Jumat, Maret 29, 2024

Kembali ke Kampung Halaman (2003-2004) Bagian VII

Sebuah Biografi Ichwan Yunus

Untuk Foto Sang Putra pandai Besi Siap

Berawal dari Keprihatinan

Setelah Mukomuko resmi menjadi kabupaten, Ichwan Yunus hanya bersyukur seraya berharap akan segera membawa perubahan terhadap kehidupan rakyat Mukomuko. Kabupaten baru ia harapan dapat lebih adil, damai, makmur dan sejahtera. Hal ini akan lebih mungkin dicapai karena jika dibandingkan dengan saat Mukomuko masih menjadi daerah terpencil, sebagai bagian dari wilayah Bengkulu Utara. Mukomuko memiliki akses ke pemerintah daerah sangat sulit dan jauh. Pasalnya dengan begitu luasnya wilayah, maka penyebaran pembangunan pun sangat lamban. Perhatian pemerintah juga terlalu banyak terbagi ke wilayah lain.

Kini suasananya sudah lain. Kendala seperti di atas sudah tidak ada lagi. Akses dari dan ke pemerintah kabupaten lebih dekat. Rakyat akan lebih cepat dan leluasa menyampaikan persoalan dan kebutuhannya kepada pemerintah dan pemerintah pun akan lebih cepat merespon kebutuhan rakyatnya, begitulah seterusnya. Banyak lagi keringanan dan manfaat praktis bagi rakyat dan pemerintah dengan adanya Kabupaten Mukomuko ini.

Jauh sebelum proses pemekaran Kabupaten Bengkulu Utara berjalan, Ichwan Yunus sudah menggarap kebun sawitnya di Mukomuko. Dengan demikian, ia lebih sering berada di sana dibanding sebelumnya. Semakin sering ichwan Yunus ke Mukomuko, semakin banyak pula ia tahu kondisi riil rakyatnya. Betapa Ichwan Yunus menyaksikan masyarakat Mukomuko dalam banyak aspek kehidupan masih jauh tertinggal dibandingkan masyarakat daerah lainnya.

Dari aspek pendidikan, pendidikan masyarakat Mukomuko sebagian besar masih sangat rendah. Rata-rata penduduk Mukomuko berpendidikan SLTA ke bawah. Banyak anak dan remaja usia sekolah yang tidak mempunyai kesempatan melanjutkan pendidikannya karena berbagai faktor. Faktor yang paling dominan adalah ketidakberdayaan secara ekonomi. Disamping adanya faktor lain seperti kondisi geografis yang tidak ditunjang dengan sarana dan prasarana jalan dan jembatan yang memadai.

Masih banyak desa terpencil dan terisolir karena tidak memiliki akses jalan dan jembatan. Desa tersebut hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki menyelusuri jalan setapak dan menyeberangi sungai.

Kondisi seperti di atas tidak hanya menghambat pendidikan, yang pasti adalah juga menghambar bertumbuhan ekonomi. Masyarakat Mukomuko yang notabene 90% lebih menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian itu tidak berdaya sama sekali. Kesulitan akses transportasi untuk memasarkan hasil-hasil pertaniannya, kalaupun ada sudah pasti akan mahal.

Begitupula sebaliknya dalam memenuhi kebutuhan bahan pokok yang lain juga akan sangat mahal. Dalam bahasa ekonominya barangkali yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi masyarakat seperti ini adalah ‘’harga tinggi, daya beli rendah’’. Demikian Ichwan Yunus menyaksikan masyarakatnya berputar dalam lingkaran ketidakberdayaan yang berkepanjangan.

Bagi yang mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan, juga tidak bisa berbuat banyak karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang sepadan dengan tingkat pendidikannya. Akhirnya para orang tua dan anak terobsesi, bahwa satu-satunya pekerjaan yang paling menjanjikan masa depan yang lebih cerah adalah menjadi pegawai negeri. Sebagian besar mereka tidak menyadari bahwa untuk menjadi pegawai negeri tidak segampang yang mereka bayangkan. Pasalnya tidak seimbang antara kebutuhan dan yang membutuhkan.

Katakanlah misalkan setiap tahun Pemerintah Kabupaten hanya bisa mengakomodir tiga ratus sampai lima ratus orang pegawai, sementara yang menginginkan menjadi pegawai mencapai puluhan ribu orang. Akhirnya mereka menempuh segala macam sara termasuk mengesampingkan dosa, dengan menyiapkan uang sogokan asalkan bisa diterima menjadi pegawai negeri.

Suatu saat, ketika Ichwan Yunus sedang berada di Mukomuko, ia mendapat kabar ada seorang gadis di masyarakatnya tewas gantung diri. Siapapun saat mendengar berita ini langsung spontan akan bertanya mengapa dan apa sebabnya? Begitu pula dengan Ichwan Yunus. Setelah ia memperoleh jawaban bahwa perbuatan nekad gadis itu terjadi karena putus asa tidak diterima menjadi pegawai negeri,

Berita itu tentu saja sangat menyedihkan bagi Ichwan Yunus. Selain itu, ia prihatin. Tidak lama ia menemukan jawaban yang sangat meyakinkan. Hal itu terjadi akibat ketidakberdayaan masyarakat. Peristiwa yang menimpa gadis tersebut hanyalah contoh kecil ketidakberdayaan masyarakat Mukomuko secara umum.

Rupanya kata kunci ketidakberdayaan tersebut menghujam dan membekas di dalam lubuk hati anak Si Pandai Besi ini. Dimana pada masa kecilnya, ia sangat akrab dipanggil beruk ini. Sebagai bagian yang tidak bisa terpisahkan dari masyarakat Mukomuko yang sudah berhasil keluar dari lingkaran ketidakberdayaan itu, ia merasa mempunyai beban dan tanggung jawab moril. Ia berkeinginan membimbing masyarakatnya agar segera keluar dari lingkaran penderitaan yang berkepanjangan.

Ichwan sudah tahu persis bahwa yang dibutuhkan masyarakatnya saat ini tidak hanya sekedar teori apalagi wacana, tapi sentuhan-sentuhan tangan dingin yang santun dan ikhlas dan itu tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pada wkatu yang sama, Ichwan juga berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana caranya, siapa saja yang harus terlibat dan dari sekian banyak yang terlibat siapa saja yang perannya kecil, besar dan atau sangat besar.

Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena sudah menjadi kebiasaan Ichwan Yunus sebelum melakukan sesuatu pekerjaan selalu didahului dengan perencanaan yang matang. Terlebih dahulu pekerjaan yang sedang direnungkannya tersebut adalah pekerjaan yang sangat besar. Terhadap pertanyaan pertama dan kedua, tidak sulit bagi Ichwan Yunus untuk menjawabnya karena ia sudah tahu keadaan dan kebutuhan masyarakatnya. Namun terhadap pertanyaan terakhir, ia merasakan kebimbingan luar biasa.

Bukan karena menentukan siapa dan sebesar apa peran yang akan dimainkan, tapi lebih pada perenungan terhadap posisi dirinya sendiri. Di satu sisi Ichwan Yunus sadar bahwa pihak yang paling besar perannya dalam pekerjaan ini adalah pemerintah dan ia jelas-jelas tidak termasuk di dalamnya. Dengan demikian, ia tidak mungkin mengambil peran lebih dari sekedar mitra dan membantu pemerintah.

Di sisi lain karena panggilan pengabdiannya sangat besar, ia menginginkan perannya lebih besar pula, minimal sama dengan pemerintah, tapi itu tidak mungkin. Pasalnya, pemerintah disamping memiliki kewenangan, juga mempunyai kekuasaan. Sedangkan ia sebagai rakyat biasa tidak mempunyai kedua-duanya.

Berulang kali Ichwan Yunus mencoba menyusun, membongkar dan menyusun kembali kerangka berpikirnya. Hal itu terjadi, karena keinginannya bisa berperan lebih besar dan tidak sekedar menjadi mitra dan membantu. Lalu tiba-tiba entah apa yang mendorongnya sehingga terlintas dalam pikirannya bahwa satu-satunya jalan adalah dengan memposisikan dirinya sebagai pemerintah itu sendiri. Namun kemudian ia kembali bertanya, apakah hal itu bisa ia lakukan? Bagaimana caranya? Beberapa setelah itu, pertanyaan tersebut ia jawab sendiri dengan pertanyaan lain, mengapa tidak?

Bukankah sistem peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia sejak era reformasi membuka peluang selebar-lebarnya kepada warga negara Indonesia untuk menjadi kepala daerah di Pemerintahan Kabupaten, provinsi dan juga kepala negara. Selama yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan serta dipilih oleh rakyat.

Demikian terjadi diskusi panjang antara pikiran dan perasaan, antara idialis dan realita dalam diri Ichwan Yunus. Ia ajukan pertanyaan dan ia jawab sendiri. Ia ajukan lagi pertanyaan yang lain, kemudian ia jawab sendiri, sehingga ia sampai pada kesimpulan bahwa wajib baginya berbuat untuk pemberdayaan rakyatnya, dan untuk berbuat lebih banyak, efektif dan lebih cepat harus dengan tanganya sendiri. Ia sangat yakin dengan kemampuannya jika diberi kesempatan oleh rakyatnya.

Secara pribadi Ichwan Yunus duah clear. Ia sudah siap lahir batin. Di dalam dirinya kini timbul semangat baru, yaitu semangat pengabdian kepada rakyatnya yang memang membutuhkan sentuhan tangannya. Timbul pula cita-cita baru untuk membantu rakyatnya keluar dari lingkaran ketidakberdayaan yang berkepanjangan. Serta merta timbul pula semangat dan tekad baru untuk segera mewujudkan cita-citanya.

Dengan keyakinan baru, bahwa ia pasti akan mampu bekerja keras dan sungguh-sungguh demi tekad dan cita-citanya tersebut. Akan tetapi ia tidak boleh egois, betapa pun mengebu-gebunya semangat. Seberapapun tinggi dan luhurnya cita-cita dan sekuat apa tekadnya, ada istri dan anak-anak tercintanya. Minimal doa restu sangat ia butuhkan. Bergeser sedikit dari lingkaran terdekat itu, ada sanak famili, relasi dan sahabat yang mungkin satu saat dapat dimintai pendapat dan sarannya.

Sepulang dari Mukomuko ke Jakarta, Ichwan Yunus tidak mau menunda-nunda waktu untuk segera memberikan pengertian dan meyakinkan istri dan anak-anaknya tentang ‘’temuan barunya’’ di Mukomuko. Di hadapan istri dan anak-anaknya ia ceritakan bagaimana kondisi riil masyarakat Mukomuko yang dangat memprihatinkan, sampai ada kejadian anak gadis menggantung diri karena tidak berhasil lulus menjadi pegawai negeri. Ia sudah berhasil menemukan akar permasalahannya, yaitu karena ketidakberdayaan mereka.

Setelah tahu masalahnya, maka tidak mungkin ia berpangku tangan dan membiarkan mereka dalam ketidakberdayaan. Ichwan Yunus merasa dirinya dan juga istrinya merupakan bagian tak terpisahkan dari rakyat Mukomuko, lahir dan dibesarkan disana. Tidak mungkin pula ia melupakan bahwa baik dirinya sendiri maupun istrinya pernah berada dan merasakan dalam lingkaran ketidakberdayaan itu.

Selanjutnya sampaikan Ichwan pada persoalan yang lebih serius bahwa selama di Mukomuko ia sudah menemukan semangat, cita-cita, tekad dan keyakinan baru untuk berbuat banyak dengan tangannya sendiri. Ichwan lantas menjelaskan maksud dari kata-kata terakhir yang baru saja ia ucapkan, ‘’berbuat banyak dengan tangannya sendiri.’’ Tangan yang dimaksud adalah kekuasaaan karena dengan kekuasaan lebih memungkinkan bagi dirinya membuat kebijakan, keputusan dan terobosan demi terobosan guna mempercepat terwujudnya cita-cita pengabdian dirinya.

Persoalannya sekarang adalah ia sendiri belum memiliki kekuasaan yang dimaksud. Untuk itu Ichwan Yunus meminta pengertian, doa restu, dan dukungan dari istri dan anak-anaknya untuk meraih kekuasaan tersebut. Dimulai dengan meramaikan bursa pencalonan Bupati Mukomuko.

Pernyataan ini cukup mengejutkan istri dan anak-anaknya. Semuanya menyatakan ketidaksetujuannya dengan cara dan ekspresi masing-masing. Ada yang bungkam seribu bahasa, ada yang tanpa pikir panjang langsung mengeluarkan kata-kata yang tegas melarang. Dan ada pula yang tidak tegas melarang, tapi meminta Ichwan Yunus berpikir panjang dan mempertimbangkan lagi rencananya itu. Termasuk memilih sikap yang terakhir ini adalah istrinya sendiri. Melihat suasana seperti ini, Ichwan Yunus tidak mau memaksakan diri dengan mengatakan mereka tidak perlu memberikan jawaban sekarang, masih ada waktu untuk kita mendiskusikan lagi.

Cukup lama Ichwan Yunus berjuang untuk mendapatkan restu keluarganya. Dalam setiap kesempatan, baik terpisah (satu persatu) maupun secara keseluruhan, Ichwan Yunus tidak bosan-bosannya memberikan pengertian dan meyakinkan istri dan anak-anaknya.

Begitu pula sebaliknya, istri dan anak-anaknya juga berusaha meyakinkan dan memohon Ichwan Yunus untuk mempertimbangkan kembali niatnya. Alasan mereka cukup logis dan realistis. Pertama, mereka sudah cukup puas dengan kehidupan sekarang dengan segala fasilitas yang mereka miliki. Kedua, bahwa bupati adalah jabatan politis dan oleh karenanya mau tidak mau, suka tidak suka pasti akan bersentuhan dengan politik praktis.

Mereka mengkhawatirkan orang tua yang sangat mereka sayangi itu akan menjadi korban politik, terlepas menang atau kalah dalam pertarungan di pilkada. Mengingat ilmu dan pengalaman orang tuanya ini di bidang politik sangatlah minim, atau mungkin tidak ada sama sekali. Ketiga jika nanti ayahnya menjadi bupati, maka praktis ia akan tinggal di Mukomuko dan juga bisa dipastikan ibunya juga akan mendampingi. Itu artinya mereka akan hidup berjauhan dengan orang tuanya.

Terlihat jelas dari alasan anak-anak Ichwan Yunus bahwa mereka bukannya tidak memahami akan keprihatinan ayahnya terhadap keadaan masyarakat di Mukomuko. Bukan pula karena tidak mengerti maksud baik Ichwan Yunus untuk mengabdi kepada rakyatnya.

Keberatan mereka lebih karena kekhawatiran akan berubahnya tatanan kehidupan keluarga yang selama ini mereka rasakan sudah mapan. Mereka juga dihantui oleh bayang-bayang kehidupan orang tuanya kelak di daerah terpencil di Mukomuko. Mereka membayangkan betapa repotnya jika suatu saat orang taunya jatuh sakit, yang memerlukan pertolongan dan perawatan yang cepat dan cermat. Mengingat akses transportasi yang masih sangat sulit, sarana dan prasarana medis yang juga sangat jauh bisa dibandingkan dengan Jakarta.

Namun demikian, setelah dua bulan berlalu, mereka sama sekali tidak melihat adanya tanda-tanda ayahnya akan surut dari niat dan tekadnya. Bahkan semakin menunjukkan gelagat sebaliknya. Maka tidak ada laternatif lain kecuali memberikan restu kepada ayahnya.

Adalah Rosna, istri Ichwan Yunus yang pertama memberikan restu kepadanya. Hal ini ia lakukan karena melihat betapa kuatnya tekad pengabdian Ichwan Yunus terhadap masyarakat Mukomuko. Rosna juga ikut memberikan pengertian kepada anak-anaknya.(gie/adv) (Bersambung)

Disadur dari Buku
Penulis : Khairuddin Wahid
Judul : Pengabdian Sang Putra Pandai Besi (Sebuah Biografi Ichwan Yunus)
Penerbit: LPM Exsis
Cetakan : 1, Januari 2010

Related

Pemuda Pancasila Mukomuko Datangi Kesbangpol Daftarkan Pengurus Baru

Adhika Kusuma Saputra, Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Mukomuko,...

Larangan Aktivitas TPA di PT. DDP Matikan BUMDes Unit Pengolahan Sampah

Kupas News, Mukomuko - Sejumlah warga di Ipuh menyatakan...

Kaum Dhuafa dan Anak Yatim di Mukomuko Terima Santunan dari Bupati Sapuan

Bupati Mukomuko Sapuan saat memberikan sambutan di hadapan puluhan...

Sinergitas Pemilu 2024, KPU Teken Kerjasama dengan Polres Mukomuko

Kupas News, Mukomuko – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten...

Bid Propam Sosialisasikan Pembinaan Etika Polri di Polres Mukomuko 

Kupas News, Mukomuko - Kasubbid Wabprof Bid Propam Polda...