kupasbengkulu.com – Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bengkulu dari tahun 2009 hingga 2013 sempat naik turun. Seperti yang tercatat pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA), pada tahun 2009 tercatat 141 kasus dan sempat menurun di 2010 menjadi 133 kasus.
Kemudian angka kembali meningkat menjadi 442 kasus pada tahun 2011, lalu turun menjadi 384 kasus pada 2012. Secara mengejutkan terjadi peningkatan drastis pada tahun 2013 yang mencatat 655 kasus. Untuk Tahun ini masih menunggu data persemester yang akan turun pada akhir Juli 2014. Hingga toal lima tahun tersebut mencapai 1.755 kasus.
Kabupaten dan kota yang tercatat memiliki kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak paling tinggi pada tahun 2013 adalah Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong. Untuk Kota Bengkulu, tercatat 270 kasus kekerasan fisik dan 29 seksual, sedangkan Rejang Lebong terjadi 148 kekerasan fisik, 37 seksual, dan 14 penelantaran.
Untuk mengurangi angka kekerasan pada anak adan perempuan, harus dimulai dari diri sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Foritha Ramadhani Wati, Sekretaris PP&PA.
“Korban kekerasan cenderung takut untuk melaporkan karena kadang perempuan ini kan takut nanti suaminya langsung ditangkap kalau langsung melapor ke polisi, kemudian takut kalau aib keluarga jadi diketahui orang banyak.Padahal kasus seperti ini kalau di diamkan tidak akan memberikan efek jera. Kan sudah ada undang undangnya, jadi penanganan kasus kekerasan punya dasar yang jelas. Sebab itu kita harapkan masyarakat mau melaporkan kasus semacam ini ke kita, karena kita akan membantu untuk mengkoordinasikan dengan pihak terkait dan mencari solusi. Disini kami juga punya bidang khusus untuk melayani kasus semacam ini yaitu pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (P2TP2A)” katanya.
Foritha menambahkan peran masyarakat dan lingkungan juga sangat diharapkan untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan cara memberi pendidikan yang baik. Kemudian media juga diharapkan mampu membantu memberi informasi terhadap kasus ini.
“Kita juga harapkan peran media ya, karena biasanya jika kita melihat kasus terjadi dan dimuat dalam media kita langsung jemput bola untuk membantu,sebab P2TP2A ini masih baru jadi masih banyak yang belum tahu” tutup Foritha.(cr10)