
Bengkulu, kupasbengkulu.com – Walhi Bengkulu mendesak pemerintah setempat untuk menganggarkan dana pengukuran ulang seluruh Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan dan pertambangan di daerah itu.
Usulan ini muncul mengingat tingginya konflik yang terjadi antara masyarakat, petani dengan perusahaan perkebunan karena saling klaim sepetak tanah.
“Sangat menyentuh hati misalnya ada banyak petani di Bengkulu yang terpaksa harus mendekam di penjara karena dituduh mencuri buah kelapa sawit, sementara, petani mengklaim tanah itu milik mereka, bahkan memiliki sertifikat, kasus ini banyak terjadi di Bengkulu,” kata Direktur Walhi Bengkulu, Benny Ardiansyah, Jumat (13/2/2015).
Ia tambahkan dari pantauan Walhi Bengkulu hampir seluruh perusahaan perkebunan dan pertambangan di daerah itu luasannya melebihi HGU.
“Misalnya begini, ada sebuah perkebunan dalam HGU nya ada 6.000 hektare lahan namun fakta di lapangan bisa mencapai 14 ribu hektare, diduga kelebihan luasan lahan inilah yang memicu sengketa dengan petani setempat,” tamba Benny.
Berdasarkan pertimbangan itulah kata dia, untuk mengurangi konflik tersebut pemerintah daerah harus melakukan ukur ulang seluruh HGU atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan melibatkan, perusahaan, pemerintah dan masyarakat setempat.
Kelebihan luasan lahan itu pula katanya merupakan indikasi korupsi, tentu saja perusahaan membayar pajak berdasarkan luasan yang tertera di HGU sementara kelebihan itu tak diketahui kemana lari dananya.
Gubernur Bengkulu sekitar dua tahun lalu telah mengeluarkan SK untuk melakukan pengukuran ulang terhadap beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang bersengketa dengan masyarakat, namun hingga kini aktifitas pengukuran ulang itu tak pernah dilakukan Pemda kabupaten.
“Kalau Pemda tak ada dana Walhi dan masyarakat mampu menyediakan dananya, ini bertujuan mengurangi konflik yang terus terjadi,” tutup Benny.
Tingginya konflik antara petani dengan perusahaan perkebunan skala besar diakui juga KEtua Pengadilan Negeri, Tais, Seluma, Sunggul Simanjuntak, menurut dia, di pengadilan setempat, satu hakim memegang kasus sengketa lahan antara petani dan perusahaan sekitar tiga hingga lima kasus.
“Saya saja pegang tiga atau lima kasus, belum lagi hakim yang lain, namun kami mengadili soal pidana tuduhan pencurian bukan tumpang tindih lahan, karena laporan yang masuk itu, pencurian buah sawit,” demikian Sunggul.
kompas.com