Selasa, Juli 1, 2025

Tren Ngopi di Indonesia Semakin Berkembang

Bengkulu InteraktifPT. Interaktif Media Siber. All Rights Reserved.Bengkulu Interaktif 2016 - Bengkulu Interaktif.Contact InformationHead Office:Jalan Batanghari No. 15, Komp. PU Pracetak, Tanah Patah,...
BerandaPENDIDIKANTiga Siswa SMP Ujian di Lapas Malabero

Tiga Siswa SMP Ujian di Lapas Malabero

un

kupasbengkulu.com – Tiga orang siswa SMP Terbuka Kecamatan Muara Bangkahulu dan Gading Cempaka terpaksa harus menjalani Ujian Nasional (UN) di Lapas Kelas IIA Kota Bengkulu, Senin (05/05/2014). Mereka adalah AWA, YH, dan AP, yang terjerat pasal 362 atau kasus penjambretan yang dilakukan beberapa bulan yang lalu.

“Ketiga siswa tersebut telah menjalani ujian untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ketiganya kebetulan terlibat kasus penjambretan walau tak bersamaan. Dua di antaranya telah divonis 5 bulan penjara, dan yang seorang lagi masih dalam proses,” ujar Kalapas, FA Widyo.

“Sebelum pelaksanaan ujian mereka juga telah mendapat bimbingan belajar setiap hari Jumat dan persiapan lainnya dilakukan secara mandiri,” sambungnya.

Dilanjutkan Widyo, dirinya mengaku prihatin atas meningkatnya jumlah ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum). Tercatat di lapas tersebut ada 53 anak yang menjalani masa hukuman. Menurutnya anak di bawah umur yang terlibat kasus hukum sebaiknya dilakukan pembinaan saja, karena hal ini berhubungan dengan anak.

“Seharusnya anak yang terlibat kasus ringan tak perlu dipenjarakan. Ini akan berpengaruh pada mental (psikologis) dan masa depannya nanti. Bagaimana pun status pernah menjadi seorang tahanan akan membekas seumur hidup, dan ini akan mempengaruhi masa depan, pergaulan, dan pekerjaannya kelak,” katanya.

Widyo mengharapkan peranan aktif dari lembaga terkait, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk lebih memperhatikan nasib anak Indonesia.

“Di sinilah seharusnya KPAI lebih menunjukkan perannya. Apalagi di sini belum ada lapas khusus anak. Tempatnya masih digabung dengan dewasa, hanya ruangan saja yang dipisahkan. Kita tidak bisa menjamin setelah anak keluar dari sini mereka akan tambah baik. Bisa saja malah mengadopsi yang ajaran-ajaran yang seharusnya tidak perlu mereka ketahui. Untuk itu pemerintah harus lebih mempertimbangkan sebelum memutuskan memenjarakan anak,” pungkasnya. (val)