Sabtu, April 20, 2024

Ketika Pancasila Ingin Dipisahkan dari PPKn

Mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) merupakan mata pelajaran wajib di era 70-80-an. Saat itu, semua lapisan pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi wajib mendapatkan mata pelajaran ini.

Saat ini sudah banayak isu yang beredar bahwa akan ada pemisahan antara mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganergaraan. Supriano sebagai Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan, akan mengaktifkan kembali mata pelajaran PMP. Munculnya wacana diaktifkan kembali PMP itu disebut-sebut, karena salah satunya maraknya isu hoaks Partai Komunis Indonesia  yang hingga sekarang masih tersebar di antara masyarakat.

Bahkan dosen penulis, yang merupakan Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Elfahmi Lubis juga mengatakan, kami yang sekarang menempuh pendidikan di program studi PPKn. merupakan orang-orang yang beruntung. Karena lading pekerjaan akan bertambah kedepannya. Tentu ini bagi kami merupakan kabar yang sangat menggembirakan. Menambah semangat dalam setiap diri pribadi mahasiswa PPKn.

Munculnya paham-paham radikalisme dan berbagai paham lain yang bertentangan dengan norma Pancasila sebagai dasar negara, menjadi salah satu alasan pendidikan dasar ini mesti kembali diterapkan. Pancasila bisa digunakan sebagai pondasi, untuk membentengi seseorang dari paham-paham radikal yang merusak moral generasi penerus bangsa.

Apalagi pada saat sekarang ini, banyak sekali perilaku anak bangsa yang jauh daripada yang diharapkan oleh Pancasila, cita-cita negara dan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Walaupun masih ada segelintir anak muda, pemuda yang masih memikirkan kondisi bangsa kedepannya.

Pengertian Pancasila

Contoh kecil saja, banyak orang di zaman sekarang ini yang kurang memahami nilai-nilai dari butir-butir Pancasila itu sendiri. PMP sendiri merupakan mata pelajaran, yang diajarkan di sekolah sejak 1975. PMP ketika itu menggantikan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah masuk dalam kurikulum sekolah di Indonesia sejak Tahun 1968.

Pada kurikulum Tahun 1975, istilah Pendidikan Kewarganegaraan diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila. Merupakan uraian dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Pengubahan ini sejalan dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1978.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah bersifat final. Artinya menjadi kesepakatan nasional yang diterima secara luas oleh rakyat Indonesia.  Hal ini diperkuat dengan Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara,

Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960, hingga Tahun 2002. Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian dikenal sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” Bangsa Indonesia.

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam alinea keempat, Pembukaan UUD 1945 dan tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966, bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dirumuskan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia, menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR tersebut disahkan oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966.

Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPRNo.IX /MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia. Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003, Ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPRNo.IX/MPR/1978,  tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, karena bersifat einmalig (final) atau telah dilaksanakan.

Pancasila sebagai dasar hukum ini diperkuat pada saat peristiwa reformasi tahun 1998, melalui Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998, pada Pasal 1 dinyatakan Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara (Philosophische grondslaag) ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.

Menurut Ernest Renan, syarat penting sebagai sebuah bangsa adalah: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble). Dilihat dari proses sejarah pembentukan Pancasila, dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan kompromi dan konsensus nasional dari semua golongan masyarakat Indonesia, yang bersepakat untuk membentuk sebuah bangsa dengan dasar Pancasila.

Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, Sekolah Pendidiikan Guru (SPG) dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan. Baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya, merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).

Dengan berlakunya UU No 2 Pasal 39 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan, adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.

Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut, dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Intinya, PMP tidak dihapus, namun hanya diganti dengan nama berbeda dengan materi pembelajaran yang lebih luas dan kompleks, sesuai jenjang pendidikan yakni PPKn yang merupakan gabungan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Namun yang terjadi belakangan ini hasil, yang ada jauh dari tujuan ini sendiri. Gejolak yang ada dimana merosotnya moral-moral anak bangsa.

Zaman Muhadjir Effendy 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang melakukan pengkajian terkait memisahkan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pemisahan ini dinilai penting untuk lebih menekankan pendidikan Pancasila kepada peserta didik.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya berencana agar ada mata pelajaran PMP sendiri. PKn yang kita pelajari, kita kaji kemungkinan akan kita pisahkan kembali. Jadi ada mata pelajaran PMP sendiri, tidak jadi satu dengan kewarganegaraan.

Muhadjir Effendy juga bilang,  pihaknya sebelumnya ingin membuat satu pelajaran kewarganegaraan digabung dengan pendidikan Pancasila. Namun, setelah dilihat kembali ada nilai-nilai Pancasila yang tidak bisa diajarkan dengan baik, apabila materinya digabung dengan PKn.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ketika pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila digabungkan, ideologi bangsa yang diajarkan menjadi lebih berat kepada aspek pengetahuan. Padahal, menurutnya, PMP itu tujuannya untuk menanamkan nilai moral dan nilai Pancasila.

Penjelasan dari mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, setelah dilakukan kajian oleh Kemendikbud kemungkinan kedua materi yakni pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila, akan ditata ulang. Sehingga nanti ada mata pelajaran tersendiri yaitu penanaman nilai-niali Pancasila, ada juga mata pelajaran kewarganegaraan.

Hal ini masih dikaji, agar ketika dipisahkan dan menjadi mata pelajaran baru, PMP tidak menambah beban kepada para siswa. Karena itu, Kemendikbud saat ini masih akan mengkaji soal rencana memisahkan pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila tersebut.

Rencanakan dipisahkannya PMP dari PKn bisa dilakukan mulai tahun depan. Hanya, bagaimana ini supaya tidak menambah beban kepada para siswa. Itu yang sedang dicari solusinya. Di samping melalui program penguatan pendidikan karakter.

Bagaimana kelanjutannya? Hal ini masih menjadi tandatanya. Dikarenakan kebiasaan yang terjadi di Indonesia ketika berganti menteri maka akan berganti juga kebijakan dan hal-hal yang harus diselesaikan.

Pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru dilantik, Nadiem Makarim sepertinya terdapat harapan dan secercah cahaya dari segenap Bangsa Indonesia. Dengannya dianggap akan mampu memperbaiki dunia pendidikan Indonesia kedepannya. Ide-ide besarnya untuk Bangsa Indonesia, semoga akan membawa kemajuan pada peradaban yang ada.

Semoga dengan mengingat kembali sejarah dan memperdalamnya akan menambah rasa kecintaan kita terhadap Bangsa Indonesia. Ini wujud terima kasih kita terhadap perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Menumbuhkan semangat bela tanah air, bangsa Indonesia. Menjadikan generasi muda terus berbenah, sehingga menjadi generasi harapan bangsa. ­ Fastabiqul Khoirot

(Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bengkulu)

Related

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

Kupas News, Jakarta - Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab...

Modus Mafia Tanah di Ruang Peradilan

Oleh : Elfahmi Lubis Mafia Tanah sudah menggurita dan telah...

Kaum “Rebahan” Ditengah Isu Kerakyatan

Dimana posisi kaum "rebahan" atau kaum "mager" yang didominasi...

Polemik RUU Sisdiknas, Maksimalkah Uji Publik?

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd Mencermati draft Rancangan Undang-Undang Sistem...

Kiprah Parsadaan Harahap Hingga Duduki KPU RI

Sosok Persadaan Harahap atau yang sering disapa bang parsa,...