kupasbengkulu.com – Petai? Mungkin tidak asing lagi dengan nama itu. Ya, buah jenis lalap atau ulam ini kerap dijual di pinggir jalanan di Kabupaten Bengkulu Tengah. Nah, sekarang buah yang mengeluarkan bau ini telah memasuki musimnya.
Di sepanjang jalanan Taba Penanjung hingga pinggir jalan hutan rakyat, sebelum kawasan liku sembilan, tampak beberapa penjual petai menjajaki jualannya menunggu sang pembeli. Meskipun hanya menjual beberapa ikat saja, mereka tetap betah menunggu dagangannya.
Berapa harga buah yang mengeluarkan bau menyengat ini? Anda cukup mengeluarkan kocek sebesar Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu sudah bisa membawa pulang satu ikat untuk dijadikan ulam saat anda bersantap. Dalam satu ikatnya berisi sepuluh papan.
”Kalau dulu dapatlah Rp 10 ribu seikat, sekarang sudah tidak bisa karena petai makin jarang,” kata Yoyon, salah seorang penjual petai, saat ditemui kupasbengkulu.com, Jumat (15/8/2014).
Ia mengaku, memperoleh petai pengumpul artinya, dirinya penjual kedua. Sementara Tini, mengaku, petai yang ia jual didapat dari kebun sendiri. Meskipun dari kebun sendiri harga petai jualannya pun sama.
”Kita memang jual harganya begitu, kalau dulu iya bisa seribu sepapan. Sekarang petai makin jarang. Batangnya sudah banyak yang tua dan tidak banyak lagi buahnya. Kalau untuk nanam lagi agak susah, petai ini rumit perawatannya,” jelas Tini.
Rata-rata para pengumpul dan penjual ini mendapatkan buah beraroma khas ini, dari pohon tua yang memang telah lama ada di kebun mereka ataupun hutan. Padahal, jika mampu dibudidaya dengan telaten, petai bisa menjadi komoditas yang menjanjikan.(cr10)