Sabtu, Juli 12, 2025

Pemdes Sukau Mergo Gelar Pra Pelaksanaan Pembangunan Desa Tahun Anggaran 2025

kupas Bengkulu – Pemerintah Desa (Pemdes) Sukau Mergo, Kecamatan Amen, Kabupaten Lebong melaksanakan kegiatan pra pelaksanaan pembangunan desa Tahun Anggaran 2025 pada Kamis (26/06/2025). Kegiatan...
BerandaMembendung Kekuatan Gempa dan Tsunami dengan Kearifan Lokal

Membendung Kekuatan Gempa dan Tsunami dengan Kearifan Lokal

sabar_ardiansyah
Sabar Ardiansyah, SST

* Oleh :
Sabar Ardiansyah, SST
BMKG, Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu
e-mail : [email protected]

Opini, kupasbengkulu.com – Bencana gempa dan tsunami menelan begitu banyak korban. Tsunami Aceh Desember 2004 misalnya. Ratusan ribu korban dan kerusakan bangunan begitu dirasakan teramat dahsyat. Namun, ada sesuatu yang fnomenal. Kearifan lokal mampu menyelamatkan jiwa akibat gempuran gempa dan tsunami. Smong di Simeulue, omo hada di Nias, dan Masjid Baitulrahim Ulhelheu dan Leumpeuk, Lhok Nga menjadi fenomena yang akan diungkap.

Aba-Aba Smong

Smong dalam bahasa lokal yang bearti himbauan agar segera lari ke arah bukit setelah gempa karena sebentar lagi air laut naik atau tsunami. Istilah smong bagi warga Simeulue sebenarnya sudah ada turun temurun. Sejak tsunami tahun 1907, mereka sudah tahu bagaimana menyelamatkan diri. Mereka tidak tergiur dengan ikan-ikan yang terjebak di air surut yang akhirnya terdampar di bukit dihantam gelombang tsunami.

Aba-aba smong ini muncul dari masyarakat Pulau Simeulue yang merupakan kabupaten dari Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Minggu pagi, 26 Desember 2004 Simeulue digoyang gempa hebat. Penduduk berlarian ke luar rumah. Beberapa orang memantau muka air laut. Dalam bebrapa menit setelah gempa tektonik itu air tersedot sampai satu kilometer dari pantai.

Akibatnya banyak ikan yang menggelepar. Mereka tahu, tapi membiarkan saja ikan-ikan itu. Kemudian aba-aba smong dikumandangkan. Mereka pun berlari menuju bukit untuk menghindari tsunami. Benar saj, tsunami datang menerjang rumah-rumah mereka. Walaupun rumah hancur, jiwa mereka selamat.

Korban paling sedikit dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Kini 73 ribu penduduk yang tersebar di 153 desa itu sangat bersyukur kepada Tuhan, smong tradisi nenek moyang mereka telah melindungi dari ganasnya tsunami.

Bandingkan dengan Banda Aceh dan Meulaboh yang berjarak sekitar 250 km dari pusat gempa. Walaupun lebih jauh jaraknya namun korban di kedua kawasan ini mencapai ratusan ribu orang. Begitupun dengan Pulau Nias yang jaraknya sangat jauh dari pusat gempa. Sebanyak 227 orang tewas dilumat gelombang tsunami. Ternyata ketika air surut, mereka tidak berlari untuk menyelamatkan diri justru menangkapi ikan yang sudah tak berdaya.

Kearifan lokal “smong” ini juga bisa ditiru di semua kawasan pesisir pantai yang rawan tsunami, tidak terkecuali untuk kawasan pantai di Propinsi Bengkulu yang setiap saat diintai oleh gempabumi dan tsunami. Diharapkan ketika muncul tanda-tanda tsunami, masyarakat setempat segera berlari menuju bukit untuk menyelamatan diri. Tidak memanfaatkan surutnya air laut untuk manangkap ikan.

Rumah Adat Omo Hada

Kalau Pulau Simeulue punya smong, maka Pulau Nias memiliki warisan omo hada yang berusia sekira 300 tahun. Rumah adat ini tetap berdiri kokoh walaupun diguncang gempa berkali-kali. Padahal 10 tiang (ehomo) yang menyangga rumah kayu tersebut sudah keropos dimakan usia. Dua kearifan lokal ini bila disatukan tentunya akan menjadi kekuatan untuk berlindung dari ancaman gempa dan tsunami.

Tiang rumah adat ini terbuat dari kayu bulat yang sangat keras dengan ketinggian empat meter tanpa menggunakan paku. Sedangkan tiang menyilang (diwa) dibuat tidak tertancap di tanah. Pondasi dibuat secara umpak, yaitu batu tersusun dan tidak ditanam di tanah. Lokasi bangunan di bukit, aman dari jangkauan tsunami.

Keperkasaan omo hada yang ada di Bawamatuluo dan Hininawalao Mazingo (Pulau Nias), sudah berulang kali diuji. Berdasarkan catatan sejarah rumah adat ini dibangun sejak tahun 1715. Bayangkan, pada tahun 1851 Pulau Nias digoyang gempa berkekuatan 8.5 SR.

Namun, rumah adat itu tetap berdiri kokoh. Begitu juga pada 28 Maret 2005 gempa mengguncang Nias dengan kekuatan 8.7 SR tidak membuat rumah khas itu roboh. Kunci keperkasaan rumah adat omo hada ini adalah pada kelenturan struktur bangunan yang dapat mengikuti getaran gempa, karena antara struktur bawah dan atas dibuat fleksibel. Sungguh patut ambil pelajaran yang positif dari kekokohan rumah adat ini.

Arsitektur Masjid

Keajaiban muncul ketika tsunami Aceh tahun 2004, bangunan masjid tetap berdiri kokoh di antara puing-puing bangunan yang hancur diterjang tsunami. Seperti Masjid Baiturahim di Ulhelhue dan Leumpeuk, Lhok Nga. Terlepas dari kebesaran Tuhan, masjid yang tetap berdiri kokoh memiliki arsitektur yang mampu meredam kekuatan tsunami.

Tiang-tiang masjid dibuat berbentuk silender yang lebih hidrodinamis dan memiliki bidang benturan yang lebih kecil sehingga mengurangi risiko kerusakan akibat tekanan. Selain itu, bagian bawah masjid dibuat terbuka. Sehingga ketika tsunami menerjang tidak ada dinding penghalang yang mengakibatkan bengunan terhindar dari tekanan. Jadi, tsunami yang menerjang bangunan masjid ini akan lewat lebih leluasa.

Melihat fenomena ini, sudah selayaknya bangunan dekat pesisir pantai atau rawan tsunami dibangun sesuai dengan konsep arsitektur masjid. Terlebih bangunan-bangunan fasilitas umum, perhotelan, dan kawasan perbelanjaan. Bagian bawah dibuat kosong dan tiang-tiang bangunan dibuat silinder yang mirip dengan rumah panggung atau rumah ramah bencana.

Padukan dengan Kesiapsiagaan

Baru saja telah berlangsung kegiatan pelatihan Latihan Galdi Ruang/Table Top Exercise (TTX) pada tanggal 5-7 November 2014, serta kegiatan latihan Gladi Posko/Comand Post Ecercise (CPX) bencana tsunami pada tanggal 10-12 November 2014 di Kota Bengkulu yang melibatkan gbungan instansi yang berkaitan langsung terhadap bencana gempabumi dan tsunami seperti BPBD Kota Bengkulu, BMKG Kepahiang, SAR Bengkulu, Kodim 0407, Polres Bengkulu, Lanal Bengkulu, Dinas PU, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, ORARI, dan lain-lain.

Dari kegiatan simulasi ini menunjukkan bahwa pemerintah sangat menyadari betapa tinggi potensi gempabumi dan tsunami di kawasan Kota Bengkulu umumnya termasuk kawasan objek wisata Pantai Panjang, sehingga perlu melakukan gladi atau latihan gabungan untuk meningkatkan kewaspadaan serta melatih kesiapsiagaan.

Melihat tingginya potensi gempabumi dan tsunami di wilayah Bengkulu, perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat serta lembaga berwenang untuk senantiasa meningkatkan kesiapsiagaan. Salah satu lembaga yang berwenang melakukan pamantauan secara langsung dan terus menerus yaitu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) khususnya Stasiun Geofisika Kepahiang. BMKG Kepahiang melakukan pengamatan gempabumi dan tsunami selama 24 jam.

Dalam upaya melaksanakan tugas pengamatan gempabumi dan tsunami, BMKG telah memasang peralatan pencatat gempabumi di beberapa titik sepanjang pantai Bangkulu serta sekitar patahan lokal yang berpotensi terjadi gempa darat. Peralatan ini juga dilengkapi sistem komunikasi, penyebaran informasi, dan peralatan peringatan dini tsunami, salah satunya sirine peringatan dini tsunami.

Upaya mitigasi bencana gempabumi dan tsunami tidak bisa ditangani oleh satu pihak, oleh sebab itu BMKG telah bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sistem informasi gempabumi dan tsunami yang dikeluarkan BMKG akan dikirim ke BPBD propinsi, BPBD seluruh kabupaten di Bengkulu.

Selanjutnya, jika suatu waktu informasi gempabumi yang dikeluarkan berpotensi tsunami, maka BPBD propinsi akan membunyikan sirine peringatan dini tsunami serta melakukan tindakan evakuasi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan. Pada tahapan inilah akan diuji sejauh mana kesiapsiagaan dan kepatuhan kita terhadap peraturan dan prosedur yang sudah ditetapkan pemerintah.

Pusat perbelanjaan dan hotel di sekitar pantai panjang harus memastikan jalur evakuasi mudah dipahami oleh pengunjung jika terjadi gempabumi dan tsunami, jika memungkinkan hendaknya menjadi penerima informasi gempabumi dan tsunami secara langsung dari BMKG dengan cara memiliki perangkat penerima informasi gempabumi dan tsunami yang kita kenal dengan nama Digital Video Broadcasting (DVB) atau ranet. Dengan demikian, setiap terjadi informasi gempabumi dan tsunami bisa diperoleh secara langsung dan cepat untuk memperpendek rantai komunikasi.

Masyarakat hendaknya juga dituntut selalu siap dalam menghadapi ancaman gempabumi dan tsunami. Mengenali jalur-jalur evakuasi agar bisa melakukan evakuasi mandiri sebelum datang bantuan dari tim evakuasi mangingat terbatasnya jumlah personil. Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai hendaknya selalu membiasakan diri mengambil tindakan penyelamatan diri saat terjadi gempabumi.

Tindakan penyelamatan diri dengan cara segera keluar rumah dan mencari lokasi yang lebih tinggi saat terjadi gempabumi. Mengapa tindakan ini perlu dilaksanakan? Bisa saja sesaat terjadi gempabumi yang kita rasakan tiba-tiba gelombang tsunami datang sebelum sirine peringatan berbunyi. Maka, mengambil kemungkinan terburuk dirasa lebih baik, sambil menunggu informasi resmi dari pemerintah.

Mengenali dan menguasi kondisi sekitar menjadi wajib bagi penduduk yang tinggal di pesisir pantai. Kenali tanda-tanda alam sebelum terjadi tsunami, kenali dan dan kuasi jalur evakuasi, kenali wilayah atau bangunan tinggi yang bisa dijadikan tempat berlindung, serta kenali juga akses informasi darurat terdekat (sirine dll).(***)