Sabtu, April 20, 2024

Mengenali Arus Laut Pembawa Ikan

Nelayan Ilustrasi
Nelayan Ilustrasi

Oleh: Brigitta Isworo Laksmi

PENELITIAN untuk mencari daerah-daerah ”panen ikan” telah banyak dilakukan berbagai pihak. Salah satu caranya, mencari keterkaitan antara arus atau gelombang di dekat pantai dan tingkat kesuburan daerah tangkapan ikan. Dengan mengetahui keterkaitan itu, bisa diketahui pula di mana dan kapan ikan bakal berlimpah.

Jika masyarakat nelayan punya informasi itu, diharapkan nelayan bisa bekerja lebih efektif dan efisien. Nilai ekonomi yang dinikmati pun akan meningkat.

Fadli Syamsudin, Peneliti Utama Bidang Oseanografi BPPT, menjelaskan korelasi berbagai arus di pantai selatan Jawa beberapa waktu lalu. ”Pulau Jawa amat penting karena di sana bertemu berbagai arus mainstream. Pada pertemuan arus itu banyak terdapat zat hara sehingga banyak ikan,” ujar dia.

Di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa terdapat banyak arus dan gelombang yang melintas. Baik yang sifatnya musiman, tengah musiman, atau yang merupakan arus global. Di sana juga terdapat rezim gelombang Kelvin Samudra India (IOKW) yang memiliki karakter khusus.

”Di selatan Jawa, gelombang Kelvin merambat sepanjang pantai dari barat ke timur. Karakter gelombang ini, di belahan bumi selatan, garis pantai berada di sebelah kiri gelombang,” kata Fadli.

Arus selatan

Selain itu juga terdapat Arus Selatan Jawa (SJC) yang melintas sepanjang tahun. Arus SJC berganti-ganti dari timur ke barat atau sebaliknya sesuai angin musim. Arus SJC yang baru saja melintasi Laut Tiongkok Selatan dan Samudra India akan membawa banyak uap air sehingga banyak hujan di Indonesia.

Arus tersebut, tambah Fadli, terperangkap di pantai, di dalam Radius Rossby. Radius Rossby adalah jarak yang terkait dengan kecepatan dan panjang gelombang Rossby—gelombang yang terjadi karena pengaruh kemiringan pantai. Arus ini berada pada jarak 120 kilometer-160 kilometer.

Fadli mengatakan, ”Ukuran Radius Rossby berbeda-beda pada setiap perairan.” Di selatan Pulau Jawa, Radius Rossby jaraknya 180-200 kilometer dari pantai.

Pada saat musim barat, kata dia, tinggi paras laut lebih tinggi daripada muka air laut di daerah lepas pantai. Adapun perputaran arus global yang seperti ban berjalan mengelilingi bumi dari Samudra Pasifik menuju ke Samudra Atlantik, Samudra Indonesia, dan kembali ke Samudra Pasifik.

Selain itu, Indonesia juga dilalui Arus Lintas Indonesia (Arlindo atau Indonesian Throughflow/ITF) yang mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra India. Arus ini membawa massa air hangat dari Pasifik melalui Indonesia ke Samudra India.

Berdasarkan penelitian (Gordon, 1986), ITF berperan penting dalam sirkulasi termohalin. Massa air yang ada di kedalaman Laut Atlantik naik (upwelling) dan menjadi hangat di Pasifik, lalu berjalan kembali ke Atlantik.

Di selatan Pulau Jawa juga banyak fenomena akibat interaksi lautan-atmosfer. Fenomena musiman, antarmusim, dan fenomena dengan periode lebih panjang seperti El Nino (El Nino Southern Oscillation/ENSO) amat berdampak terhadap transportasi laut dan perikanan tangkap.
Proses fisik

Proses terjadinya arus dan gelombang demikian kompleks. Proses tersebut melibatkan dinamika atmosfer dan lautan yang amat bergantung pada faktor-faktor temperatur, interaksi laut-daratan, massa air laut, topografi dasar laut, dan angin.

Untuk melihat sebaran ikan, proses fisik menjadi sesuatu yang dominan. Ikan biasa berada di perairan yang hangat, banyak zat hara sebagai makanan mereka. Kedua hal tersebut muncul sejalan dengan beberapa fenomena oseanologi. ”Ikan amat sensitif terhadap perubahan iklim (tahunan),” ujar Fadli.

Penelitian yang dilakukan di Pasifik, mengamati terjadinya fenomena ENSO. Pada saat terjadi El Nino, kolam panas di utara Papua dari barat bergeser ke Laut Pasifik di timur. Kekosongan akibat pergeseran tersebut diisi oleh massa air dengan suhu lebih rendah, massa air dari bawah bergerak ke atas. Kedalaman massa air panas ini sekitar 300 meter.

Upwelling yang terjadi membawa lapisan termoklin—batas antara massa air hangat dan massa air dingin—naik. Pada lapisan tersebut banyak terdapat zat hara. ”Karena banyak zat hara, di sana banyak berkumpul ikan. Maka, saat terjadi El Nino banyak ikan,” kata Fadli.

Pada saat terjadi fenomena El Nino, di Samudra India terjadi Indian-Ocean Dipole (IOD) positif yang ditandai dengan berpindahnya massa air dari timur ke barat. Massa air ini membawa banyak ikan. Saat melewati selatan Jawa, ”Ada gelombang Kelvin yang membawanya dari barat ke timur,” ujar Fadli.

Gelombang Kelvin ditimbulkan angin pasat dari barat ke timur yang bertiup kuat, ”Gelombang Kelvin menyeret kolam panas yang diikuti upwelling yang membawa banyak ikan,” katanya.

Secara umum, ikan tidak menyukai suhu tinggi. Sebaliknya, ketika terjadi IOD negatif yang bersamaan dengan La Nina, ikan tidak banyak.

Penelitian tentang arus dan gelombang memang amat penting untuk perikanan tangkap, terutama bagi nelayan nontradisional. Namun, selain penelitian tentang fenomena ENSO- IOD dan pengaruhnya terhadap upwelling, beragam gelombang dan arus pembawa massa air, juga dibutuhkan penelitian lain. ”Penelitian akan perilaku ikan amat penting karena setiap jenis memiliki pola migrasi berbeda,” ujar Kunarso dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro pada sebuah diskusi.

sumber: kompassains

Related

8 Keunggulan Menggunakan Aplikasi Zoom Cloud Meeting

Semenjak pandemi beberapa tahun yang lalu, aktivitas seperti sekolah,...

Generasi Terbaru Thumbstick dari KontrolFreek®

JAKARTA – KontrolFreek® Indonesia, pencipta gaming gear terbaik hari...

Aplikasi Google Maps Sering Bikin Nyasar? Begini Solusinya

GOOGLE maps yang tidak akurat tentu akan menyulitkan akses...

Layanan WhatsApp dan Instagram Down hari ini

Aplikasi WhatsApp, dan sosial media Facebook serta Instagram dikabarkan...

Agar Smartphone Tidak Cepat Panas, Lakukan 10 Cara Ini

KITA  semuanya tentu tidak menginginkan, smartphone yang kita punyai...