Setiap negeri memiliki budaya dan sejarahnya (Histoculture). Itulah bagian dari peradaban, yang merupakan identitas dan jati diri anak negeri yang mengajawantah dan betuk fisik maupun non fisik.
Tidak banyak orang yang menguak, mengungkapkan kembali tentang peradaban masa lampau Negeri Bengkulu. Histoculture negeri ini seakan teggelam bersama modernisasi dan dalamnya Samudera Hindia yang menghampar luas di ufuk barat Pulau Chin-Chou, Swarnadwipa, sebutan lain Pulau Sumatera Indonesia.
Negeri Bengkulu Tahun 1940. net
Kini Tahun 2019, era super milinial. Kabut histoculture itu tampaknya kian tebal menebal. Butuh kemauan dan kemampuan ekstra lebih untuk menguaknya. Histoculture itu kini diliputi story, mitos dan mistis menyeliputi perjalanan panjang history anak negeri. Kini minim akan babat dan kronik-kronik yang dapat dijadikan letera untuk cahaya menguak kabut kebenaran histoculture itu.
Histoculture itu kini kian meredup. Sudah terlalu jauh untuk ditelusuri . Jauh masuk kedalam lorong-lorong tambang emas, sehingga sukar untuk menentukan dimana ujung dan dimana pangkal. ‘Kusut tak berujung diantara pemintal benang’.
Pembangunan masa kini tanpa mengindahkan histoculture. Tanpa kesiambungan. Gema dan denyutan panjang histoculture Negeri Bengkulu seakan disirnakan. Serimonial dipampangkan utuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Penelitian Sains terhenti. Jadilah kini Negeri Bengkulu dari ujung Kabupaten Mukomuko hingga Kaur menjadi negeri yang kering kerontang dari sumber daya penelitian dan keperdulian. Sementara orang yag perduli terhadap histoculture telah banyak berlalu ditelan masa.
histoculture Negeri Bengkulu kini Provinsi Bengkulu butuh kepedulian dalam mengungkapkan histoculture Bengkulu sesuai fakta dan perjalan panjang negeri ini. Paling tidak dimulai dari eksodus China pertama 264-195 Sebelum Masehi. Banyak yang tersurat dan tersirat bila pengungkapan dilakukan dalam naskah kuno. Meskipun dalam perjalannya banyak berbaur antara strory dan history yang mestinya terpisahkan.
(Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu, Alumni Universitas Islam Djakarta)