Seorang pengkhayal merupakan calon orang besar. Pemikiran optimis pasif. Tentunya bila nasip dan nasab berpihak kepadanya. Banyak pengkhayal menjadi pemimpin bahkan seorang supir truck.
Dengan khayal, seseorang dapat menemukan sesuatu yang belum ada sangat mungkin terwujud. Bebeda dengan pemikir yang baru menggunakan pemikirannya saat masalah, barang itu sudah ada. Tidak bervantasiria.
Saat seseorang berkhayal dengan diam atau menceracau dengan ‘muncungnya’, kita yang melihat dapat menduga, apa gambaran yang dipikirkannya. Cukup dengan melihat dimana letak salah satu tangannya yang dominan. Bila dominan tangganya berada dagu atau didaerah kepala, tentunya orang itu sedang memikirkan kehidupannya dan visi misinya kedepan.
Bila tangannya dominan ke dalam kain sarung atau pakit celananya, maka waspadalah lawan jenisnya. Tapi bila dia posisi merebah badan dengan mata terpejam dan tangan tidak fokus, menunjukan khayal yang lagi dilakukannya juga tidak fokus.
Slip-slip saat dia kaget waktu kita bangunkan, parang bisa menghampiri kita. Apalagi bila saat itu dia mengkhayal saat lagi pusing karena cinta, tak punya uang, pupus nikotinnya dan lainya.
Masalahanya sekarang adalah, pengkhayal itu ada di negeri pencopet. Pemimpinnya negeri itu juga pencopet, atau paling tidak delegasi dari pencopet sebelumnya.
Nah……Pertanyaannya, apakah seorang pengkhayal dapat berkhayal, bervisioner, ber-ilustrasi imaginar? Pemimpin pencopet tentu berkoar, “Kita lagi menjalankan pembangunan. Kita sudah aspiratif. Kita akan buat pembangunan berkala, dan ingat kita adalah sama”, kata dia di depat rakyatnya. Padahal apa yang dikatakan pemimpin pencopet atau delagasinya itu adalah khayal.
Pengkhayal tentunya tak akan bisa berkhayal, mengambarkan ucapan dan sosok pemimpinnya tadi. Karena Sang Pengkhayal harus waspada, karena dirinya hidup di dunia nyata. Dunia pencopet. “Untungnya ini adanya bukan di Provinsi Bengkulu”. Bila ada, tentu kebalikannya.