
kupasbengkulu.com – Sepak Bola di Provinsi Bengkulu menemui jalan terjal untuk terus maju. PS Bengkulu, tim kebanggaan provinsi ini hanya mampu berkutat di Divisi Utama. Jangankan untuk naik ke Liga Super Indonesia (ISL), untuk menggelar pertandingan dan menggaji pemain saja, official tim harus berjuang mati-matian.
Dalam pertandingan teranyar PS Bengkulu, tiket hanya terjual sekitar 500 lembar, dirincikan 250 untuk kelas ekonomi dan 250 untuk kelas VIP. Padahal, harga tiket sudah termasuk murah, dengan tiket ekonomi seharga Rp 10.000 dan tiket VIP yang dibanderol Rp 20.000.
Petugas penjual tiket yang memaparkan hal ini. Kepada kupasbengkulu.com, petugas ini mengakui bahwa paling banyak satu pertandingan PS Bengkulu hanya terjual 600 lembar karcis, dengan total pendapatan Rp 6 juta hingga Rp. 7.500.000.
“Kalau di Bengkulu ini Mas, yah seperti inilah, 600 tiket itu sudah paling banyak, hari ini malah baru 500 yang terjual,”jelasnya.
Bila menyebut angka 500 itu cukup besar, perhatikan lagi angka penonton Liga Inggris, Liga Spanyol dan sebagainya. Untuk final liga Champion yang biasanya digelar pukul 02.30 WIB pagi saja, sudah ada 1000 penonton yang membludak di beberapa titik nonton bareng Bengkulu. Jumlah 500 tadi juga masih kalah jauh dengan jumlah anggota Fans Club dari tim besar asal benua Eropa. Lantas, PS Bengkulu itu milik siapa?
Belum lagi kualitas rumput dan stadion Semarak Sawah Lebar. Stadion terbesar di provinsi ini pun masih jauh dari kriteria standar yang ditetapkan PSSI. Belum lagi masalah gaji pemain PS Bengkulu yang selalu menjadi masalah klasik.
Ketiadaan sponsor besar yang sanggup membiayai PS Bengkulu, keterbatasan daerah dalam mengembangkan PS Bengkulu, ditambah lagi penonton PS Bengkulu yang minim. Seperti celetukan para penonton, kalau bukan orang Bengkulu, siapa lagi yang mau menonton aksi Taufik Hasbuna cs di lapangan hijau.
Saat ini, PS Bengkulu masih berkutat di papan tengah klasemen sementara Divisi Utama wilayah barat dengan total 6 point, dari satu kemenangan, tiga seri dan sisanya kalah. Masalah lini depan yang tumpul, sebenarnya bisa ditanggulangi dengan belanja pemain pada bursa pembelian pemain Januari mendatang.
Namun, dengan kondisi finansial tim yang masih begitu labil, sepertinya pembelian pemain apapun tidak akan bisa dilakukan.
“Masalah lini depan kita, kalau ada dana, kita coba lebih aktif pada bursa transfer mendatang, tetapi itupun kalau dana kita mencukupi,”ujar M Nasir.
Sepertinya, masalah ini harus dimulai dari meningkatkan kecintaan pecinta bola di Bengkulu pada PS Bengkulu. Di Italia, pertandingan anak-anak U-12 saja ditonton lebih dari 2000 pasang mata, para tifosi AC Milan dan Juventus tetap memenuhi stadion ketika kedua tim ini terjungkal ke Seri B, para tifosi Intermilan tetap berdiri memberi aplause meskipun tim kebanggaannya finish di posisi 9 setelah sebelumnya meraih scudetto.
Pelajaran yang bisa diambil dari catatan tersebut adalah, satu tim butuh “pemain ke 12” yakni fans. Klub ini bisa saja terbang setinggi langit, bila ditopang dengan kuat oleh para pendukung setianya. Intinya, kalau bukan warga Bengkulu yang jadi “Pemain ke 12” PS Bengkulu, siapa lagi? (vai)