
Oleh: Liona Aprisof*
Gelisah. Tentang suasana hati yang bisa membuatmu tidak tenang, tidak tenteram, dan cemas. Saat gelisah, kita lupa berbuat. Kadang memilih menjadi penggerutu. Dengan begitu, kita harus bisa merelakan semua berakhir dengan sia-sia. Setiap pilihan mengandung akibat.
Lalu apa perlu menjadi gelisah ?
Seorang filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche, menyatakan menjadikan orang gelisah adalah tugas untuk dirinya.
Ketika orang sibuk membuat kotak demi kotak. Dengan penamaan yang berbeda pulalah. Dua orang laki-laki ini justru sibuk mewujudkan kegelisahannya. Di kota kecil bernama Bengkulu, pada tahun 2000 keadaanya belum mencukupi apa-apa. Semampu mereka mengumpulkan manusia-manusia yang ‘mau’ gelisah untuk menikmati sepuluh gelas kopi hitam dengan bebas. Asalkan, mau bicara kesenian!
“Idealis itu akan gugur karena kebodohan,” ungkap salah satunya.
Petang itu bersama seorang laki-laki. Ia, Edi ahmadmembagi ingatan tentang seorang teman-teman lainnya ;
Agus Setiawan. Ia kenang sebagai seorang pengatur yang handal. Ia bisa menghilang tiba-tiba, lalu hadir kembali dengan konsep lengkap dengan setumpuk berkas. Setelahnya, mereka ‘bekerja’ kembali mewujudkan kegelisahan. Merekalah dua orang yang merawat kegelisahan dengan arif.
Berdiri pada bulan November tahun 2004. Awalnya bernama Rumah Proses. Sebab, mereka gemar ngopi di warung. ‘Kita namakan kedai saja,’ sarannya. Seorang teman yang lain bernama Kijoen. Mereka dengan latar belakang pegiat teater dan sastra pada bulan April 2005 melaksanakan lomba cipta baca puisi untuk pelajar.
Mereka mulai serius mengurusi, dengan menetapkan Iskandar sebagai yang mengetuai, manajemen oleh Agus Setiawan, pertunjukkan oleh Edi Ahmad.
Ada kata ; mau, bekerja, dan ada. Inilah proses.
Lalu pelan-pelan, teman-teman lain datang dan sekaligus pergi dengan cara berbeda. Tahun 2007, Agus Setiawan pergi. Selang lima tahun kemudian, Iskandar pergi.
Tak satu pun patut disesali. Ia telah dinamakan sebuah proses. Ia mengaliri kehidupan. Edi Ahmad, yang mungkin dianggap sendiri mengurusi. Tetapi baginya, persoalan hidup akan menambah kreatifitas.
Tahun 2012, mereka datang lagi. Manusia-manusia yang mau, lalu bekerja dan mereka ada. Mereka beraktifitas. Menghidupi ruang yang mereka kerjai habis-habisan. Silah singgah di kedai ini. Sekadar minum segelas kopi hitam sambil menikmati proses yang mereka sajikan di kedai teater, kedai sastra, kedai musik, kedai rupa, dan kedai kreatif. Tak ada yang aneh, ada yang gila. Tetapi kegilaan adalah kearifan bagi yang mereka jalani. Salam proses yang masih ‘ada’…
Catatan Karya:
Tribute to Chairil Anwar
Chairil Anwar tidak dipungkiri lagi adalah sastrawan yang karyanya begitu kuat pengaruh dan artinya bagi perkembangan sastra Indonesia. Kedai Proses pada bulan kelahiran Chairil Anwar mengadakan ‘Tribute to Chairil Anwar”. Sebuah acara baca dan musikalisasi puisi.
Ekspedisi Enggano
Perjalanan tim ekspedisi yang beranggotakan enam orang ke empat pulau yang ada di sekitar pulau Enggano pada bulan September 2013 yaitu ke pulau Satu, pulau Dua, pulau Merbau dan Pulau Bangkai. Ekspedisi ini dilaksanakan selama lima hari dengan kegiatan Bakti Sosial, Baca Sastra dan Akustik dan ramah tamah dengan masyarakat.
Pementasan Teater ‘Sidang Susila’
Bertempat di gedung teater tertutup Taman Budaya pada Bulan Desember 2013. Kedai Proses mementaskan teater Sidang Susila sebuah karya Ayu Utami. Pementasan ini merupakan pentas uji coba sebelum keberangkatan ke pentas Panggung Perempuan Sumatera di Lampung pada tanggal 10 Desember 2013
Pameran Tunggal Seni Rupa Meidi
Sebagai rangkaian rutin pameran di Galeri Kecil Kedai Proses. Pameran yang bertajuk ‘Metamorfosa’ ini berlangsung dari tanggal 8-15 Januari 2014, menampilkan 11 karya seni lukis dan seni grafis cetak.
Pembuatan buku Antologi Puisi ‘Bulan Setengah Kaku’, pembuatan film dokumenter ‘Ekspedisi ke Pulau Enggano’, Pembuatan Buletin triwulan ‘Kepompong’.
Yang akan datang ;
Pameran Tunggal Seni Rupa Fotografi Diana Gustinawati dengan tajuk ‘HeartBeat’ di Galeri Kecil Kedai Proses dari tanggal 15 Februari-22Februari 2014.
Launching Buku Antologi Puisi Melawan Kekerasan Seksual dalam rangka memperingati hari perempuan sedunia bekerja sama dengan Komunitas Penulis Perempuan Indonesia (KPPI) Jakarta dan 100 orang kontributor dari seluruh wilayah Indonesia.
*Liona Aprisof adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP-Universitas Bengkulu