Jumat, Mei 17, 2024

Dasar-dasar Kepercayaan

M Azzam Prihatno
M Azzam Prihatno

Oleh M. Azam Prihatno

I. Joni (nama samaran) adalah seorang pemuda produk dari keluarga yang rusak. Kondisi ini mengakibatkan Joni menjadi seseorang yang mencari penghidupan di dunia jalanan.

Dia hidup pada dunia yang keras dan penuh tantangan. Sejak usia belia ia telah terbiasa hidup dan berteman dengan mereka, yang biasa disebut, sampah masyarakat.

Disanalah ia membentuk jadi dirinya dan disana pula ia berusaha memenuhi basic needs-nya.

Dari kehidupan yang seperti ini terciptalah seorang Joni yang tidak takut pada tantangan sekeras apapun. Ia tidak takut kehidupannya tidak akan berlangsung, tidak takut melanggar norma-norma formal yang melingkupinya.

Ia berani hidup dalam suasana yang sekeras apapun, bahkan ia tidak takut pada taruhan nyawa yang sangat mungkin akan menimpa dirinya, ia tidak takut mati.

Akan tetapi ada suatu hal yang sangat aneh pada dirinya, ia tidak berani pada suatu kegelapan, ia tidak dapat tidur apabila suasananya gelap, sehingga ia akan selalu menghindar dari keadaan yang membuat dirinya akan berada dalam kegelapan.

Ia tidak tahu kenapa dirinya sangat takut pada kondisi itu, ia pernah mencoba untuk merubahnya tapi ia tidak mampu.

II. Kakek Bejo (nama samaran) hidup di suatu pedalaman yang masih terisolasi.

Ia cukup dipandang di mata peduduk. Karena ia memiliki kharisma. Orang-orang selalu bertanya padanya akan suatu hal yang memberatkannya.

Kakek Bejo memelihara seekor burung Nuri yang sangat dicintainya, ia memberikan sangkar yang indah dan pemeliharannya yang sebaik-baiknya, walaupun ia bukanlah seorang yang memiliki kekayaan yang berlebih (atau miskin), tetapi ia akan mendahulukan untuk burungnya daripada yang lainnya.

Hal ini menurut dia merupakan manifestasi dari cintanya.

Apa yang dapat kita tangkap dari 2 ilustrasi di atas?

Dari ilustrasi pertama kita melihat ada suatu ketakutan yang tidak logis yang dialami Joni. Dan ilustrasi kedua ada suatu rasa cinta pada suatu hal yang tidak ekonomis, tidak rasional.
Rasa takut dan rasa cinta yang tidak logis. Kenapa ini terdapat pada diri manusia? Ini bukan merupakan fenomena akan tetapi ini adalah hal yang universal, setiap manusia memiliki hal ini. Dan ini jugalah yang membedakan eksistensi manusia dengan hewan.

Sayyed Hussein Nasr mengatakan dalam bukunya “Menjelajah Dunia Modern” hal 17.

“Islam adalah agama yang datang bukan untuk membawa sesuatu yang baru, melainkan untuk menegaskan kembali kebenaran tauhid yang selalu ada. Islam adalah agama universal, agama primordial”

Salah satu bentuk dari pemaknaan tauhid adalah rasa takut dan rasa cinta yang diarahkan kepada sesuatu. Bila kita menelaah pendapat dari SH Nasser di atas maka arahan yang jelas telah diberikan Allah SWT terhadap manusia dan itu merupakan fitrah.

Akan tetapi Joni dan kakek Bejo ternyata pemaknaan tauhidnya pada sesuatu yang salah. Fenomena ini terjadi akibat adanya benturan fisik dan psikologis pada diri manusia sehingga terjadi pergeseran-pergeseran fitrah dan karena itu maka Rasul dan Nabi diperlukan, untuk kembali menyadarkan fungsi kehadiran manusia di muka bumi.

Terlepas dari salah atau benarnya yang telah dilakukan oleh Joni dan kakek Bejo, yang pasti bahwa manusia tidak bisa melepaskan dasar-dasar kepercayaan yang Inheren, hanya bentuk permaknaannya yang berbeda.

Selain dari itu ilustrasi kedua, kita dapat menangkap satu makna yaitu pengorbanan yang tidak ekonomis yang dilakukan oleh kakek Bejo. Suatu pengorbanan yang kalau diperspektifkan dari kacamata ekonomi merupakan pengorbanan yang konyol. Pengorbanan yang tidak semestinya dilakukan.

Dasar-dasar kepercayaan (cinta, takut dan pengorbanan) yang dimaknai oleh Joni dan kakek Bejo seperti telah dikatakan di atas perlu dilakukan pelurusan, bila tidak ingin eksistensi kemanusiannya tereksternalisasi dalam bentuk yang tidak benar, dan harus mengarahkannya kepada sesuatu yang memang benar sesuatu kebenaran yang telah menjadi milik manusia sejak manusia pertama hadir.

Untuk mengetahui kebenaran yang benar-benar hakiki maka kita harus mencarinyadari sesuatu Yang Tunggal Absolut, sehingga kebenaran yang akan didapat bukan merupakan kebenaran yang ambivalen.

Islam seperti yang dikatakan oleh SH. Nasser di atas memberilan petunjukanya mengenai hal tersebut melalui wahyu-Nya, seperti yang terdapat dalam Surat Al-Anbiya : 25

“Dan tidaklah kami mengutus sebelummu (Muhammad) seorang rasul pun kecuali kami wahyukan kepadanya, bahwa sesungguhnya tidak ada ilah kecuali Aku, maka sembahlah Aku”

Para pengkaji agama-agama seperti Huston Smith, Jhon L Esposito, Jhon O Voll (non muslim), Fazlur Rahman, Nurcholis Majid (Muslim) berpendapat bahwa hanya Islam lah yang merupakan satu-satunya agama yang bersifat Monotheisme Absolut.

Dengan demikian kalau kita mencari kebenaran dari Islam, maka yang didapat mustahil ambivalen. Dan Islam mengajarkan bahwa kebenaran itu hanya Allah yang mutlak.
Jadi dalam membahasakan dasar-dasar kepercayaan bukan berpijak pada kesenangan akan tetapi berpijak pada kebenaran.

Sekarang kebenaran itu hanyalah Tuhan Allah SWT, dan Allah memberikan jalan dengan doktrin tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.

Pemaknaan dari konsep Syahadatein sebagai konsekuensi logis dari fitrah manusia, yaitu setiap manusia memiliki rasa cinta, rasa takut dan jiwa pengorbanan mengandung arti bahwa setiap manusia harus membebaskan diri dari setiap kepercayaan yang tidak benar.

Dengan demikian manusia mangarahkan dasar-dasar kepercayaannya kepada kebenaran. Ia cinta kepada kebenaran.

Takut apabila ia tidak mendapatkan kebenaran. Dan dengan segenap potensi yang dimilikinya ia rela berkorban untuk memperjuangkan kebenaran.

Seperti inilah mungkin yang dimaksud dengan manusia sempurna. Manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dalam bentuk yang diinginkan oleh “Sang kebenaran”.

Untuk dapat menjadikan dirinya sebagai manusia sempurna, ia harus mengikis habis paham-paham seperti Joni-isme dan kakek Bejo-isme, atau dengan bahasa universalnya, ia harus mengkritisi nilai-nilai kepercayaan tradisional.(**)

Kesimpulan:

  1. Setiap manusia memiliki dasar-dasar kepercayaan dan hal tersebut bersifat primordial.
  2. Dasar-dasar kepercayaan yang dimiliki manusia karena mengalami benturan-benturan fisik dan psikologis sering termanifestasi dalam bentuk yang salah.
  3. Islam hadir untuk meluruskannya kembali melalui konsep-konsep Syahadatein.

Related

Pesantren Darrun Nur Dukung Pemerintah Tolak Paham Radikalisme dan Terorisme

Kupas News, Bengkulu - Negara indonesia yang terdiri dari...

Saat Reses, Okti Temukan Pelajar Tak Hafal Al-fatihah

Seluma, kupasbengkulu.com - Wakil Ketua II DPRD Seluma Okti...

Data Kependudukan CJH Tanggungjawab Capil

Seluma, kupasbengkulu.com - Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakan Kemenag...

Cegah Konflik Horizontal, Pemda Batasi Aliran Salafi

Seluma, kupasbengkulu.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Seluma Irihadi mengatakan,...

Hafal Surat Al – Ikhlas Massa 212 Diberikan Makanan Gratis

Kota Bengkulu,Kupaebengkulu.com- Sebagai bentuk solidaritas umat muslim yang menggelar...