Jumat, Maret 29, 2024

Sengkarut ‘Busuk’ Proyek Pasar Tradisional Kota Bengkulu

Pedagang Kota Bengkulu dalam aksi protes beberapa waktu lalu

kupasbengkulu.com – Dari 10 pintu rezeki 9 diantaranya adalah berdagang, karenanya sebagian besar masyarakat memilih menjadi pedagang. Namun bagaimana, jika lahan berdagang semakin sempit dan dipersulit? Mungkin situasinya seperti yang terjadi di Kota Bengkulu saat ini, para pedagang menolak kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan.

Mengadu pada wakil rakyat yang duduk di kursi dewan atau marah, serta menangis saat lahannya diobrak-abrik adalah pilihan terakhir.

Pada 5 pasar di Kota Bengkulu ada ribuan pedagang yang menggantungkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan dasar, terutama Pedagang Kaki Lima (PKL). Menurut Komisi II DPRD Kota, sengkarut konflik pasar tidak kunjung usai sejak puluhan tahun lalu serta beberapa kali berganti kepala daerah.

Sebut saja konflik di Pasar Panorama yang dipicu revitalisasi menjadi Pasar Pencontohan Nasional (PPN). Konflik dimulai tahun 2011 disaat bangunan pasar dirobohkan untuk pendirian bangunan baru yang diklaim akan lebih layak untuk pedagang. Pemerintah Pusat telah memberi perhatian khusus kepada para pedagang dengan mengucurkan dana revitalisasi yang rencananya akan diberikan dalam tiga tahap.

Tahap pertama Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia (Kemendagri) mengucurkan dana Rp 9,3 miliar, tahap kedua Rp 8,5 miliar. Sayangnya karena konflik berkepanjangan pengucuran dana tahap ketiga batal dilaksanakan.

Kekisruhan terjadi saat pedagang yang seharusnya berhak mendapat tempat untuk ganti bangunan yang direvitalisasi malah tidak mendapatkan tempat. Upaya pemda melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota membagi jatah kios dan auning dengan cara pencabutan undian dirasa tidak relevan. Sebab pengundian dianggap hanya formalitas, karena nyatanya yang mendapatkan tempat adalah orang baru atau kerabat yang mengurusi pembagian kios, auning, termasuk pelataran PKL.

Tidak hanya persoalan pembagian tempat berjualan, pedagang juga mempersoalkan ukuran tempat yang tidak sesuai spesifikasi. Pedagang merasa lapak mereka begitu sempit, karena hanya seukuran meja terutama pedagang auning, sehingga menyulitkan ruang gerak mereka. Selain itu sarana lain seperti listrik, air dan tempat sampah juga belum tersedia.

Aksi Protes Pedagang Kota Bengkulu
Aksi Protes Pedagang Kota Bengkulu

Persoalan revitalisasi juga terjadi di Pasar Pagar Dewa dimana para pedagangnya berseteru dengan pihak pengelolanya Koperasi Bangun Wijaya. Pada November 2012 konflik antara pedagang dan Koperasi Bangun Wijaya kian meruncing, karena kios dan auning pedagang dibongkar pihak koperasi untuk proses revitalisasi pasar. Meski kios dan auning yang dibongkar tersebut adalah milik pedagang, namun tidak ada ganti rugi. Padahal aset pasar tersebut murni milik Pemda Kota yang dipihak-ketigakan pada koperasi. Tak pelak pedagang pun memberontak, hingga terjadi perkelahian.

Pedagang malahan dibebankan biaya pembangunan kios dan auning baru. Sementara PKL tidak dapat berjualan karena lokasi mereka dijadikan tempat parkir. Pedagang meminta Pemda Kota untuk bertindak mengatasi persoalan tersebut. Pemda sempat berniat mengambil alih pasar, namun hampir dua tahun dari kejadian tersebut pengambilalihan tak kunjung terlaksana.

Lain lagi dengan nasib ratusan pedagang Pasar Subuh yang kini dipindahkan ke Pasar Barukoto II. Sebelumnya pedagang yang menolak relokasi berulang kali melakukan protes kepada Pemda Kota karena menurut mereka berjualan di Pasar Subuh Jalan KZ.Abidin II jauh lebih memiliki peluang untuk menjajakan dagangan mereka, ketimbang di Pasar Barukoto II yang dikenal sebagai pasar mati.

Pedagang berpendapat kondisi Pasar Barukoto II tidak mendukung untuk dilakukan aktivitas jual beli, karena minimnya angkutan umum yang melintasi lokasi itu. Ditambah sarana dan prasarana pasar yang tidak memadai, sehingga jumlah pembeli pun sangat sedikit.

“Kami sudah coba berjualan disana, tapi tidak ada yang beli bukannya dapat untung kami malah rugi,” teriak pedagang saat pertemuan bersama pemerintah beberapa waktu lalu.

Pada 30 Mei 2013 ratusan pedagang pasar subuh dan mahasiswa saat menggelar aksi di depan kantor Wali Kota Bengkulu. Baik pedagang maupun mahasiswa membawa spanduk dan poster bernada penolakan relokasi. Pedagang mangatakan pihaknya telah mematuhi aturan mengenai waktu berjualan hingga jam 08.00 WIB.

Sementara Pemda Kota memiliki bukti berupa foto yang menyatakan masih banyak pedagang yang melanggar waktu berjualan. Karena terhitung 15 Mei 2013 pedagang telah sepakat untuk berjualan hingga jam 08.00 WIB, jika aturan tersebut dilanggar maka konsekwensinya pedagang akan direlokasi ke Pasar Barukoto II. Untuk menegakkan aturan tersebut setiap harinya pihak pemda kota memantau aktivitas pedagang.

Pedagang meyakinkan bahwa bukti foto yang ditunjukkan Walikota Bengkulu Helmi Hasan, SE sebagai bukti pedagang pasar subuh masih berjualan di atas jam 08.00 WIB adalah hasil rekayasa sehingga terjadi perdebatan. Mahasiswa yang ikut andil dalam orasi menyampaikan pernyataan sikap. Mahasiswa menuntut pemerintah harus melindungi keberadaan pedagang memberi bentuan modal, mengadakan pelatihan teknis, serta menyediakan lokasi berjualan yang memadai.

Meski demikian Pemda Kota tetap melakukan penertiban tempat berjualan pada malam hari, karena tidak terima pembongkaran pedagang sempat melawan. Dalam aksi protes relokasi, 10 pedagang diciduk atas tuduhan memprovokasi.

Setelah rentetan konflik antara pemda kota dan pedagang itu Pemda membuat kebijakan menaikan tarif retribusi yang mengacu Perda Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Retribusi Pelayanan Pasar. Dalam perda tersebut besaran retribusi los semi permanen sebesar Rp 10 ribu/bulan, los permanen Rp 15 ribu/bulan. Kios semi permanen Rp 12.500/bulan, kios permanen Rp 25 ribu/bulan dan pelataran sebesar Rp 2.000/hari.

Sedangkan pedagang tetap mengingingkan retribusi sesuai Perda Retribusi Pasar Nomor 9 Tahun 1999, yang menyebutkan retribusi los semi permanen sebesar Rp 3.250/bulan, los permanen sebesar Rp 4.275/perbulan. Retribusi kios semi permanen Rp 4.450/bulan, kios permanen sebesar Rp 5.55/bulan. Sementara toko permanen Rp 8.150/bulan dan pelataran Rp 750/hari.

Ketika rapat dengar pendapat bersama dewan kota pedagang meminta agar dewan menyampaikannya kepada Pemda Kota. “Terlalu banyak beban kami diusir kesana diusir kesini, kini retribusinya juga dinaikkan kami bayar pakai apa? Jangan tindas kami masyarakat kecil yang mencari makan di kaki lima demi uang Rp 20 ribu-Rp 30 ribu, sementara pelaku koruspsi berleha-leha,” ujar salah seorang PKL, Nainggolan.

Etri Hayati

 

Related

Lawakan Felix Seda yang Lecehkan Najwa Sihab Berakhir Minta Maaf

Lawakan Felix Seda yang Lecehkan Najwa Sihab Berakhir Minta...

Kalah dari Jepang, Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Babak 16 Besar Jika Ini Terjadi

Kalah dari Jepang, Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke...

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye ...

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye ...

DPMD Seluma Segera Tindaklanjuti Penguduran Diri Kades Kungkai Baru

DPMD Seluma Segera Tindaklanjuti Penguduran Diri Kades Kungkai Baru ...