Bengkulu Tengah, Kupas Bengkulu.comĀ – Pasca aksi demontrasi atas penolakan tambang bawah tanah PT CBS, akhirnya terus bergulir keranah hukum.
Pada Rabu sore (15 /6/2016 ), sekira Pukul 4.30 WIB, Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk (FMRGB), yang di ketuai Nurdin melalui kuasa hukum, Raden Adnan SH dari Lembaga Bantuan Hukum Garuda Jakarta, menggelar jumpa pers.
Raden Adnan mengatakan dirinya sebagai kuasa hukum atas nama kliennya, Marta Dinata, Baderin HS dan Ali Muan sebagai korban penembakan aparat kepolisian pada saat melakukan demontrasi, untuk menolak tambang batu bara PT CBS, yang berlokasi kecamatan Merigi Kelindang dan Merigi Sakti, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.
Dipaparkannya, kliennya sudah tertembak, dan sempat di rawat RSUD M Yunus, untuk mendapatkan perawatan medis secara intensif. Diketahui secara pasti, kliennya atasnama Marta Dinata di tembak di bagian perut tembus kebagian belakang.
Akibatnya usus banyak mengalami kehancuran. Saat ini masih berada dalam ruangan ICCU dan sedangkan Ali Muan masih di rawat dan sementara Baderin HS masih rawat jalan.
Dari perisitiwa dan kronologis kejadian penembakan kliennya tersebut jelas Raden, pihak kepolisian yang melakukan perbuatan penembakan, diduga tidak memenuhi produser tetap ( Protap ) Kapolri No 1/X/2010.
Dimana dalam menerapkan tugas dan perlindungan terhadap warga masyarakat, setiap anggota harus memperhatikan asas legalitas, asas nesesitias dan asas proporsianalitas serta asas akuntabilitas yang diduga tidak dipenuhi,” ujarnya.
Polisi diduga telah berbuat, bukan untuk kepentingan umum atau masyarakat, melainkan untuk kepentingan pelaku usaha PT. Cipta Buana Seraya( CBS). Menurut Informasi yang berkembang, di mana pemegang saham, Erwan Eriadi alias Edi Ramli dan di duga masih keluarganya Bupati Bengkulu Tengah Ferry Ramli.
“Hal ini bertentangan dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Pasal 18 ayat (2), Polri telah bertindak untuk kepentingan PT.CBS, bukan untuk kepentingan umum,” papar Raden Adnan.
Ditegaskan Raden Adnan, tindakan kepolisian melakukan penembakan kliennya itu bertentangan dengan Resolusi PBB 34/169 tanggal 7 Desember 1969 Tentang Ketentuan Berperilaku untuk Pejabat Penegak Hukum, khususnya angka 2 dan 3.
Penembakan yang di lakukan oleh kepolisian terhadap kliennya, diduga menggunakan peluru tajam, bukan peluru karet. Karena fakta tembakan menembus perut kliennya, kata Raden. (adek)