Sabtu, April 27, 2024

Refleksi Satu Tahun Putusan MK 35/PUU-X/2012 Tentang Hutan Adat Diakui Negara

Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu
Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu

* Oleh: Deff Tri Hamri

Terjadi pengingkaran Negara terhadap rakyatnya, ketika masyarakat adat sebagai bagian dari komunitas pembentuk Negara tidak diakui keberadaannya. Perampasan hak-hak masyarakat adat dan lokal dalam mendapatkan hak-hak yang dimilikinya menjadi potret buram dalam demokrasi di Indonesia.

Sumatera sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Negara kesatuan republik Indonesia menjadi contoh nyata dimana Negara tidak mampu menjamin hak-hak yang dimiliki oleh rakyatnya, sampai hari ini masyarakat adat- local sumatera yang secara terus menerus memperjuangkan pengakuan dari Negara terhadap hak-hak yang dimilikinya.
Ekskalasi konflik penglolaan sumber daya alam yang semakin hari semakin besar dan meningkat, menjadikan masyarakat adat-lokal menjadi bagian yang semakin termarginalkan. Keberadaan hukum yang tidak berkeadilan bahkan memihak kepada kepentingan investasi/modal menjadikan fakta Negara gagal dalam mensejahterakan rakyatnya.

Pembakaran rumah masyarakat adat dan kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepolisian Kehutanan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di wilayah adat Semende Banding agung kabupaten kaur Bengkulu, Perampasan hutan kemenyan dan kriminalisasi masyarakat adat panduma’an sipitihuta sumatera utara,  konflik berkepanjangan dari rakusnya PTPN 2 yang mencaplok tanah adat rakyat Penunggu Sumatera Utara.

Pada tanggal 16 Mei 2013 yang lalu, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah membacakan keputusan dari Judicial Review terhadap UU 41/1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh AMAN dan 2 Komunitas masyarakat adat. Dalam putusan No. 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan Negara.

Sudah hampir Satu tahun berlalu sejak Putusan MK 35/PUU-X/2012 itu dibacakan oleh Mahkamah Konstusi. Tidak ada satupun langkah konkrit dari rezim pemerintahan Susilo bambang Yudhoyono dalam melaksanakan Putusan MK tersebut.

Diakhir periode kekuasaan rezim SBY, alih-alih mempercepat pengembalian hutan kepada masyarakat adat, justru kriminalisasi terhadap masyarakat adat semakin meningkat, terakhir kriminalisasi terhadap masyarakat adat Semende Banding Agung yang diputus  hukuman pidana 3 tahun penjara dan denda 1,5 Milyar subsidair 1 bulan kurungan penjara.

Percepatan Implementasi putusan mahkamah konstitusi tentang hutan adat bukan hutan Negara malah semakin diperkeruh oleh Surat Edaran Menteri Kehutanan No SE 1/Menhut-II/2013 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala Dinas kehutanan seluruh Indonesia, yang menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan adat tetap berada pada Menteri Kehutanan. Surat Edaran tersebut mensyaratkan Peraturan Daerah untuk untuk penetapan kasawan hutan adat oleh Menteri kehutanan.

Jika demikian, pengukuhan hutan adat masih sangat panjang sementara proses pelepasan dan konversi kawasan hutan bagi kepentingan industri masih marak dilakukan. Dari data wahana lingkungan hidup, 2014, Kementerian kehutanan malah melepaskan 12,58 Juta ha kawasan hutan untuk kepentingan bisnis perusahaan perkebunan kelapa sawit dan tambang. Fakta lapangan yang sangat berbanding terbalik dengan pengusiran dan perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat yang dilakukan oleh rezim kementerian kehutanan.

Penguasa Daerah Abai terhadap Masyarakat Adat

Pemerintah saat ini sangat mahir dalam mendokumentasikan seni dan budaya adat istiadat (tari, Pakaian, rumah adat) tapi sengaja tidak mendokumentasikan wilayah adat. Terbukti sampai hari ini, pemerintah daerah tidak mampu berbuat banyak dalam melakukan perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat.

Di kabupaten Kaur contoh nyatanya, sampai hari konflik antara masyarakat adat Semende dusun lamo banding Agung dengan pihak kehutanan malah tidak pernah ditanggapi oleh Bupati Kaur, dengan asumsi bahwa kebijakan diwilayah TNBBS bukan menjadi domain dari kabupaten. Konflik tersebut meruncing karena lalainya pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menjalankan Undang-undang dasar 1945 untuk mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat.

Tidak ada yang berubah dari sikap pemerintah daerah paska keluarnya keputusan mahkamah konstitusi 16 mei 2013, satu tahun berjalan paska keluarnya putusan MK tentang hutan adat, pemerintah daerah terkesan lebih banyak menunggu instruksi dari pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang nyata-nyata lamban dalam mengimplemetasikan putusan mk tersebut.

Padahal secara tata peraturan kebijakan, putusan MK ini dapat dijalankan lansung oleh pemerintah daerah untuk mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat adat di wilayah dengan jalan mengeluarkan keputusan gubernur, keputusan bupati dan mulai menginisiasi peraturan daerah tentang perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat.

Atas uraian dan fakta-fakta diatas, AMAN Bengkulu dan seluruh perwakilan masyarakat adat nusantara Se-sumatera menilai bahwa rezim SBY telah gagal total dalam mengakui dan melindungi masyarakat adat seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945. Kami menilai Rezim SBY tidak mampu menjalankan amanah konstitusi (UUD Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3) bahwa negara harus menjamin dan melindungi hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat. Walaupun masih hanya bersifat deklaratif justru di sinilah terlihat bahwa amanat dari konstitusi dan semangat kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita tidak dijiwai oleh elit penguasa saat ini. Mereka justru secara terang-terangan menggadaikan negeri ini lewat produk peraturan/perundang-undangan sektoral (UU Kehutanan, Perkebunan, Pertambangan, dan lain-lain) kepada para pemilik modal yang kapan saja siap menggusur dan menghancurkan kehidupan rakyat.(***)

*Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu

Related

3 Mahasiswa Muhammadiyah di Timnas U-23, Ada Kapten Rizky Ridho

3 Mahasiswa Muhammadiyah di Timnas U-23, Ada Kapten Rizky...

Belum Putuskan Wakil, Erwin Octavian Nyatakan Kembali Maju Bupati Seluma

Belum Putuskan Wakil, Erwin Octavian Nyatakan Kembali Maju Bupati...

Terima Kasih Dewan Guru, Gubernur Rohidin Lepas 120 Siswa SMAN 4 Kepahiang

Terima Kasih Dewan Guru, Gubernur Rohidin Lepas 120 Siswa...

Sejumlah Komunitas Pemuda di Bengkulu Ikuti Diskusi Literasi Digital Chip In Kemenkominfo

Sejumlah Komunitas Pemuda di Bengkulu Ikuti Diskusi Literasi Digital...

Alat Berat Kiriman Pemprov Tiba di Lokasi Longsor Susulan Lebong

Alat Berat Kiriman Pemprov Tiba di Lokasi Longsor Susulan...