
Bengkulu, kupasbengkulu.com – Briptu MZ (26) anggota Polres Kaur, Bengkulu, Senin (9/2/2015) divonis bersalah dengan penjara lima tahun atas perbuatan persetubuhan yang dilakukan pada pacarnya, Mi, oleh pengadilan negeri Bengkulu, tindakan pelaku yang merayu korban untuk berhubungan badan awalnya dilakukan atas dasar suka sama suka, lalu pelaku divonis bersalah oleh majelis hakim.
Perkara ini cukup menarik perhatian, publik apalagi akademisi hukum, bagaimana tidak, tindakan persetubuhan yang dilakukan atas dasar saling menyukai itu lalu menjebloskan MZ ke jeruji besi.
Cipta Sinuraya, Rendra Yozar dan Syamsul Arief adalah tiga majelis hakim yang dinilai cukup berani mengambil putusan dengan mengubah tafsir hukum klasik pada pasal 285 tentang perkosaan dengan memasukkan tafsir bujuk rayu, janji palsu sebagai ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan.
Hakim Syamsul Arief salah seorang konseptor putusan tersebut saat dijumpai di kediamannya menceritakan runut perkara Briptu MZ. Awal perjumpaan Briptu MZ sekitar 2013 silam di sebuah tempat bermain billiard.
“Kedua orang ini sudah saling bertemu pandang, lalu karena Mi merupakan atlelit, maka MZ mencari tahu identitas Mi di facebook lalu saling kenallah mereka dan berjanji ketemuan,” kata Syamsul Arif membeberkan.
Dari pertemuan itu singkat cerita keduanya berpacaran disertai bujuk rayu dari Briptu Mz tentunya, sekali waktu keduanya berkencan makan di sebuah rumah makan dan Mz membujuk Mi untuk mwenginap di hotel, ajakan tersebut awalnya ditolak, namun karena derasnya serbuan rayuan dan janji Mz, Mi tak kuasa menolak.
“Saat mereka menginap di hotel itu, terjadilah persetubuhan dan Mi mengalami pendarahan hebat di bagian vitalnya,” cerita Syamsul.
Keduanya tentu panik, karena dibutuhkan perawatan medis, sehingga mereka mendatangi rumah sakit Detasmen Kesehatan Tentara (DKT) agar dilakukan pengobatan medis. Mi sempat menghubungi pihak keluarga dalam kondisi panik karena pendarahan tak kunjung berhenti.
Celakanya, bukan rasa bertanggungkan MZ, ia justru melarikan diri meninggalkan Mi sendirian di rumah sakit tersebut, satu bulan lebih Mz dicari pihak keluarga namun tak kunjung didapatkan, hingga polisi menangkap Mz dan diadili.
“Kami majelis hakim saat itu berpendapat, Mi merupakan korban walau awalnya mereka suka sama suka, namun untuk menjerat pelaku menggunakan pasal 285 KUHP tentu sulit jika dilihat dari latarbelakang hukum klasik, sehingga kami berpendapat, bujuk rayu, janji palsu dapat masuk ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,” ungkap Syamsul.
Pertimbangan itu kata dia bukan bermaksud melebihkan perlindungan terhadap korban, namun berguna untuk mencegah pemahaman yang salah terhadap posisi korban yang selalu terkena stigma negatif.
Atas dasar pertimbangan kesusilaan, norma sosial dan kebiasaan yang terjadi di lingkungan masyarakatlah pertimbangan itu diputuskan, sehingga alasan suka sama suka tak berlaku dalam perkara ini.
“Oleh kaena itu kami bersepakat janji palsu pelaku untuk menikahi korban apabila bersedia bersetubuh namun tak dipenuhi kami jadikan dasar putusan,” demikian Syamsul.
kompas.com