: antara
sumber foto: antara

kupasbengkulu.com – Pengadilan Megeri Bintuhan, Kabupaten Kaur, Bengkulu pada Kamis (24/5/2014) menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar terhadap empat masyarakat adat Semende Banding Agung yang telah lama bermukim di Taman Nasional Bukit Nasional Selatan (TNBBS).

Sementara di tempat yang berbeda,  majelis Hakim Pengadilan Negeri Kutacane, Aceh Tenggara menjatuhkan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 3 juta dengan masa percobaan satu tahun kepada tiga pejabat Pemkab setempat yang  merambah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

“Pejabat itu artinya tak dipenjara, sementara di Kabupaten Kaur, Bengkulu, sama empat warga adat dituduh merambah TNBBS namun dikenai penjara tiga tahun dan denda Rp 1,5 miliar, Ironis sekali keadilan berpihak hanya pada pejabat,” kata Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu Defri Tri Hamdi, Selasa(6/5/2014) yang dikutip dari kompas.com.

Defri melanjutkan, atas putusan tersebut pihaknya melakukan banding terhadap putusan Hakim Pengadilan Negeri Bintuhan, Kabupaten Kaur bagi empat masyarakat adat Semende, Provinsi Bengkulu. Keempat warga adat itu yakni, Hamidi, Heri, H Rahmat, dan Suraji.

Ia melanjutkan, di Bengkulu masyarakat adat dalam putusan pengadilan telah menempati TNBBS secara illegal ini melanggar UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dengan tuntutan penjara tiga tahun dan denda Rp1,5 miliar.

Sementara di Aceh dua kepala dinas dan satu anggota dewan merambah TNGL dengan menanam sawit dapat hukuman percobaan dengan denda Rp 3 juta.

“Kenapa  masyarakat adat yang turun temurun menempati wilayah itu dipenjara tiga tahun dan denda Rp 1,5 miliar, sementara  seperti pejabat dan anggota dewan di Aceh hanya hukuman percobaan?” ketus Defri.

Ia juga membeberkan kronologis tinggalnya masyarakat adat di TNBBS dan dianggap perambah.

Pada 22 Agustus 1891, Pemeritah Hindia Belanda melalui kepala kewidanaan Kaur mengakui Dusun Banding Agung sebagai wilayah Marga Semende Muara Nasal, dengan mengeluarkan surat pengangkatan Depati Dusun Banding Agung.

Pada 24 Desember 1935, Gubernur Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan No. 48tentang Suaka Margasatwa Sumatera Selatan I.

Pada 1942, masyarakat Adat Semende Banding Agung meninggalkan dusun Banding Agungkarena penyakit atom (sejenis penyakit cacar menular).

Pada 1959, masyarakat adat Semende Banding Agung memeriksa kembali wilayah DusunBanding Agung karena terbebas penyakit menular akhirnya mereka kembali lagi ke wilayah itu.

Pada 1982, Menteri Pertanian mengeluarkan surat Nomor: 736/Mentan/1982 yang menetapkan kawasan itu sebagai Taman Nasional.

Pada 1997–1999, masyarakat adat Semende Banding Agung mulai kembali bercocok tanam di wilayah tanah ulayatnya Dusun Lame, Banding Agung, wilayah yang saat ini telah berubah status menjadi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Pada 2003, masyarakat Adat Semende Banding Agung baru menyadari bahwa wilayah adat mereka dianggap masuk ke dalam kawasan hutan negara karena sosialisasi yang dilakukan oleh Aparat TNBBS.

Pada Juli 2004, UNESCO menetapkan wilayah tersebut sebagai Cluster Tapak Warisan Dunia (Tropical Rainforest Heritage of Sumatra).(kps)

Sumber: kompas.com

Related

Ada ASN Jadi Calo Pegawai Bank, Sekda Seluma Dukung APH Usut Tuntas

Ada ASN Jadi Calo Pegawai Bank, Sekda Seluma Dukung...

Diduga Jadi Calo Pegawai Bank Bengkulu, Oknum ASN Dipolisikan

Diduga Jadi Calo Pegawai Bank Bengkulu, Oknum ASN Dipolisikan...

Gembong Narkoba Asal Bengkulu Kirmin Akan Dituntut Berat

Gembong Narkoba Asal Bengkulu Kirmin Akan Dituntut Berat ...

Kepala BPN Seluma Pastikan Program PTSL Bebas Pungutan Liar

Kepala BPN Seluma Pastikan Program PTSL Bebas Pungutan Liar...

Pj Wali Kota Bengkulu Dilapor ke Bawaslu

Pj Wali Kota Bengkulu Dilapor ke Bawaslu ...