kupasbengkulu.com – Sistem penyajian makanan secara praktis yang mewajibkan tamu undangan berbaris mengantri atau ‘hidangan prancis’, saat ini tengah populer di mana saja. Begitu pula di Kabupaten Bengkulu Tengah, semua acara yang dulunya mengelar hidangan dalam piring berjumlah banyak. Namun, saat ini telah tergantikan cara baru yang entah dibawa siapa?.
Namun, ada satu momen di Kabupaten Bengkulu Tengah, terutama bagi masyarakat suku Rejang yang tidak boleh membuat hidangan prancis, yaitu saat momen ‘temeteu bilei malem’ (Penentuan kesepakatan tanggal pernikahan), yang biasanya digelar di kediaman calon pengantin wanita. Seperti yang dijumpai kupasbengkulu.com di Desa Sukarami, Kecamatan Taba Penanjung.
Pada bagian dapur rumah yang mengadakan acara ini, terlihat beberapa ibu sibuk menaruh aneka makanan dalam piring. Ada nasi putih, ketan sawo, gulai ayam, tumis pepaya muda, bihun goreng, buncis tumis, terong rendang, kerupuk, acar, dan aneka kue.
Menariknya, yang bertugas mengantarkan makanan kepada tamu diwajibkan laki laki. Jumlah makanan yang diantar pun tidak boleh ganjil alias harus genap.
”Kalau ganjil tidak menunjukkan berpasangan. Ini adalah malam penentuan pernikahan jadi memang sudah adatnya harus diantar genap, misalnya sekali bawa dalam satu nampan 4, 6 atau 8,” kata Sahar, Ketua Adat hidang, Desa Sukarami, Jumat (29/8/2014).
Ada makanan yang menjadi menu wajib bagi pihak pengantin pria, yaitu ketan sawo dan gulai paha ayam. Selain itu, setelah selesai acara, pihak perempuan wajib menitipkan makanan kepada perwakilan calon pengantin pria. Makanan ini untuk si calon pengantin pria, yang memang tidak diperbolehkan ikut dalam acara ini.
”Kalau pihak pria dan tamu sudah makan semua, barulah yang bertugas menaruh makanan boleh makan,” tutup Sahar mengakhiri cerita kepada kupasbengkulu.com
Penulis : Evi Valendri, Kabupaten Bengkulu Tengah.