Jumat, Maret 29, 2024

Tinjau Ulang Kasus Korupsi Dana Hibah KONI Bengkulu

Kupas News, Bengkulu – Kasus Korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Bengkulu yang telah mempidanakan 2 orang pengurus KONI yakni Mufran Imron selaku ketua dan Hirwan Fuaddy selaku Bendahara. Mufran divonis dengan hukuman penjara 11 tahun dengan pidana denda Rp750 juta dan Hirwan Fuaddy divonis 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp500 juta. Keduanya saat ini telah mendekam di jeruji besi.

Perkara ini sempat menyita perhatian publik lantaran kerugian negara mencapai Rp11 M lebih dan tercatat sebagai 2 kasus kerugian negara terbesar sepanjang sejarah perkara korupsi di Bengkulu. Diantara yang turut menjadi perhatian publik adalah proses hukum yang hanya menjerat pihak KONI sedangkan dana yang dikorupsi bersumber dari APBD Provinsi Bengkulu.

Sekretaris Anti-Corruption Commission (ACC) Provinsi Bengkulu, Septo Adinara, SE mengatakan, perkara korupsi dana hibah KONI Provinsi Bengkulu harus ditinjau ulang agar kebocoran uang negara senilai Rp11 M itu bisa menjerat seluruh pihak yang ikut bertanggungjawab.

“Pertama perkara ini membobol uang negara capai Rp11 M lebih. Angka itu luar biasa sangat fantastis dan menjadi kerugian negara terbesar setelah kasus Agusrin. Kami meyakini tidak mungkin uang negara sebesar itu bisa dimaling tanpa ada sindikat kejahatan yang sistematis dan melibatkan banyak pihak,” kata Septo, Kamis, (25/08)

Lanjut Septo, dirinya mempertanyakan peran para pejabat daerah Provinsi Bengkulu yang ikut terlibat dalam proses pencairan dana hibah KONI hingga negara dirugikan Rp11 M lebih.

“Kami sudah mengumpulkan banyak keterangan dari banyak pihak, termasuk mempelajari seluruh dokumen dan yang berkaitan dengan perkara ini. Ada indikasi kelalaian pejabat negara dalam menjalankan tugas dan pelanggaran peraturan perundang-undangan sehingga negara bisa rugi belasan milyar,” ujar Septo.

Kata Septo, menurut Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 35 Tahun 2011 berikut perubahannya tentang pengelolaan dana hibah, salah satu poin penting dalam proses pencairan dana hibah harus dilakukan monitoring dan evaluasi. Hal ini agar tidak bermasalah secara hukum dan efesiensi anggaran daerah. Tugas ini meliputi audit penggunaan dana dan lain-lain yang tugas tersebut dilakukan pejabat negara.

“Kami ingin memulai dugaan kejanggalan dari pergub yang mengamanahkan tugas-tugas monitoring dan evaluasi itu kepada pejabat daerah antara lain BPKD, Inspektorat, dan Sekretaris Daerah selaku Pengguna Anggaran,” beber Septo.

Septo menjelaskan alokasi dana hibah untuk KONI Provinsi Bengkulu Tahun 2020 dan secara teknis berdasarkan NPHD yang mana dalam beberapa poinya menyatakan, proses pencairan dana hibah tahap per tahap harus didahului dengan pertanggungjawaban penggunaan keuangan. Salah satu dokumen yang harus terlampir dalam dokumen LPJ penggunaan hibah adalah hasil audit dari akuntan publik atau Inspektorat Provinsi Bengkulu.

“Dalam nota NPHD yang pertama maupun NPHD Adendum, hibah KONI menerapkan sistem dua kali pencairan. Rincianya itu tahap satu dicairkan Rp9,8 M dan tahap kedua sebesar Rp5,2 M,. Totalnya 15 M lebih. Kalau merujuk pada NPHD termasuk Pergub, pencairan tahap kedua hanya bisa dilakukan apabila dokumen LPJ tahap pertama sudah clear, salah satunya hasil audit. Pada proses ini kami melihat ada kejanggalan, ada banyak pihak yang harusnya ikut terjerat,” tegas Septo.

Lebih lanjut, kata Septo, pada proses pencairan tahap 2, KONI Provinsi Bengkulu diduga kuat tidak memiliki dokumen LPJ penggunaan dana pencairan tahap 1 yang sesuai dengan pengajuan proposal. Ada dana pencairan tahap 1 yang belum bisa dipertanggugjawabkan namun pihak Pemprov Bengkulu justru mencairkan dana tahap kedua.

“Yang kami temukan hanya hasil verifikasi Inspektorat atas LPJ yang disampaikan KONI bukan hasil audit. Berbeda antara audit dengan hasil verifikasi dan ini berkaitan dengan pertanggungjawaban hukum. Indikasi kuat dari hasil analisa kami, ada syarat yang sebenarnya belum terpenuhi untuk pencairan tahap kedua namun tetap dicairkan. Pertanyaanya siapa yang bertangungjawab atas proses itu? tentu Pengguna Anggaran berikut pejabat di bawahnya,” jelas Septo.

Ia menduga kuat ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan para pihak terkait pencairan dana hibah KONI sehingga uang negara hilang Rp 11 M lebih.

“Apabila pejabat pemprov teliti dan merujuk pada peraturan yang ada, seharusnya uang negara yang bobol hanya Rp9,8 M. Ini karena tahap kedua kembali dicairkan akhirnya negara merugi Rp11 M lebih. Kesimpulan kami, proses perkara ini harus kembali dibuka agar pihak-pihak yang diduga terkait ikut bertanggungjawab dan kami akan mengawal proses ini,” tutup Septo. [***]

Related

Lawakan Felix Seda yang Lecehkan Najwa Sihab Berakhir Minta Maaf

Lawakan Felix Seda yang Lecehkan Najwa Sihab Berakhir Minta...

Kalah dari Jepang, Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Babak 16 Besar Jika Ini Terjadi

Kalah dari Jepang, Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke...

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye ...

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye

Bawaslu Seluma Ingatkan Program Pemerintah Tidak Dijadikan Ajang Kampanye ...

DPMD Seluma Segera Tindaklanjuti Penguduran Diri Kades Kungkai Baru

DPMD Seluma Segera Tindaklanjuti Penguduran Diri Kades Kungkai Baru ...