Kamis, April 25, 2024

‘’Jikalau Bengkulu Berganti Bencoolen”

Pertengahan Tahun 2008, sempat terdengar ada wacana mengantikan nama Ibukota Provinsi Bengkulu  menjadi Bencoolen, seperti dipakai Koloni Inggris. Sebenarnya awal terbentuknya provinsi, juga diusulkan tetap nama Benkolen yang dipakai Koloni Belanda.

Argumentasipun beragam dilontarkan. Ada yang berdalih   nama Negeri Bencoolen, Benkoelen itu tertulis dalam berbagai naskah kolonial. Alasaan lainnya kalau kedua nama itu lebih memiliki nilai historis dalam, terutama bila disimak dalam  Traktat London 17 Maret 1824, ketimbang nama Negeri Bengkulu.

Traktat London

Kiranya perlu diingat, bahwa Bengkulu merupakan daerah yang terakhir diserahkan koloni Inggris kepada koloni Belanda pada 6 April 1825. Meskipun pelaksanaannya, Inggris baru ‘berasak’ dari Bengkulu 1827. Menyusul wilayah Air Bangis, Natal, Barus dan Tapanuli pada bulan Juni 1825.

Sekedar mengingatkan kembali, bahwa Traktat London merupakan perjanjian (MOU) antara Inggris dengan Belanda. Inggris melepaskan kekuasaannya atas Pulau Sumatera, dengan kompensasi Inggris memperoleh wilayah kekuasaan Belanda di Afrika Selatan, Srilangka dan Singapura. Sementara Belanda mendapatkan menguasai Pulau Sumatera.

Apakah ini yang akan dijadikan dasar untuk mengubah nama negeri Bengkulu menjadi Bencoolen? Apakah benar demikian?  Kalau tidak bernuaansa politik (Menggelindingkan bola salju) untuk mengalihkan perhatian masyarakat, dari carutmarutnya masalah yang ada di provinsi ini, entah apalagi.

Saat ini, paling tidak dalam tiga tahun terakhir ini, nama Bencoolen itu muncul lagi dan terus dipopulerkan oleh sekelompok orang, Melihat hal ini, paling tidak penulis ingin mengtakanan jawabannya adalah:

Kata Bengkulu

Kata Bengkulu diambil dari bahasa Hyunan klasik (China daratan) yang diadopsi kedalam bahasa Malayu. Kata Bengkulu terdiri dari dua (2) suku kata yaitu Bengku – Lu, Bengku berarti Batang dan kata Lu berarti Air. Karena itu orang Bengkulu Kota (Malayu kota) menyebut Sungai dengan Batang Air. Sedangkan di Sumatera Selatan pada umumnya orang menyebut kata Sungai dengan Batang Hari. Kata yang diambil (Adopsi) dari bahasa India klasik (Sansekerta) yaitu kata Chandra-Bhaga.

Dalam Kamus “Logat Malayu” yang disusun oleh D.IKEN dan E. HARAHAP Tahun 1915 disebutkan kata Bengku berarti Batang. Dalam bahasa Manado kata Bengku berarti Pohon atau Batang, dan dalam bahasa Bengkulu Kota (Malayu kota) kata Bengku juga berarti Batang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1996 pada halaman 117, kata Bengku berarti Pohon. Jadi dengan demikian, naif kalau ada yang  ingin mengganti nama Negeri Bengkulu dengan kata Negeri Bencoolen.

Selain itu bahasa China juga banyak diadopsi kedalam bahasa daerah di Provinsi Bengkulu. Sebagai contoh, untuk menyebut mata uang dalam Bahasa Bengkulu kota. Uang disebut dengan kata Moce asal kata Mo-Cien (Ma-Cien). Dalam Mahasa Manna (Bengkulu Selatan) disebut Tanci, asal kata Tha-Cien. Dalam Bahasa Rejang disebut Caci, asal kata Cha-Cien.

Kata uang yang dimaksud masyarakat di Provinsi Bengkulu itu, berasal dari kata mata uang China yaitu Cien Ma (Chien-Ma), yang beredar pada Tahun 421 Masehi. Mata uang itu pernah ditemukan di Pulau Enggano. Mata uang yang sama juga beredar di Kerajaan Tarumanagara (Jakarta), dan Kerajaan Criviyaya (Sriwijaya) Palembang.

Dampak Penggantian

Perlu banyak disadari oleh pengagas pelontar wacana perubahan nama Negeri Bengkulu menjadi Bencoolen mapun Benkoelen, perubahan nama bukanlah tidak membawa konsekwensi. Baik secara Nasional maupun dampak Internasional.

Nasional

Semakin mengkaburkan sejarah asal-usul negeri Bengkulu itu sendiri.
Perubahan pada peta yang digunakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) AU,AL dan AD.
Perubahan pada peta perdagangan yang digunakan para bisnis nasional.
Perubahan pada peta penerbangan nasional.
Perubahan pada peta pelayaran nasional.
Perubahan pada peta pendidikan nasional.
Tujuan wisata nasional

Internasional

Perubahan pada peta perdagangan Internasional.
Perubahan pada peta pelayaran Internasional.
Perubahan pada berbagai sistem otomatic peralatan canggih yang menggunakan / berkaitan dengan peta Internasional.
Perubahan pada peta penerbangan Internasional.
Perubahan pada peta pendidikan secara Internasional.
Peta tujuan wisata, baik nasional maupun internasional.

Dampak tersebut diatas,  merupakan gambaran secara umum, yang mungkin akan timbul dari perubahan sebuah nama yang tidak penting dan mubazir. Masyarakat harus berfikir lebih jernih dalam menghadapi berbagai masalah di Provinsi Bengkulu ini, khususnya soal popularitas nama yang dipakai koloni.

*Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu/Alumni Universitas Ialam Djakarta.

 

 

Related

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

Kupas News, Jakarta - Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab...

Modus Mafia Tanah di Ruang Peradilan

Oleh : Elfahmi Lubis Mafia Tanah sudah menggurita dan telah...

Kaum “Rebahan” Ditengah Isu Kerakyatan

Dimana posisi kaum "rebahan" atau kaum "mager" yang didominasi...

Polemik RUU Sisdiknas, Maksimalkah Uji Publik?

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd Mencermati draft Rancangan Undang-Undang Sistem...

Kiprah Parsadaan Harahap Hingga Duduki KPU RI

Sosok Persadaan Harahap atau yang sering disapa bang parsa,...