By: Benny Benardie
Kota ini telah dinobatkan sebagai kota bersih dan beriman. Apapun kotoran yang jatuh di bumi kota itu, segera di bersihkan oleh para petugas. Bekali-kali perhargaan acap kali diterima.
Masyarakat kota umumnya hidup damai dan tentram, meskipun ekonomi tahun itu sedang morat-marit. Fajar menjelang, aktifitaspun digelar. Dari para pengurus negeri hingga para petani-pun beraktifitas.
Namun hari Jumat itu, masyarakat kota mulai resah dan carutmarutpun terdengar. Ribuan lalat hijau mendadak menyerang kota yang bersih dan damai itu. kebingungan mulai menerpa penduduk kota.
“Ada apa ini, kok lalat hijau menyerang kota ini”, teriak Kepala Kota sembari bingung.
Logika yang ada menyebutkan, lalat hijau yang datang dan menyerang hingga ke kamar tidur penduduk itu, hadir karena ada yang kotor, atau busuk. Kenyataan itu tak mungkin terjadi di kota ini, meskipun logika itu benar adanya.
Berbagai ahlipun di terjunkan untuk melakukan riset, dan akhirnya menyerah dan nihil hasil kenapa ribuan lalat hijau itu menyerang kota.
Seorang nenek berusia sangat lanjut, mencoba menerangkan penyebab kenapa ribuan lalat hijau itu menyerang kota. Tapi Sang nenek di cuekin. Mungkin dianggap pikun dan uzur.
Rupanya nenek uzur itu ingin menerangkan pada penduduk kota, kalau ribuan lalat hijau itu masuk kota, bukan karena ada yang kotor atau ada bangkai yang membusuk.
Lalat hijau menyerang, karena di kota itu ada yang busuk. Tapi bukan karena ada sampah atau bangkai, namun karena hati masyarakat itu sudah busuk dan kotor.
Penulis dan Jurnalis