Bengkulu, kupasbengkulu.com – Direktur yayasan Akar Bengkulu, Erwin Basyrin menyebutkan terdapat 116 desa definitif terdapat di dalam areal hutan lindung di daerah itu.
“Desa tersebut secara UU tentu melanggar berada di wilayah hutan lindung namun apakah mereka harus diusir? karena jika dilihat secara konstitusi wilayah adat mereka juga diakui negara,” kata Erwin, Jumat (17/10/20140).
Erwin melanjutkan di Bengkulu hampir separoh kawasannya adalah hutan termasuk kawasan lindung. Jauh sebelum negara ada telah muncul ratusan komunitas adat yang menetap dan bermukim secara temurun.
Selanjutnya, negara mengkapling-kapling kawasan hutan tersebut menjadi hutan lindung, taman nasional dan sebagainya. Kondisi ini menyebabkan ratusan komunitas masyarakat adat tersebut menjadi seolah melanggar aturan.
Tak sedikit masyarakat harus menerima hukuman penjara karena dianggap melanggar UU. Ia mencontohkan beberapa kabupaten di Bengkulu di Lebong misalnya, warga desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) tak jarang mereka harus berhadapan dengan aparat kepolisian karena wilayahnya berbatasan langsung dengan TNKS.
Ia mengingatkan pemerintah agar segera mempelajari dan mengimplementasikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 35 tahun 2013 yang menyebutkan hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi hutan negara.
“Para kepala daerah harus segera membuat aturan turunan berupa perda yang mendukung hak masyarakat adat dan ruang kelolanya karena ini amanat konstitusi,” jelas Erwin.
Sementara itu ia juga mengapresiasi UU Desa yang memberikan pilihan apakah masyarakat desa menggunakan sistem desa administratif seperti saat ini atau desa adat yang konsekwensinya aturan adat ditegakkan.
“UU desa merupakan salah satu jalan keluar terhadap persoalan ratusan desa definitif masuk dalam kawasan hutan tersebut,” pungkas Erwin.(kps)
kompas.com