Rabu, April 24, 2024

Memaknai Peringatan Maulid Nabi

kepala OJK
Kepala OJK Bengkulu Dr. Fauzi Nugroho

*Oleh :  Kepala OJK Bengkulu Dr. Fauzi Nugroho

Setiap datang bulan Rabiul Awal pada tarikh Hijriyah, bangsa yang mayoritas muslim ini senantiasa mengadakan acara Maulid Nabi Muhammad SAW. Ritual ini telah menjadi bagian dari kalender resmi negara, dimana setiap tahun selalu diperingati di Istana Negara, dan menjadi hari libur nasional. Suatu penghormatan bagi kita, kaum muslim.

Sebagaimana perayaan maulid di tahun-tahun sebelumnya, peringatan secara kenegaraan di Istana tidak jauh berbeda dari waktu ke waktu walaupun presidennya berganti-ganti. Membaca beberapa ayat Al Qur’an dan terjemahannya oleh seorang Qori/Qori’ah secara bergantian, lalu dilanjutkan dengan tausyiah seputar makna Maulid Nabi oleh tokoh agama.

Tidak ada yang istimewa, segalanya berjalan ajeg dan lebih terasa makna seremonialnya daripada substansial. Di berbagai tempat, keteladanan seorang Nabi besar yang diperingati hari kelahirannya, acapkali hanya menjadi tematis retorika daripada implementas praktis ajarannya.

Jikapun masih pada tahapan tersebut, bersyukur masih ada pihak yang “ngeh” dan mau menyelenggarakan peringatan tersebut. Setidaknya mereka masih peduli di tengah hingar bingar kehidupan yang syarat dengan keragaman hedonisme yang menjauh dari nilai-nilai keteladaan Baginda Nabi.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab, 33:21).

Firman Allah SWT tersebut secara jelas menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan yang baik bagi orang-orang yang mau mengikutinya, dan orang-orang yang mengharap rahmat Allah, serta meyakini bahwa dirinya akan binasa (kiamat). Dia datang ke bumi dengan suatu maksud, dan dibekali dengan Al Qur’an sebagai petunjuk manusia mengarungi kehidupannya agar tidak tersesat.

Sifat-sifat Nabi adalah refleksi dari pengamalan Al Qur’an. Walaupun beliau seorang ummi pada awalnya, namun karena kehendak-Nya dan melalui perantaraan malaikat Jibril, Rasulullah mampu menguasai dan memahami isi kandungan firman-firman-Nya (Al Qur’an).

Beliau adalah Al Qur’an berjalan, sehingga titah dan lakunya adalah cerminan dari Al Qur’an. Sebagaimana dikisahkan bahwa Saad bin Hisyam pernah bertanya kepada Aisyah r.a, “Wahai Ummul Mukminin! Terangkah kepadaku mengenai akhlak Rasulullah SAW”. Aisyah menjawab: “Bukankah engkau membaca Al Qur’an”. Ia menjawab “tentu”.

Lalu Aisyah berkata: “Sesungguhnya akhlak Nabi SAW adalah Al Qur’an”. Sejak masa kanak-kanak beliau sudah menampakkan gejala kesempurnaan, kedewasaan, dan kejujuran hati, sehingga penduduk Mekkah semua memanggilnya “Al-Amin”, yang dapat dipercaya.

Keluhuran hidupnya begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai umat manusia. Sebelum masa kerasulannya, beliau sudah menjadi lambang kejujuran, harga diri, dan kepercayaan, juga pada masa kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan, untuk Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula Allah mengutusnya. (Haekal, 2003, p. 672).

Sebelum Nabi Muhammad SAW memang telah ada para nabi dan rasul yang datang silih berganti. Mereka telah memberi peringatan kepada masyarakatnya masing-masing dan mengajak kepada agama yang benar. Namun tiada dari mereka yang menyebut dirinya diutus untuk seluruh umat. Berbeda dengan beliau yang diutus kepada seluruh umat manusia.

Sebagaimana firman-Nya, “Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An Nahl, 16:89).

Sifat menonjol lainnya dari diri pribadi nabi adalah cinta kasih terhadap sesama manusia, bahkan orang yang berlainan agama sekalipun sebagaimana sikap beliau terhadap kaum Yahudi dan Nasrani sewaktu di Yasthrib atau dikenal dengan Piagam Madinah, hidup berdampingan tanpa mengganggu dan mengusik keyakinan masing-masing.

Dalam Al Qur’an disebutkan, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al Fath, 48:29).

Sehingga jikalau bukan karena kesungguhan, kejujuran, dan cinta kasih beliau dalam menyampaikan risalah-Nya, niscaya kehidupan dunia ini lambat laun akan menghilangkan ajarannya.

Meneladani sifat jujur dan cinta kasih beliau tentu bukan perkara mudah. Selama berabad-abad telah banyak lahir tokoh-tokoh yang mencapai kebesaran begitu tinggi di pelbagai bidang kehidupan, namun mereka pada akhirnya jatuh karena kebengisan, kebencian terhadap suatu kaum dan khianat terhadap amanat yang diemban dengan berlaku curang (tidak jujur).

Banyak orang jujur yang kadang merasa menyesal menjadi orang jujur karena dirinya menjadi asing dan tidak terpakai di lingkungannya. Setelahnya malah menghanyutkan diri pada situasi yang dulu sangat ditentangnya. Hingga pada akhirnya orang-orang jujur menjadi makhluk langka.

Seperti cerita seorang Ustadz yang berhaji bersama mantan menteri yang sudah insyaf. Menurutnya sewaktu menjadi menteri, ia dihadapkan pada tiga pilihan untuk calon Direktur Jenderal (Dirjen). Calon pertama, muda, pintar/cerdas, enerjik, bergelar Doktor, dan sangat jujur. Kedua, sudah agak tua, lumayan pintar, bergelar Master dan jujur. Sedangkan yang ketiga, biasa-biasa saja, tidak terlalu tua, bisa fleksibel, bergelar Master, dan terkenal tidak jujur.

Lalu mantan menteri itu malah memilih yang ketiga. Katanya, kalau memilih yang jujur, urusan bisa repot dan tidak bisa diajak kompromi. Memang mengambil sikap istiqomah bukan perkara sepele, ia membutuhkan pengorbanan bahkan nyawa taruhannya. Itulah sikap yang diambil oleh Baginda Nabi, tegas serta menjunjung nilai-nilai Qur’ani. Sehingga bujukan masyarakat, lingkungan, baik dengan harta, kedudukan, godaan-godaan lain tidak membuatnya goyah.

Hal-hal semacam diatas adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi dan akan dialami oleh siapapun yang ingin menjadikan Al Qur’an dan Nabi Muhammad SAW sebagai panutannya. Sehingga dalam haditsnya dari riwayat Uqbah bin Amir ra., bahwa beliau pernah bersabda, “Sesungguhnya aku akan mendahului kalian dan aku akan menjadi saksi atas kalian.

Demi Allah, sesungguhnya sekarang ini aku sedang melihat telagaku. Sesungguhnya aku telah diberikan kunci-kunci kekayaan bumi atau kunci-kunci bumi. Sesungguhnya demi Allah, aku tidak khawatir kalian akan kembali musyrik sepeninggalku tetapi aku khawatir kalian akan berlomba-lomba dalam kehidupan dunia.” (HR Bukhari – Muslim dari Al Bayan).

Sudah banyak contoh orang-orang yang mengejar dunia dengan menggadaikan sebuah kejujuran pada akhirnya jatuh dalam kenistaan. Mereka adalah muslim, bahkan tidak sedikit bergelar Kiai Haji, memiliki atribut atau sebutan terhormat lainnya. Tetapi apa yang terjadi, mereka tertipu oleh dunia – yang katanya nabi sebagai suri tauladan hidup dalam setiap ceramah maulidnya.

Allah berfirman, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadiid, 57:20).

Mudah-mudahan momen Maulid Nabi ini menjadi motivator diri untuk terus belajar dan mengenal sosok manusia paling mulia di jagad raya ini, serta mempraktikan ajaran yang dibawanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu bisa kita ketahui atau pelajari baik dari sejarah hidup beliau maupun tuntunan yang telah Allah berikan untuk kita semua.

Semoga kita, khususnya penulis lebih bisa mengambil manfaat dari pesan ini untuk terus mengaktualisasikan diri melakukan sesuatu yang senantiasa mengundang ridho-Nya. Amin (fn).

Related

Pesantren Darrun Nur Dukung Pemerintah Tolak Paham Radikalisme dan Terorisme

Kupas News, Bengkulu - Negara indonesia yang terdiri dari...

Saat Reses, Okti Temukan Pelajar Tak Hafal Al-fatihah

Seluma, kupasbengkulu.com - Wakil Ketua II DPRD Seluma Okti...

Data Kependudukan CJH Tanggungjawab Capil

Seluma, kupasbengkulu.com - Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakan Kemenag...

Cegah Konflik Horizontal, Pemda Batasi Aliran Salafi

Seluma, kupasbengkulu.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Seluma Irihadi mengatakan,...

Hafal Surat Al – Ikhlas Massa 212 Diberikan Makanan Gratis

Kota Bengkulu,Kupaebengkulu.com- Sebagai bentuk solidaritas umat muslim yang menggelar...