Catatan pinggir: Benny Hakim Benardie
Patung Kuda dengan penunggang perpanji, menghadap ke arah Selatan Provinsi Bengkulu di Simpang Lima Ratu Samban Bengulu Kota, akhirnya Tinggal kenangan, mulai Kamis malam (8/8) sekira pukul 21.00 WIB.
Patung Kuda di Simpang lima Ratu Samban, Bengkulu Kota akan terpampang Patung monumen Ibu Agung Fatmawati (Fatimah) binti Hasandin, ibu Negara Pertama Republik Indonesia. Ini merupakan komitmen dari statemen Gubernur Bengkulu Dr H Rohidin Mersyah, pasca pertemuan bersama Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK Nyoman Shuida, perwakilan keluarga Ibu Fatmawati dan berbagai pihak pada Selasa, 12 Maret 2019 lalu, di Ruang Rapat Lantai 4a Kemenko PMK RI, Jakarta Pusat.
Dikatakan Gubernur Rohidin kala itu, monumen Ibu fatmawati akan diabadikan di Simpang Lima Ratu Samban, merupakan arahan dari Presiden RI ke-5 Megawati Soekarno Putri. “Ini menjadi tonggak sejarah baru, bagaimana Indonesia untuk menghargai dan mengapresiasi perjuangan Ibu Fatmawati”.
Ditargetkan pembangunannya monumen Ibu Fatmawati di bulan Agustus 2019 telah direalisasikan. Tentunya ini akan menjadi icon, wajah baru Ibukota Provinsi Bengkulu di Indonesia. Apalagi posisi monumen, tak seberapa jarak dengan rumah kediaman orang tua Ibu Fatmawati.
Awal pemasangan monumen Fatmawati, Kamis malam (8/8/2019)
Menggelitik
Terpampangnya monumen Ibu Fatmawati, dipastikan akan banyak manfaat bagi Provinsi Bengkulu. Termasuk mengenal dan memahami nilai-nilai historis yang fundamental. Pertanyaannya adalah, apakah nantinya Simpang Lima Ratu Samban akan berganti nama menjadi Simpang Lima Fatmawati?
Tanpa maksud menilai kasta seseorang pahlawan Fatmawati yang merupakan sosok Pahlawan Nasional, sedangkan sosok Ratu Samban Pahlawan Lokal Bengkulu. Alangkah berkeadilannya, minimal ilustrasi Sang Ratu Samban ada juga di Simpang Lima Bengkulu Kota itu.
Sekilas catatan pinggir yang banyak tidak diketahui publik, cerita di Tahun 1964. Saat itu Persatuan Pemuda Pelajar Bengkulu (P3B) bertandang ke Ibu Kota Jakarta. Agendanya ingin menemui Ibu Fatmawati di Jalan Sriwijaya Jakarta Pusat. Sayangnya, saat itu mungkin situasi dan kondisi tak memungkinkan, maka Duta Bengkulu yang terdiri dari pemuda pelajar Bengkulu dari utara, selatan dan kotapraja tidak dapat bertemu Ibu Fatmawati.
Akhirnya para duta Bengkulu saat itu di akomodir putri Bengkulu yang jadi arties film layar lebar, Nurbani Yusuf. Para Duta Bengkulu itu di boyong ke Hotel Indonesia.
Siapakah sososk yang bergelar Ratu Samban yang dianggap pahlawan oleh anak Negeri Bengkulu itu? Dia sosok pria berperawakan tinggi besar, dengan rambut panjang terurai. Dia penentang penetapan pajak oleh Koloni Belanda senilai 30 ribu Golden yang notabene menjerat leher rakyat pribumi kala itu.
Nama aslinya adalah Mardjati berjuluk Ratu Samban. Dia incaran koloni Belanda yang mulai bercokol di Bengkulu Tahun 1824 dan aktif pemerintahan Belanda di Tahun 1826, akibat kendala administratif Pemerintah Inggris, pasca Tratat London 1824.
Ratu Samban merupakan gelar/adok yang diberikan kepada seorang Pesirah (Kini kepala desa) oleh para tetua masyarakat di Desa (Pasar=Marga) Bintunan, Bengkulu bagian utara pada Tahun 1874 seusai musim panen. Gelar yang diberikan kepada Mardjati ini, karena dinilai telah berhasil membela kepentingan rakyat. Telah berhasil membunuh dua orang penguasa kolonial Belanda yaitu Asisten Residen H.Van Amstel dan Kontroleur E.E.W Castens pada 2 September 1873, saat hendak menyeberang Sungai Bintunan.
Pada Tahuin 1887, Ratu Samban tertangkap oleh kolonial Belanda di daerah Napal Putih (Ketaun/Cat twon) dan di jail Fort Marlborough . Untung ada serdadu Belanda lainnya yang melaporkan telah menangkap Ratu Samban juga para pengawalnya. Maka Mardjati alias Ratu Samban yang asli itu dilepaskan.
Pada tahun 4 Desember 1888, Kolonial Belanda mendapat khabar Ratu Samban berada di Bintunan, setelah bersembunyi dan berpindah-pindah tempat dari Ketahuan dan Lais. Maka pada tahun 1889 Belanda mengeluarkan maklumat keseluruh negeri berisikan. “Akan memberikan hadiah yang besar kepada siapa saja yang dapat menangkap Mardjati alias Ratu Samban”.
Pada tanggal 24 Maret 1889 waktu tengah malam, Kolonial Belanda berhasil menagkap Ratu Samban dan di eksekusi diatas rakit, sebagaimana dua pejabat Belanda kala itu di eksekusi olehnya. Ratu Samban mati usai menjalani hukuman pancung dengan tangan terikat.Rau Samban dimakamkan oleh masyarakat di Desa Bintunan Kecamatan Batik Nau. Terpuruk diantara kebun karet dan sawit.
Pemerhati Sejarah dan Budaya tinggal di Bengkulu Kota