Jumat, April 19, 2024

Penyalahgunaan LPG 3 KG Diancam 6 Tahun Penjara

Pemerintah berencana mengubah subsidi LPG 3 Kilogram dan minyak tanah menjadi subsidi berbasis orang, dalam program perlindungan sosial alias bantuan nontunai.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan, jika disetujui, bantuan nontunai ini mulai diberlakukan pada Tahun 2022. Nantinya, penerima akan disesuaikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial (Kemensos) yang diperbarui.

“Transformasi ini mulai terjadi di Tahun 2022. Dilakukan dengan perbaikan sistem DTKS. Ini dilakukan dengan kerja sama pemerintah daerah dalam rangka updating, verifikasi dan validasi data, sehingga datanya semakin reliable dan akurat”.

Itu menutip Febrio dalam RDP Badan Anggaran DPR RI, Rabu (7/4/2021). Pergantian skema subsidi dilakukan kata Febrio, agar lebih tepat sasaran. Pasalnya, saat ini pemberian subsidi LPG maupun subsidi lainnya tidak tepat sasaran, karena ketidakakuratan data.

Hanya 36 persen saja dari total subsidi LPG 3 Kilogram yang dinikmati oleh 40 persen masyarakat termiskin. Di sisi lain, 40 persen orang terkaya justru menikmati 39,5 persen dari total subsidi.

“Kelihatan bahwa yang menikmati subsidi itu adalah orang yang justru yang tidak berhak. Inilah yang kita perbaiki ke depan. Datanya bisa kita acu ke DTKS. Dan ini sudah termasuk petani, nelayan. Jadi bisa kita pastikan semuanya itu bisa ter-cover” (Febrio dikutip dari money.kompas.com).

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Liquefied Petroleum Gas, terdapat dua jenis LPG yang beredar di masyarakat yaitu:
LPG Umum adalah LPG yang merupakan bahan bakar yang pengguna/penggunaannya, kemasannya, volume dan harganya tidak diberikan subsidi.

LPG Tertentu adalah LPG yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti penggunanya/penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang masih harus diberikan subsidi. LPG. Tertentu ini dikenal di masyarakat dengan sebutan LPG 3 Kg yang disubsidi pemerintah.

Dikarenakan LPG Tertentu tersebut diberikan subsidi oleh pemerintah, sehingga harga jual dimasyarakat semestinya jauh lebih murah dibanding harga LPG Umum. Tetapi fakta di lapangan bahwa harga jual LPG Tertentu atau LPG 3 Kg tersebut tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.

Hal ini terjadi karena dalam penyalurannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satunya disebabkan karena adanya oknum yang melakukan penyimpangan terhadap distribusi LPG 3 Kg, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Didalam Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi belum mengakomodir tentang ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga Gas yang disubsidi pemerintah. Hal tersebut disebabkan, karena pada saat undang-undang tersebut diterbitkan pemerintah hanya memberikan subsidi bagi bahan bakar minyak, sehingga gas belum termasuk barang yang diberikan subsidi oleh pemerintah.

Saat ini ketentuan pidana dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang lebih dkenal dengan istilah Omnibus Law, sehingga Pasal 55 berubah menjadi,  “Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (Enam puluh miliar rupiah)”.

Dengan adanya pengaturan sanksi pidana dalam kegiatan penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga liquefied petroleum gas tersebut, diharapkan dapat mengurangi potensi penyalahgunaan subsidi yang diberikan oleh pemerintah.

Related

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

Kupas News, Jakarta - Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab...

Modus Mafia Tanah di Ruang Peradilan

Oleh : Elfahmi Lubis Mafia Tanah sudah menggurita dan telah...

Kaum “Rebahan” Ditengah Isu Kerakyatan

Dimana posisi kaum "rebahan" atau kaum "mager" yang didominasi...

Polemik RUU Sisdiknas, Maksimalkah Uji Publik?

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd Mencermati draft Rancangan Undang-Undang Sistem...

Kiprah Parsadaan Harahap Hingga Duduki KPU RI

Sosok Persadaan Harahap atau yang sering disapa bang parsa,...