Minggu, Juli 6, 2025

HUT Bhayangkara ke-79 Usung Tema Polri untuk Masyarakat

Bengkulu InteraktifPT. Interaktif Media Siber. All Rights Reserved.Bengkulu Interaktif 2016 - Bengkulu Interaktif.Contact InformationHead Office:Jalan Batanghari No. 15, Komp. PU Pracetak, Tanah Patah,...
BerandaDAERAHBENGKULU UTARABahasa Enggano Diambang Kepunahan

Bahasa Enggano Diambang Kepunahan

Semiar Penyelamatan masyarakat Enggano sebuah keharusan yang digelar AJI Kota Bengkulu, AMAN, dan kupasbengkulu.com
Semiar Penyelamatan masyarakat Enggano sebuah keharusan yang digelar AJI Kota Bengkulu, AMAN, dan kupasbengkulu.com

kupasbengkulu.com – Kepala Suku Kaitora Enggano, Rafli Zein Kaitora, mengatakan saat ini masyarakat Enggano sedang mengalami kemunduran dalam hal budaya. Ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa Enggano sebagai “bahasa ibu” di pulau tersebut, sudah sangat jarang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.

“Belakangan, bahasa Enggano hanya digunakan pada hal-hal yang tidak begitu penting. Misal menyuruh anak membuat minum pada saat ada tamu. Tapi sehari-hari anak dan orang tua komunikasi sudah menggunakan bahasa Indonesia. Ini yang dikhawatirkan,” kata Rafli, Senin (05/01/2015).

(Baca juga: Kepala Suku: “Modus Pendatang ke Enggano Hanya Minta Tanah Adat”)

Untuk tetap mempertahankan keutuhan budaya Enggano, sejumlah kepala suku sudah pernah mendatangi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Bengkulu Utara, meminta agar bahasa dan budaya Enggano dimasukkan menjadi pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah di Enggano. Namun sayang, hingga sayang ini permintaan mereka belum digubris.

Sebagaimana diketahui, di Enggano terdapat lima suku asli, antara lain suku Kaitora, Kauno, Kaahoaw, Kaarubi, Kaharuba, serta suku Kamay, yang merupakan suku yang disematkan pada masyarakat pendatang.

“Kami para kepala suku sudah minta ke Dikbud Bengkulu Utara agar bahasa dan budaya Enggano dimasukkan menjadi pelajaran muatan lokal. Tapi sampai sekarang tidak digubris, ini yang kami sayangkan. Enggano kurang diperhatikan. Justru pemerintah pusat yang tampaknya lebih memperhatikan Enggano,” kata Rafli.

Rafli juga mengungkapkan banyak masyarakat Enggano yang dengan sendirinya keluar dari masyarakat adat Enggano. Anak-anak Enggano sudah banyak yang pindah untuk belajar ke kota dan semakin melupakan budaya Enggano yang kental.

“Saya lihat yang diperhatikan sama pemerintah Bengkulu Utara hanya pegawai saja, bagaimana cara menggaji mereka. Sementara urusan listrik untuk menunjang pendidikan dan infrastruktur sangat diharapkan karena sejauh ini masih menggunakan tenaga surya,” demikian Rafli. (val)