Jumat, April 19, 2024

Puisi: Terserah Judulnya

Bila saatnya bertiba,

Jutaan saudaraku berbondong semut,

singgahi tempat pungut suara tuntaskan haknya.

Mulai memilih surat suara, mencari partainya, angka dan nama.

Ada yang terpaksa karena kerabat, tak sedikit pula yakin

pada pilihannya, banyak juga yang memilih tanpa tahu alasaanya.

Cilakanya lagi, mencoblos faktor rupiah.

 

Para petugaspun jalani kewajibannya

Saksi-saksi siap membidik,bak intelejen handal,

Cairan tinta yang melekat di ruas jari tangan adalah tanda,

hak kita sudah paripurna.

Inilah gambaran satu sudut demokrasi kita.

 

Jauh-jauh hari sebelum harinya,

Intrik, strategi, dibungkus financial menjadi acuan merebut suara.

Namun rakyat tidaklah lelah untuk lemparkan analisa,

walau tahu malu-malu hak mereka “mudah” terbeli.

Layaknya pasar dengan transaksi tinggi,

menjual dagangan madu rasa empedu.

“Kalau saya terpilih, maka saya akan menaikkan,

perekonomian rakyat, atau menciptakan lapangan kerja, anggaran belanja tepat guna dan bla…bla…bla…”, tegas lantang suaranya.

Hahahahahahah, padahal sepiring nasi, realitasnya rakyat butuh berjuang siang malam.

Pesta demokrasi kuibaratkan transaksi perbangkan raksasa dalam hitungan hari, triliunan tersebar dibagi kesana kemari guna dongkrak anggka pemilih.

Ini bukan Hoax, ketika dulu hanya naiki roda dua butut, lengkap dengan pajaknya yang mati tiga tahun berturut-turut. Tapi setelahnya disulap jadi roda empat keluaran baru, tak hanya itu fisik dan rekeningpun berubah gendut, bahkan rumah kontrakan mengubah wujud. Inilah nasib durian runtuh oknum penyelenggara pemilu yang tak paham itu rasa pilu..!

Ahhh…rakyat itu apalah, “kan mudah digoyah, rentan diracuni”.

Bahkan ada saja rakyat yang menyiapkan diri, menjelma jadi politikus samaran, menyebar aroma busuk tak perduli demi kandidatnya terpilih. Dengan jurus-jurus sakti putar balik otak dan dimensi, ciptakan kondisi, seolah usungannyalah yang “tersuci”.

Media massapun tak luput tersedot dalam kongsi dagang ini, dengan produk-produk andalannya tentang giring menggiring opini.

Rakyatpun terbelalak, terhirup dan menghirup atmosfir kelabu tentang demokrasi. Tertawalah terpingkal-pingkal para pemilik saham, laris manis tanjung kimpul, haha…

Para pemangku jabat bermain didua atau tiga kaki, hehe…

Dengan kesibukan silaturahmi bertendensi, permainan masak-masakan yang tak lupa dengan bumbu dapur bernama garam, ada yang halus juga kasar. Ini kolaborasi malu-malu namanya.

Ehh…rakyat itu siapa?

Mereka Cuma lima tahun sekali diberi “jatah”, lembaran warna warni cukup untuk menutup mulut, jalan manis berlenggang ke TPS, pulang tersenyum, karena tak boleh menangis, dan hanya merekalah yang tahu,

Realitas jujur rakyat adalah tahu tak mampu, akan tingkah pola para pemenang. Namun apa lacur, mereka hanya tamat demokrasi di kursi warung kopi, atau senda gurau suami istri pada pengantar peraduannya, yang adalah modal mimpi tentang adil nan sejahtera.

Nasib rakyat pemilih adalah penonton panggung setengah sandiwara, boro-boro paham para pemain lah wong lakonnya saja entah apa judulnya. Tugas mereka cuma menonton dan itu tak lebih. Tak ada narasi, resensi apalagi paham klimaks. Rakyat juga enggan menyapa hukum, adil dan kebenaran. Karena masih banyak masalah rutin keseharian, seputar perut, sekolah dan bagaimana menjadi sehat. Cuma sebagian yang tetap pada juangnya.

Kita sering abu-abu dengan pesta ini, yang kita yakini “siapa menabur, dia menuai”. Karena tidak semua pemenang berakhir baktinya seperti film hindustan. Karena predikat “ tersangka” bagai hantu di setiap sadarnya, walau licin laksana belut, gesit bagaikan kentut semua bisa tergelincir dalam lobang yang tak mujur.

Sekali lagi,” kami rakyat ini hanya penonton, lakon sedih menangis, lakon lucu ya… tertawa “, apapun judulnya.

 

Related

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

Kupas News, Jakarta - Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab...

Modus Mafia Tanah di Ruang Peradilan

Oleh : Elfahmi Lubis Mafia Tanah sudah menggurita dan telah...

Kaum “Rebahan” Ditengah Isu Kerakyatan

Dimana posisi kaum "rebahan" atau kaum "mager" yang didominasi...

Polemik RUU Sisdiknas, Maksimalkah Uji Publik?

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd Mencermati draft Rancangan Undang-Undang Sistem...

Kiprah Parsadaan Harahap Hingga Duduki KPU RI

Sosok Persadaan Harahap atau yang sering disapa bang parsa,...