Penulis: Ferizal Adek
Tradisi cukur rambut hingga suami menggundul kepalanya, saat punya anak pertama, kini tidak dilakukan lagi masyarakat Suku Rejang. Mungkin itu pengaruh era modernisasi, sehingga warisan tradisi nenek moyang tersebut tidak diterapkan lagi.
Mencukur rambut anak pertama dan ayahnyapun ikut mengundulkan kepalanya, dahulu wajib dilakukan, seperti yang ada pada Suku Rejang khususnya di Kabupaten Bengkulu Tengah.
Konon, ritual ini mempunyai filosofi bahwa Sang suami sudah menjadi bapak, bertanggungjawab dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Tradisi cukur rambut ini bertanda pasangan suami isteri sudah punya anak, mempunyai tanggungjawab. Biasanya, jika bayi ini sudah masuk usia 40 hari nantinya, sering masyarakat Rejang mengatakan “Du’o cupik mbiyoa “. Termasuk masa anak dimandikan ke sungai. Sayangnya, tradisi yang dahulunya sempat membudaya itu kini pupus dimakan zaman.
Peran Tokoh Masyarakat
melihat kondisi teradisi dan budaya Suku Rejang yang mulai beransur lenyap, seharusnya para pemuka dan tokoh masyarakat yang ada, harus mengingatkan generasi muda, untuk memelihara tradisi dan budaya Rejang yang ada, agar tidak punah digilas zaman, atau masuknya tradisi dan budaya luar kedalam tatanan masyarakat Suku Rejang.
Ironis memangh kalau semua yang dimiliki itu hilang lenyap. Padahal itulah salah ciri atau identitas Suku Rejang, sebagai salah satu tertua di Pulau Sumatera.
Selain itu, peran pemerintah daerah, tentunya sangat diperlukan dan intens melihat, mengqamati, mencegah pupusnya tradisi dan budaya yang ada. Bila tidak perduli dengan apa yang menjadi warisan nenek moyang, maka jangan harap generasi Rejang nantinya punya identitas kearifan lokal.
Padahal potensi lokal yang ada dan dikembangkan, banyak sisi positifnya dapat di raih untuk masyarakat dan kabupaten setempat. paling tidak, keunikan yang ada pada cukur rambut anak pertama itu, menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan lokal, nasional ataupun internasional, yang berekses pada perekonomian daerah.
Jurnalis