
Kota Bengkulu, kupasbengkulu.com – Ketua Dewan Pembina MMD Initiative Bengkulu Ridwan Mukti mengungkapkan, permasalahan pembangunan ekonomi di Provinsi Bengkulu harus diselesaikan dengan cara yang tidak biasa.
Hal ini karena menurut ekspose yang dilakukan Bappenas menunjukkan Provinsi Bengkulu berada pada urutan ke 31 dari 34 Provinsi di Indonesia dari sisi kemajuan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang dapat melahirkan terobosan-terobosan.
Menurutnya, ada lima poin yang harus dilakukan untuk membangun Provinsi Bengkulu, antara lain pembangunan koridor investasi, mengembangkan basis pertanian agar masuk ke dalam skala industri, orientasi ekspor pada komoditas Bengkulu, menciptakan peluang berwirausaha, serta mengembangkan pariwisata.
“Prinsipnya bahwa Bengkulu ini harus terbuka dari ‘isolasi’, bagaimana kita melihat pembangunan di Pesisir Barat Sumatera yang sebenarnya poros itu berada di Provinsi Bengkulu. Terkait aksestibilitas dari Lampung ke Sumatera Barat. Selanjutnya, kita menarik perhatian investor tidak hanya dari Sumber Daya Alam (SDA), tapi juga Sumber Daya Manusia (SDM),” kata Ridwan, dalam diskusi publik bertema “Membangun Bengkulu dari Perspektif Ekonomi dan Bisnis”, Selasa (16/12/2014)
Disebutkan Ridwan, untuk mewujudkan itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pemerintah harus menyiapkan aturan atau regulasi, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, bila perlu melalui Peraturan Presiden yang kemudian diterjemahkan ke dalam Peraturan Daerah.
Aturan ini, kata dia, tentunya harus melakukan kajian yang holistik, komperehensif, memperhatikan perkembangan ilmiahnya, dan atas dasar studi perbandingan. Sehingga lima konsep tersebut dapat efektif dan memiliki manfaat, tidak hanya bagi Provinsi Bengkulu, tapi juga bagi Provinsi tetangga, dan Indonesia secara totalitas.
Tentunya untuk mewujudkan itu semua, lanjut Ridwan, harus ada sumber pembiayaan. Hal ini sangat berkaitan karena apabila sudah ada sumber pembiayaan tapi tidak ada aturan, maka rentan untuk terjerat dalam pelanggaran kebijakan. Namun, jika hanya ada aturannya saja, tapi tidak disiapkan pembiayaannya juga tidak bisa dilaksanakan.
“Terkait sumber pembiayaan ini adalah anggaran, yang tentu tidak hanya dibiayai oleh Bengkulu saja, tapi harus juga dibiayai oleh kabupaten/ provinsi tetangga secara bersama-sama. Jadi anggaran itu sifatnya gabungan, mana yang dari APBN, mana yang dari APBD. Kita bangun akses perbatasan dari Bengkulu-Lampung, Bengkulu-Sumbar, Bengkulu-Sumsel, Bengkulu-Jambi. Kemudian ada juga yang dibiayai oleh swasta yang menjalankan investasi, ada peran-peran swasta untuk melakukan pembangunan,” kata Ridwan.
Lebih lanjut, untuk membangun koridor antar provinsi ini tidak ada jalan lain melalui APBN. Pembiayaan pusat yang bersumber dari APBN ini ada yang dari APBN murni dan pinjaman luar negeri. Untuk mewujudkan sebuah proyek yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri tentunya harus ada dasar feasibility study yang kuat dan didukung dengan master plan, serta Detail Engineering Design (DED).
Terkait industri, Provinsi Bengkulu terkenal dengan pertanian dan kemaritiman. Pertanian ditingkatkan tidak hanya pertanian budidaya, tapi ditingkatkan dalam konteks skala industri. Sebagai contoh, di Lampung masyarakatnya banyak menanam singkong, tapi banyak juga pabrik tepung tapioka di sana. Namun di Bengkulu banyak pabrik CPO kelapa sawit, tapi tidak ada pabrik minyak goreng, sehingga harus mulai masuk dalam skala industri.
“Komoditas yang menjadi andalan di Provinsi Bengkulu ini harus berorientasi ekspor agar tidak dimainkan oleh para tengkulak,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, menurutnya interpreneur atau wirausaha harus diperbanyak. Suatu daerah dapat dikatakan maju apabila minimum 2 persen penduduknya adalah wirausaha. Di Amerika sudah sangat tinggi mencapai 12 persen. Sementara Provinsi Bengkulu hanya 0,2 persen saja.
“Setelah wirausaha, kita juga harus mengembangkan pariwisata kita yang manha di situlah sumber pendapat yang paling tinggi juga bisa didapatkan,” demikian Ridwan. (val)