Kamis, April 25, 2024

Pengantar Sejarah Tsa-Lu (Talo) Pusat Industri Kapal (5 Tamat)

Penduduk Negeri Pa-U’ inilah yang nantinya mengungsi ke Tsa-Lu secara besar-besaran pada Tahun 875 Masehi, akibat berjangkitnya wabah cacar yang sangat ganas di Pa-U’. Mereka membangun kembali sebuah negeri (Kearah Selatan Bengkulu atau tepatnya Kabupaten Seluma sekarang). Negeri ini mereka sebut dengan kata Tsa-Lu. Kata Tsa-Lu dalam bahasa China berarti  tiga  sungai. Namun kata Talo dapat juga berarti lantai yang lebar (Luas).

Sebuah catatan kaki dari naskah klasik “Menapak di Bumi Bhuddha” karya seorang bhikshu asal Siam (Thailand) bernama Kim Tsampaan, pernah mengunjungi Negeri Tsa-Lu (Negeri Tiga Sungai) pada Tahun 1342 Masehi, menyebutkan saat perahu-perahu penduduk Pa-U’ berlabuh di Tsa-Lu, mereka menemukan sebuah Telaga (Kolam) yang airnya sangat jernih dan air itu ternyata dapat menyembuhkan penyakit cacar.

Kolam inilah nampaknya yang menyebabkan pengungsi Pa-U’ memutuskan untuk menetap dan membangun Tsa-Lu.

Membangun sebuah negeri yang baru bagi penduduk Pa-U’ tidaklah begitu sulit. Mereka adalah pekerja-pekerja yang tangguh. Para pelaut dari berbagai negeri (Pelaut asing) umumnya sangat mengenal mereka. Mungkin inilah yang menyebabkan Negeri Tsa-Lu cepat sekali dikenal orang (Para pelaut). Baik di nusantara maupun pelaut asing lainnya.

Kim Tsampaan juga menceritakan tentang Negeri Tsa-Lu banyak menghasilkan gula aren, madu lebah dan umbut rotan yang sangat disenangi para pelaut. Dagangan tersebut di datangkan orang dari negeri Mannau (Manna?).

Selain itu terdapat ikan laut (Ikan kering) dan ikan sungai (Salai). Masyarakatnya telah pandai membuat kapal layar (Perahu ukuran besar) dan  banyak diperdagangkan orang di negeri Tsa-Lu. Keterangan Kim Tsampaan ini menunjukkan bahwa, di Tsa-Lu banyak terdapat masyarakat nelayan disamping berniaga.

Pada abad ke-XI (1013 Masehi) komunitas Pa-U’ kembali ketanah leluhurnya yang telah lama ditinggalkan nenek moyang mereka yaitu Bengkulu (Tidak ada catatan alasan perpindahan tersebut). Sejak itu negeri Bengkulu mengambil alih perdagangan Negeri Tsa-Lu. Negeri Bengkulu sebelumnya tidak banyak dikenal orang (Negeri Bengkulu itu telah ada sejak lama, namun tidak banyak disebut-sebut orang), Setelah komunitas Rejang Pa-U’ kembali ke Bengkulu, sebagai mana yang banyak diceritakan dalam lintasan sejarah Tsa-Lu, barulah Negeri Bengkulu banyak disebut-sebut.

Terlebih Negeri Bengkulu ini nantinya sangat berperan sebagai pintu gerbang perdagangan di pesisir barat Pulau Sumatera (1013-1140 Masehi), dan sekaligus sebagai pasar penyanggah ekonomi dan perdagangan Pulau Enggano (Pulau transit). Namun Negeri Bengkulu  tidak bertahan lama,  sebab para pelaut (Pedagang) lebih senang berlabuh di Pasar Tsa-Lu.

Perdagangan di Negeri Bengkulu terlihat pada Tahun 1458 dan 1468 Masehi, sudah tidak begitu ramai lagi, sebagaimana diungkapkan penulis Hakim Benardie Sabrie  dalam bukunya  Sejarah Maritim Indonesia, Tahun 2003.

Banyak Kapal Besandar

Kapal-kapal layar yang bersandar di Bandar (Pelabuhan) Tsa-Lu diantaranya kapal-kapal asing berasal dari Canton (Kwantung-China), Funnan atau Pnom Penh (Champha atau Kamboja sekarang) pelabuhan utamanya Go-Oc-Eo. Ada dari Siam (Thailand), Birma, Mala Dewa (Ceylon–Srilangka), India, Arab, Afrika.

Sedangkan kapal-kapal layar yang berasal dari nusantara yang berniaga di Tsa-Lu adalah Peureulak (Cikal bakal Kerajaan Samudera Pasee di Prov NAD sekarang). Phã-mnalä-yû Crï-Iňdrâpurä Miňangatämvan (Prov Riau), Phã-mnalä-yû Crïviyäyâ (Palembang sekarang), Pone (Sulawesi).

Pelabuhan Tsa-Lu juga banyak disinggahi kapal layar dagang dari Jawa, seperti kapal layar Tuban, Japara (Jaffana), Ka-lingga (Ho-Ling), Gersik, Surabaya dan hampir semua pelabuhan besar dan kecil di pesisir Utara Pulau Jawa (Jawa Timur dan Tengah), bersandar di Bandar Tsa-lu untuk berdagang. Termasuk sebelum meneruskan perjalan pelayarannya menuju India dan Jazirah Arab dengan transit pertama di Pulau Enggano.

Pada abad ke-VII Masehi dimasa Dinasti Tang (China), dalam situasi pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang stabil hingga abad ke-X,  China belum melakukan pelayaran dagang inter-regional. Teknologie kapal China hanya berorientasi pada kepentingan pelayaran sungai dan selat.

Perdagangan internasional China hanya dilakukan oleh para pedagang asing (Arab, Persia, India, Champa, dan Nusantara) yang datang kepelabuhan (Bandar) China. Dalam dokumen Thang Yu Lin (Miscellanea of the Thang Dynasty) ditulis oleh Wang Tung dalam dinasti Sung (Abad ke-XII) dikatakan bahwa, pada abad le-VIII dimasa pemerintahan Ta-Li (766-779) dan Chen Yuan (785-804) telah ada kapal asing yang bersandar di pelabuhan China.

Pedagang China (Kapal dagang perorangan, bukan kapal dagang kerajaan) sebenarnya telah sejak lama berniaga di Nusantara. Hubungan dagang itu semakin maju dengan pesatnya, seiring kemajuan ekonomi. Terutama pada masa kejayaan Negeri Tsa-Lu pada Tahun 940 M. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa  pada masa kejayaan itu, masyarakat Tsa-Lu telah mengenal Sutra China, barang-barang gerabah (Piring, mangkuk, sendok, cawan) dan alat kosmetik.

Samudera Pasee adalah salah satu pusat perdagangan dan pelayaran, dari enam pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi   pada abad ke-XIII. Sebagaimana  yang dilaporkan Marco Polo yang singgah di Samudera Pasee (1292) dalam pelayarannya dari China ke Persia. Dalam naskah pelayaran itu menyebutkan,  bahwa pada Tahun 940 Masehi, pedagang Peureulak (Cikal bakal Samudera Pasee) telah banyak berniaga ke Negeri Tsa-Lu. Bahkan mereka juga membeli kapal layar dari negeri ini.

Dalam naskah lain disebutkan, pada Tahun 1405-1433 Masehi, pada masa kekaisaran Ming, China juga mengirimkan tujuh kali ekspidisi maritim ke Nusantara, dibawah pimpinan Laksamana Cheng Ho. Mereka berlayar hingga pada  pesisir timur benua Afrika. Ekspidisi ini bertujuan memperluas pengaruh China (Politik) dengan cara memperbesar jaringan perdagangan dengan Negara-negara (Kerajaan – Kota dagang) lainnya.

Kapal Layar  bersandar di Pelabuhan Tsa-Lu 940-942 M adalah: 

940 M Mala Dewa membeli 4 Kapal, masuk dok (perbaikan) 1Kapal, , 941 M 27   Kapal kembali ke Mala Dewa, 942 kapal yang datang sebanyak 31 dan kembali 29 dua (2) masuk dok.
940 M Kwantung membeli 9 kapal, 941 M 38 kapal kembali, 3 kapal masuk dok, 942 M 41 kapal kembali.
940 M Funnan membeli kapal 2 kapal, dan kembali 17 dengan kapal dagang, 941 M tiga (3) kapal masuk dok, 942 kembali dengan 21 kapal dagang.
940 M Birma membeli 2 kapal layar, 942 tiga (3) kapal dagang Birma masuk dok.
940 M Madura (India) membeli 6 kapal, 942 M tiga (3) kapal dagang masuk dok.
940 M Siam membeli 4 kapal dagang, 941 M satu (1) kapal dagang masuk dok.
941 M satu (1) kapal layar Peureulak masuk dok.
940 M Pedagang Arab membeli 14 kapal layar, 941 M tiga (3) kapal masuk dok, 942 M 49 kapal layar kembali ke pelabuhan Arab.
941 M satu (1) kapal layar Phã-mnalä-yû Crï-Iňdrâpurä masuk dok.
Phã-mnalä-yû Crïviyäyâ (Tidak ada masalah dalam pelayaran).
Phã-mnalä-yû Tulang Bawang (Tidak ada masalah dalam pelayaran).
940 M enam (6) kapal layar Ka-Lingga (Kapal dagang di Jawa Timur dan Jawa Tengah) masuk dok. 941 51 kapal kembali berlayar, 942 satu (1) kapal layer masuk dok.
Pemerhati Sejarah dan Budaya tinggal di Bengkulu/Alumni Universitas Islam Djakarta

Catatatn: Tulisan ini karena keterbatasan waktu dan ruang, maka tulisan hingga  disini namun esensi dari tulisan  sudah terakomodir. Nantikan lengkapnya di edisi cetaknya dalam waktu dekat

 

Related

KUHP Tidak Berlaku untuk Kegiatan Kemerdekaan Pers

Kupas News, Jakarta - Walaupun Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab...

Modus Mafia Tanah di Ruang Peradilan

Oleh : Elfahmi Lubis Mafia Tanah sudah menggurita dan telah...

Kaum “Rebahan” Ditengah Isu Kerakyatan

Dimana posisi kaum "rebahan" atau kaum "mager" yang didominasi...

Polemik RUU Sisdiknas, Maksimalkah Uji Publik?

Oleh: Dr. Emilda Sulasmi, M.Pd Mencermati draft Rancangan Undang-Undang Sistem...

Kiprah Parsadaan Harahap Hingga Duduki KPU RI

Sosok Persadaan Harahap atau yang sering disapa bang parsa,...