kupasbengkulu.com – Suara riuh di pekarangan sebuah rumah, yang terletak di samping kolong jembatan Sungai Lemau, Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah, terdengar bersahutan, dengan deru kendaraan yang melaju di atas jembatan.
Terlihat sekitar 20 orang, yang kebanyakan adalah kaum ibu atau ‘Kartini’ begitu serius bekerja ditemani sebuah parang. Mereka sedang membuat bambu runcing. Tapi, bukan untuk dipakai perang.
Bambu yang sedang mereka runcingkan, adalah bilah bambu pesanan salah satu perusahaan tambak udang yang letaknya juga di desa ini.
“Kami ini upahan,” ungkap Aida, sambil tetap sibuk membersihkan sembilu bilah dan meruncingkan ujungnya.
Upah yang mereka terima adalah Rp 65 per bilah. Dalam sehari, jika tak hujan Aida dan pekerja lain bisa menyelesaikan 1.000 bilah per orang. Ukuran bilah rata rata lebar 2 cm dan panjang 30 cm atau 50 cm.
“Biasanya dalam sehari dapat Rp 65 ribu,” lanjut Aida.
Mereka bekerja dari pukul 08.01 WIB hingga 17.02 WIB, makan siang pun disantap disini tanpa pulang ke rumah.
“Sudah setahun lebih bekerja di sini, kejar target jadi tidak pulang kalau siang. Biar dapat 1.000 per hari, kalau bisa lebih,” ucap Aida sambil mengikat bilah bambu.
Satu ikat, berisi 100 bilah. Terkena sembilu adalah hal biasa bagi Aida, dan teman-temannya, tak lagi ada waktu untuk merasakan perihnya luka, mereka begitu bersemangat mencari nafkah demi keluarga.
“Kalau takut luka, bisa-bisa tak jadi kerja, kalau tidak kerja kapan dapat uang. Bagi orang seperti kami, ada kerja begini sudah bersyukur,” tutupnya sambil terus bekerja.
Penulis : Evi Valendri, Kabupaten Bengkulu Tengah.