
Kota Bengkulu, kupasbengkulu.com – “Dengarlah bunyi suling.. Anak anak pengembala.. Lihatlah pula sungai.. Mengalir di bawah tebing sepanjang sawah.. Daun daun bambu melambai.. Daun daun bambu melambai.. Gunung membiru alam desa yang permai.. Disana ada rumah.. Dicela-cela pohonan.. Padi menguning emas.. Ditimpa cahaya surya.. Disitu di pancuran.. Gadis gadisla desa.. Lagi asik bersiram.. Bagai dewi kayangan bagai dewi kayangan..” Itulah bait syair lagu ciptaan putri tunggal Hasan Din dan Siti Chadijah.
Perempuan manis yang memikat sang proklamator itu, Fatmawati. Meski tidak sempat mengenalnya ketika beliau masih ada. Namun, kita semua dapat mengenangnya. 22 Desember 2014 diperingati sebagai hari ibu nasional.
Jurnalis kupasbengkulu.com menyambut hari spesial ini, dengan berkunjung ke rumah ibu negara pertama Indonesia, Fatmawati.
Terletak di jalan Fatmawati, Kota Bengkulu, sebuah rumah panggung kayu terlihat apik dan rapi.
Ketika masuk, biasanya pengunjung langsung disambut oleh pria paruh baya yang setiap hari menjaga rumah ini, sejak pagi hingga sore hari. Pria paruh baya tersebut bernama Marwan, yang juga merupakan sepupu Fatmawati.
“Rumah Fatmawati telah dibangun sejak tahun 1915, tapi sudah sempat dipugar semenjak ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi cagar budaya,” jelas Marwan.
Rumah panggung tersebut memiliki 6 ruangan, setelah menaiki tangga, pengunjung akan disambut beranda memanjang, lalu ada ruang tamu, lurus ada lorong yang pada bagian kiri kanannya terdapat kamar, kemudian kamar mandi dan ruang makan.
kupasbengkulu.com puas melihat koleksi foto Fatmawati saat menjadi ibu negara, maupun saat ia memutuskan ‘minta cerai’ dari Soekarno, yang terpajang di ruang tamu dan kamar.
“Foto-foto tersebut, dibawa dari Jakarta oleh Megawati,” lanjut Marwan bercerita.
Selain foto, beberapa benda pribadi Fatmawati lainnya, juga diboyong dari Jakarta ke Bengkulu. Yakni, mesin jahit yang ia gunakan ketika menjahit Bendera pusaka lengkap, dengan meja marmer dan kursinya. Selain itu, terdapat pula dipan, meja rias, lemari dan dua pasang busana milik Fatmawati.
Beragam kegiatan penting dan gebrakan luar biasa yang ia lakukan tertulis jelas pada sebuah papan yang terletak di ruang tamu.
”Perannya sebagai ibu negara ia lakoni dengan sangat baik, tanpa melupakan perannya sebagai ibu dari anak anaknya,” Marwan menambahkan.
Rumah yang dibangun sejak tahun 1920 ini sudah dilakukan perehaban. Sehingga kesannya sekarang sedikit modern. Tapi dengan begitu tidak menurunkan niat pengunjung, untuk berkunjung dan melihat rumah tempat lahirnya ibu Negara Indonesia Pertama itu.
Bengkulu sebagai kota kelahiran ibu Fatmawati, maka pemerintah daerah dan seluruh elemen memberikan apresiasi terhadap Ibu Fatmawati.
Selain itu, sebagai bentuk penghargaan untuk mengenang ibu Fatmawati, maka pada 14 November 2001, Bandar Udara Padang Kemiling diubah menjadi Bandar Udara Fatmawati. Perubahan nama itu diresmikan secara langsung oleh Ibu Presiden Republik Indonesi Megawati Soekarnoputri pada saat itu.
Kagum dan bangga, pada putri Bengkulu ini. Ia adalah gambaran bagaimana seorang ibu seharusnya mencintai perannya. Perjalanan pada hari ibu kali ini, terasa penuh kesan, dengan mengenal lebih dekat Fatmawati, lewat cerita tentangnya dan benda benda peninggalannya di dalam rumah ini.
Penulis : Evi Valendri, Kota Bengkulu.