Minggu, Juni 29, 2025

Gubernur Helmi Apresiasi Kinerja Tim Pendamping Haji Bengkulu 2025

Bengkulu InteraktifPT. Interaktif Media Siber. All Rights Reserved.Bengkulu Interaktif 2016 - Bengkulu Interaktif.Contact InformationHead Office:Jalan Batanghari No. 15, Komp. PU Pracetak, Tanah Patah,...
BerandaHUKUM DAN PERISTIWAMaaf Isteri untuk Suami, Ruang Sidang Penuh Tangis

Maaf Isteri untuk Suami, Ruang Sidang Penuh Tangis

illustrasi/sumber foto: sinarharapan
illustrasi/sumber foto: sinarharapan

Palembang, kupasbengkulu.com – Ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau, Sumatera Selatan tiba-tiba menjadi lautan air mata. Suami yang jadi pelaku, istri yang jadi korban dan anak yang dipeluk ibunya, semua menangis. Jaksa akhirnya larut dan air mata perlahan jatuh dari sudut matanya.

Sidang tersebut bermula saat si suami, Dephi memukul istrinya, Emi pada 2012 silam. Setelah dipukul, Emi lalu melaporkan ke polisi atas apa yang ia alami. Secepat kilat, Dephi diperiksa dan ditahan di LP dan kasus pun bergulir ke pengadilan.

Saat sidang inilah, suasana menjadi haru biru. Dephi didakwa jaksa dengan Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pencegahan KDRT dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Keinginan Emi mencabut aduan terhambat pasal 75 KUHP. Emi, perempuan berusia 30-an itu berlinang air mata mendapati nasib suaminya jika harus dipenjara selama 5 tahun lamanya. Di sebelahnya, suaminya tidak mampu membendung tangisnya.

Sambil memangku anak terkecilnya yang tertidur dan sedang sakit serta memeluk kedua anak laki-lakinya yang lain, Dephi berucap lirih telah menyesal memukul istrinya dua kali di kepala. Pemukulan itu hanya dipicu selisih mulut masalah ekonomi keluarga.

Dephi mengaku dirinya malu karena telah memukul istrinya yang melahirkan anak-anak yang tengah ada dalam pelukannya, sehingga membuat dirinya menderita terpisah dari anak-anaknya yang teramat dicintainya. Begitu juga dengan Emi.

Kepada majelis hakim yang diketuai Syamsul Arief, Emi mengatakan sejak suaminya ditahan, anak-anaknya telah jatuh sakit karena kehilangan ayahnya yang seharusnya ada untuk meninabobokan anak-anak mereka menjelang tidur.

Tangis Emi di ruang sidang semakin tidak tertahan saat menceritakan ia harus membohongi anak-anaknya dengan mengatakan Ayah mereka harus bekerja siang malam di Kantor Lembaga Pemasyarakatan.

Emi lalu mengiba di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menyerahkan surat pernyataan pencabutan laporan pidana suaminya. Emi sudah memaafkan Dephi, suami yang dicintainya. Setelah itu, mereka berpelukan.

Tiba-tiba suasana menjadi lautan air mata. Sore itu, fragmen air mata hadir di pengadilan. Di sudut kanan, JPU berkali-kali mengusap matanya yang basah.

Tidak ada kemarahan, tidak ada dendam.

Majelis hakim yang beranggotakan Moris Sihombing dan Hendra Halomoan akhirnya memutuskan mengabulkan permohonan pencabutan perkara yang diajukan Emi dan menyatakan penuntutan perkara tidak dapat diterima.

“Jaksa menerima dan putusan itu telah berkekuatan hukum tetap,” kata ketua majelis hakim Syamsul Arief kepada detikcom, Senin (22/12/2014),

Putusan ini senada dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan pencabutan perkara kasus KDRT atas terdakwa Sidarta. Kakek berusia 60 tahun itu menganiaya suaminya, Kamini. Tapi saat Kamini hendak mencabut aduannya, Pasal 75 KUHP menghambat Kamini untuk mencabut laporannya. Siapa nyana, MA mengabulkan permohonan pencabutan itu dan loloslah Sidarta dari ancaman pidana.

“Keterlambatan pencabutan pengaduan saksi korban, jangan dimaknai secara legalistic positivic, tetapi lebih dimaknai penyelesaian secara damai berkeadilan yang menguntungkan saksi korban dan terdakwa demi terciptanya kebenaran dan keadilan,” putus hakim agung Zaharudin, Surya Jaya dan Suhadi dengan suara bulat.

detik.com