Sabtu, Mei 4, 2024

Jalan-Jalan ke Kota Kelahiran Bung Hatta, Asyik!

Foto 1
Jam Gadang, Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Travelling, kupasbengkulu.com – Jalan – jalan ke kota kelahiran mantan Wakil Presiden pertama, M. Hatta, menajubkan. Bagaimana tidak?, di kota yang berjuluk Kota Wisata ini memiliki obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya, obyek wisata bersejarah, Jam Gadang. Kota yang juga memiliki julukan Kota Pendidikan ini, dikelilingi oleh dua gunung berapi, yakni Gunung Merapi dan Gunung Singgalang.

Untuk menyambangi kota kelahiran Bung Hatta ini, tidaklah sulit. Jika dari Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Para wisatawan dapat menempuh dengan jalur darat. Baik menggunakan kendaraaan umum maupun pribadi. Dalam perjalanan ke obyek wisata Jam Gadang. Para wisatawan membutuhkan watu perjalanan sekitar 18 jam perjalanan, melalui jalur darat, untuk tiba di lokasi Jam Gadang.

Dalam perjalanan menuju Kota Bukit Tinggi, wisatawan akan disuguhi oleh pemandangan yang indah pada sisi kiri dan kanan badan jalan, seperti air terjun Lembah Anai, Gunung Merapi yang menjulang tinggi, serta perbukitan yang menampakkan keindahan alamnya.

Foto 2
Gunung di Kota Bukit Tinggi

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, tiba di Kota yang berjuluk Kota Wisata. Saat tiba di jantung Kota Bukit Tinggi, wisatawan langsung disuguhi oleh obyek bersejarah, Jam Gadang. Didepan obyek wisata itu terdapat bangunan peninggalan Bung Hatta, berupa Bangunan istana Bung Hatta.

Tidak hanya itu, di samping Jam Gadang juga terdapat pusat perbelanjaan, berupa Mall. Selain itu, disekitar Jam Gadang juga terdapat Bendi yang siap melayani para wisatawan. Jam Gadang terletak didepan Plaza Bukit Tinggi Kelurahan Benteng Pasar Atas Kecamatan Guguk Panjang, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Persisnya, terletak di jantung Kota Bukit Tinggi.

Foto 3
Bendi disekitar Jam Gadang, Bukit Tinggi.

Saat tiba di lokasi Jam Gadang, wisatawan akan disambut oleh para badut-badut serta para juru foto. Tidak hanya itu, di sekitar lokasi Jam Gadang, terdapat juga penjual pernak-pernik. Seperti baju Jam Gadang, gantungan kunci serta ciri khas lainnya.

”Jam Gadang ini ramai saat malam Sabtu hingga malam Minggu, sebab hari itu masyarakat tengah libur,” kata salah seorang warga Bukit Tinggi, Aga Putra, saat bertemu jurnalis kupasbengkulu.com.

Jurnalis media online www.kupasbengkulu.com, sempat menyambangi obyek wisata yang memiliki nilai sejarah ini. Dibangunan Jam Gadang ini, terdapat catatan sejarah yang telah tentang Jam Gadang, berupa prasasti. Diprasasti itu tertulis, Jam Gadang dibangun tahun 1928 oleh Arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh, yang mana saat peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.

Foto 5
Prasasti di Jam Gadang

Diprasasti itu, juga terukir tulisan tinta emas jika ukuran Jam Gadang berdiameter 80 cm, denah dasar 26 meter, dengan memiliki tinggi sekitar 26 meter. Tidak hanya itu, dalam pembangunan Jam Gadang itu saat itu membutuhkan dana yang mencapai 3.000 Gulden.

Dengan adanya perkembangan di kota sejuk dan dingin ini, semasa itu atap Jam Gadang dari masa mengalami perubahan, yang mana dimasa Belanda bagian atap berbentuk bulat dan diatasnya berdiri patung ayam jantan. Sementara dimasa Jepang berbentuk klentang. Namun, ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan diganti gaya atap bagonjong rumah adat Minangkabau.

Dibagian atas Jam Gadang, terdapat Jam berukuran besar. Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26 meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan bentuknya. Menariknya, angka-angka pada Jam Gadang ditulis dengan angka Romawi.

Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi keempat. Terlihat ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya, menulis angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah dibuat menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan yang diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih diliputi misteri.

Foto 4
Tulisan angka romawi IV pada Jam Gandang dibuat IIII

Penasaran yang angka IIII di Jam Gadang, jurnalis mencoba mencari tahu arti tulisan itu. Keberadaan angka IIII bukan hanya terdapat di Jam Gadang saja, berikut gambar jam yang memiliki angka IIII bukan IV.

Berdasarkan wikipedia, sejarah penulisan angka IIII tersebut berdasarkan kepada King Louis XIV (5 September 1638 – 1 September 1715) yang meminta kepada seorang untuk membuat sebuah jam baginya. Pembuat jam memberi nomor pada setiap jam sesuai dengan aturan angka Romawi. Setelah melihat jam yang diberikan kepadanya, Raja tidak setuju dengan penulisan IV sebagai angka “4” dengan alasan ketidakseimbangan visual.

Menurutnya, angka VIII ada di seberang angka IV. Jika ditulis IV, maka ada ketidakseimbangan secara visual dengan VIII yang lebih berat. Oleh karena itu, Louis XIV meminta agar diubah IV menjadi IIII sehingga lebih seimbang dengan VIII yang ada di seberangnya. Selain itu, jika dikaitkan dengan angka XII, maka keseimbangan itu akan lebih baik.

Akan tetap yang menjadi pertanyaannya mengapa Raja yang memerintahkan perubahan itu lebih dikenal dengan Louis XIV daripada Louis XIIII, sesuai dengan permintaannya kepada pembuat jam.

Dari sebuah situs lain… yang berjudulkan “FAQ: Roman IIII vs. IV on Clock Dials” dapat dilihat disana, seorang yang bernama Milham mengatakan, penjelasan seperti di atas tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, penulisan IIII untuk angka “4” telah ada jauh sebelum Louis XIV. Dari wikipedia, bahwa penomoran Romawi memang bervariasi dari awalnya. Pada masa awal angka “4” memang ditulis IIII dengan empat huruf I.

Penulisan “4” menjadi IV hanya terjadi di masa modern, yang menunjukkan bahwa “empat adalah kurang satu dari lima”. Manuskrip Forme of Cury (1390) menggunakan IX untuk “9” namun IIII untuk “4”. Sedangkan dokumen lain dari manuskrip yang sama di tahun 1380 menggunakan IX dan IV untuk “9” dan “4”, berturut-turut.

Lebih lanjut, ada manuskrip ketiga yang menggunakan IX untuk “9” dan campuran antara IIII dan IV untuk “4”. Angka “5” juga ditemukan disimbolkan dengan IIIII, IIX untuk “8” dan VV, bukannya X, untuk “10”.

Kesaksian lain dari situs tersebut, Franks, menyatakan bahwa ia tidak pernah melihat jam matahari yang dibuat sebelum abad ke-19 yang menggunakan angka IV, semuanya IIII. Sehingga, para ahli jam heran dengan arsitek masa ini yang membuat jam menara besar-besar menulis “4” dengan IV, bukan IIII. Salah satu yang menggunakan IV, bukan IIII, adalah Big Ben. Jadi, implisit dikatakan bahwa Big Ben telah melanggar konvensi per-jam-an!

Penjelasan lain cukup menarik. Harvey, disitus yang sama, mengatakan bahwa IV adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Jadi, jika IV diletakkan didalam jam bangsa Romawi, maka jam itu akan bertuliskan 1, 2, 3, DEWA, 5.

Jika dilihat dari kacamata bangsa Romawi, mungkin mereka tidak ingin nama tuhan mereka ditaruh di jam seperti itu. Namun, kalau dilihat dari kacamata Louis XIV , maka mungkin ia tidak ingin ada nama dewa pagan di permukaan jam. Mana yang benar? kita tidak tahu.

Masih disitus yang sama, menurut Mialki, alasan penggunaan IIII bukan IV semata-mata masalah teknis. Jika IV yang digunakan, maka pandai besi harus membuat huruf I sebanyak 16 batang, huruf X sebanyak 4 batang, dan V sebanyak 5 batang.

Masalahnya, pada masa itu, pandai besi hanya bisa ekonomis kalau membuat besi dalam kelipatan empat. Jika ditulis IV untuk “4”, maka akan ada satu 3 batang huruf V yang terbuang. Sementara itu, jika “4” ditulis IIII, maka huruf V hanya dibuat empat batang, dengan demikian ekonomis, dan huruf I sebanyak 20 batang, juga ekonomis.

Sekali lagi, mana yang benar dari penjelasan ini? Belum ada yang pasti. Namun, satu yang kita tahu sekarang adalah bahwa angka IIII di Jam Gadang bukanlah sesuatu yang unik, aneh atau dianggap sebagai misteri yang dikait-kaitkan dengan takhayul. Justru dengan angka IIII itulah menjadikan sebuah bukti, bahwa bangsa Eropa (Belanda,red) memang menjajah kita dulu dan tidak memberi kita barang yang jelek, justru yang bagus yang masih

Penulis : Demon Fajrie, Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

 

Related

Songsong Kepemimpinan Berintegritas Era Society 5.0, Sespimma Lemdiklat Polri Gelar Seminar Sekolah

Kupas News – Untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan yang berintegritas...

Humas Polri Gandeng Media Massa Wujudkan Pemilu Aman

Kupas News, Jakarta - Divisi Humas Polri menggandeng sejumlah...

Pembukaan KBN 2022 di Bengkulu Ditandai Peluncuran Logo dan Maskot

Kupas News, Kota Bengkulu – Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah...

Polri Kerahkan Pasukan Bantu Penanganan Gempa Cianjur

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat diwawancarai...

Desa Belitar Seberang Urutan Ketiga Vote ADWI 2022, “Mela Kito Dukung”

Kupas News, Bengkulu – Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI)...