Selasa, April 16, 2024

Mengenal Pulau Enggano dan Chien Ma Tahun 421 M

Pulau Enggano secara geografis, berada di wilayah Samudera Indonesia yang posisi astronomisnya terletak pada 05°31’13 LS dan 102°16’00 BT. Kini pulau terluar itu secara administrative masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu Indonesia.

Pusat pemerintahan Pulau Enggano berada di Desa Apoho, dengan luas wilayah mencapai 400,6 Km², terdiri dari  enam desa yaitu, Desa Banjarsari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana,dan Kahyapu. Kawasan pulau ini memiliki beberapa pulau-pulau kecil. Pulau Dua, Merbau dan Bangkai yang terletak di sebelah barat Pulau Enggano. Pulau Satu yang berada di sebelah selatan Pulau Enggano. Jarak Pulau Enggano ke Ibukota Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu  sekitar 156 Km atau 90 Mil laut.

Nama Enggano seperti dikutip dari  id.wikipedia.org pertama ditemukan oleh Cornelis de Houtman, saat melakukan ekspedisinya bersama empat kapal ekspedisi yang bernama Mauritius, Hollandia, Amsterdam, Duyfken, pada catatanya Houtman laporan pertama mengunjungi pulau ini tanggal 5 Juni 1596.. Tidak diketahui dari mana de Houtman mengetahui nama pulau ini, yang dalam bahasa Portugis, engano, berarti “kecewa”.

Mata Uang Berangka  421 M

Pulau Enggano (Ocolore) pada tulisan ini, penulis hanya ingin melihat salah satu pulau terluar Bengkulu Indonesia ini dari sudut padang berbeda.  Suatu hal yang menarik dari sejarah Tanah Bengkulu ini adalah ditemukannya mata uang klasik (Numismatic)  China berangka Tahun 421 Masehi di Pulau Enggano, tertulis huruf China yang menyebutkan Chien Ma (Mata uang yang berlaku/beredar). Mata uang yang sama juga ditemukan di Sriwijaya, Criviyaya atau Criwiyaya (Palembang) dan di Tarumanagara (Jakarta).

Kata Chien Ma (Uang) ini selanjutnya diserap  kedalam bahasa daerah. Sebagai contoh adalah; uang dalam bahasa Manna di Kabupaten Bengkulu Selatan disebut dengan kata Tanchi. Berasal dari kata Ta’Chien (Th’e Chien). Dalam bahasa Malayu Kota Bengkulu uang disebut dengam Moche, terambil dari kata Ma Chien – Chien Ma.

Dalam bahasa Rejang, uang disebut dengan kata Cachi (Ch’a Chien), juga diambil dari kata Chien Ma. Kata TSAN CHIEN dapat berarti Gunungan uang, mungkin juga tumpukan uang. Kata CHIAI CHIEN=CAI HUI artinya Selamat jalan, atau tanda jadi atau CHIA CHIEN.

Seorang bhiksu China bernama Fa-Hien atau Pa-Shien tiba di Nusantara pada 965 Tahun Imlek atau 414 Masehi dalam perjalan  kunjungannya ke Negeri Seribu Pagoda di India. Bhiksu itu singgah di Criviyaya dan Tarumanagara termasuk Pulau Enggano, untuk selanjutnya menuju ke Mala Dewa (Srilangka) dan India. Bhiksu Fa-Hien menceritakan tentang adanya pulau khayal, karena dia pernah transit (singah) di Pulau Enggano kini Bengkulu Utara, yang dihuni kaum wanita.

Sebagaimana hal yang sama juga diceritakan Tome Pires dalam buku “Suma Oriental” ditulis pada Tahun 1515, dan Pigafetta  menyebutkan,  Pulau Enggano dengan kata (OCOLORE=Kecewa).  Pulau yang dihuni oleh wanita-wanita saja, seakan menjadi Pulau Khayal.

Jika ditelaah dari asal kata Enggano itu sendiri, maka kata ini diambil dari ahasa Mon (Hyunan China daratan), yang artinya Rusa Bertanduk. Ini menunjukkan bahwa wanita dipulau itu berdandan dengan rambut berkepang (Sanggul) dua yang menonjol keatas, sebagaimana juga menjadi trend pada wanita China kala itu.

Sumber lain menyebutkan wanita-wanita dari Maladewa (Srilangka) dan China juga banyak tinggal atau menjadi budak disana. Tentunya kita tidak mengetahui secara persis, apa yang terjadi di Pulau Khayal itu, selain dari catatan pelaut-pelaut yang pernah singgah disana. Namun cerita Pulau Enggano ini sempat mendunia menjadi Pulau Khayal.

Ada pula yang melukiskan sebagai kerajaan yang hanya diperintah dan dihuni oleh wanita-wanita saja. Lagenda Pulau Enggano ini, tampaknya telah mendunia (Tersebar luas kesaantero dunia). Cerita itu berkembang dari pelaut-pelaut asing lainnya hingga pada Abad ke-XVI Masehi yang pernah datang ke Nusantara. Naskah klasik lainnya juga banyak menyebutkan Pulau Enggano yang banyak didatangkan wanita-wanita budak (Slaves) dari Sri Nagar (Sri Langka).

Berbagai pelaut asing yang pernah datang ke Nusantara  diantaranya Tome Pires (1513-1515) berkebangsaan Portugis dan Pigapheta (Pigafetta 1491-1525) berkebangsaan Vicenza (Italia), menceritakan tentang Pulau Enggano yang merupakan pelabuhan transit terbesar. Banyak dikunjungi pedagang dari berbagai bangsa. Disini banyak diperjualbelikan beras dan rempah yang didatangkan dari daratan Pulau Sumatera.

Pelaut itu menyebutkan, adanya gugusan kepulauan yang terbentang luas dari Pulau Enggano hingga ke Maldivae (Sri Langka), yaitu gugusan kepulauan Seda dan Ouro. Kepulauan ini merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Kesultanan Banten. Sedangkan wilayah daratnya mencakup Bandar Lampung, Way Seputih, Manggala, Tulang Bawang hingga Bengkulu.

Suatu catatan khusus tentang Pulau Enggano, selain ditemukannya mata uang kuno (Numismatic) berangkakan 421 Masehi, banyak catatan pelayaran yang ditulis pelaut-pelaut India, China, Spanyol, Inggris, Belanda tentang negeri di Pulau Enggano ini. Konon disebutkan, Pulau Enggano diperintah oleh seorang Raja (Ratu) perempuan. Penduduknya hanya terdiri dari wanita-wanita saja (Tidak ada laki-laki). Tentunya kita tidak tahu secara persis, bagaimana para wanita-wanita itu bisa tiba disana.

Alur pelayaran klasik menuju India pada masa itu (Sejak Abad ke-III sM hingga ke-VII M) dan pada Tahun 690 Masehi, harus melalui pintu gerbang Pulau Enggano sebagai transit. Karena, melalui Selat Malaka sangat riskan dengan seringnya terjadi perubahan hembusan angin yang sering berubah secara tiba-tiba. Selain itu, banyaknya batu karang yang terdapat diantara selat, sehingga menyulitkan pelayaran. Disamping itu, tingginya tindakan  perompakan di wilayah tersebut (Laut China Selatan dan Selat Malaka).

Para pedagang dan Pendeta Bhudha dari Canton (China) yang akan menuju ke India, banyak singgah ke Sriwiyaya di Palembang sekarang dan  Kerajaan Tarumanagara (Jakarta). Dari Tarumanagara, mereka berlayar dan transit di Pulau Enggano. Ketika itu pulau-pulau yang menghubungi antara Nusantara dan Sri Langka menuju India masih banyak dan terbentang luas ribuan pulau. Sekarang hanya kapal latih TNI-AL Dewa Ruci  yang melintasi Laut Hindia menuju India dan Afrika, melintasi pulau-pulau yang hanya tersisa beberapa pulau menghubungi antara Nusantara dan Sri Langka.

Di Pulau Enggano, terdapat beberapa pelabuhan laut yang sering disinggahi kapal-kapal layar (Kapal dagang) sebagai transit. Sejarah Maritim mencatat, sekurangnya ada empat pelabuhan laut yang dapat disandari kapal-kapal dagang pada masa itu, yang tersebar di kepulauan Enggano untuk menghindari musim gelombang (Badai).

*Pemerhati Sejarah dan Budaya tinggal di Bengkulu/Alumni Universitas Islam Djakarta.

 

Related

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

Kupas News, Jakarta - Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab...

Modus Mafia Tanah di Ruang Peradilan

Oleh : Elfahmi Lubis Mafia Tanah sudah menggurita dan telah...

Kaum “Rebahan” Ditengah Isu Kerakyatan

Dimana posisi kaum "rebahan" atau kaum "mager" yang didominasi...

Polemik RUU Sisdiknas, Maksimalkah Uji Publik?

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd Mencermati draft Rancangan Undang-Undang Sistem...

Kiprah Parsadaan Harahap Hingga Duduki KPU RI

Sosok Persadaan Harahap atau yang sering disapa bang parsa,...