Selasa, Juli 1, 2025

Tren Ngopi di Indonesia Semakin Berkembang

Bengkulu InteraktifPT. Interaktif Media Siber. All Rights Reserved.Bengkulu Interaktif 2016 - Bengkulu Interaktif.Contact InformationHead Office:Jalan Batanghari No. 15, Komp. PU Pracetak, Tanah Patah,...
BerandaHEADLINEBupati Lebong: Rakyat Saya Kurus karena Taman Nasional

Bupati Lebong: Rakyat Saya Kurus karena Taman Nasional

Bupati Lebong, H Rsojonsyah, SIP.
Bupati Lebong, H Rsojonsyah, SIP.

Bengkulu, kupasbengkulu.com – Bupati Kabupaten Lebong, Bengkulu, Rosjonsyah mengeluhkan keberadaan wilayahnya dikepung Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) tak membawa kemakmuran rakyat, sementara pihaknya diminta menjaga hutan sebagai paru-paru dunia.

“Kami diminta menjaga hutan sementara rakyat kami kurus tak dapat melakukan apa-apa karena hanya 30 persen luasan Kabupaten Lebong yang dapat dikelola masyarakat, sisanya adalah Taman Nasional, ini tidak adil, dunia harusnya memberikan kami kompensasi menjaga hutan agar kami tak kurus,” ungkap Rosjonsyah dalam acara konsolidasi implementasi REDD + di Bengkulu, Rabu (17/12/2014).

Ia menyebut, Kabupaten Lebong memiliki luasan 221 ribu hektare dengan 174 ribu jiwa penduduk, terdapat 20,777 ribu hektare kawasan hutan lindung, 111 ribu hektare wilayah TNKS, 2.800 hektare suaka alam dan Area Peruntukkan Lain 58 ribu hektare.

“Kami diminta menjaga hutan sebagai paru-paru dunia namun kami masak tetap gunakan kayu, semua kehidupan masyarakat kami tergantung dengan hutan, saya tak dapat mencegah mereka sendirian tak ada perkebunan di Lebong, kalau skema penjualan karbon dijalankan dan kami mendapatkan kompensasi, saya sanggup larang warga ke hutan,” tegasnya dalam pidato.

Menurutnya APBD kabupaten tersebut tak dapat diandalkan untuk membantu menyelamatkan TNKS jika tak ada bantuan dari pihak lain. Ia juga mengkritik keberadaan tapal batas TNKS yang mendesak permukiman bahkan hingga ke dapur warga.

“Tapal batas TNKS sangat dekat dengan rumah warga, padahal dulunya jauh di tengah hutan, kenapa bisa terjadi, ini harus dievaluasi,” bebernya.

Sementara itu Direktur Yayasan Akar, Erwin Basyrin menyebutkan konflik masyarakat dengan hutan kerap terjadi di daerah itu bahkan tak jarang berakhir hingga masuk penjara dalam catatan pihaknya Provinsi Bengkulu memiliki 1.507 desa dimana 620 diantaranya masuk dalam kawasan hutan termasuk taman nasional.

“Kita harus fair, hutan harus lestari dan masyarakat makmur, masyarakat sejahtera namun hutan rusak itu juga tak baik, bencana akan mengancam,” ingatnya.

Sementara itu, Asisten ahli kepala badan pengelola Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) atau Pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi hutan, Didy Wurdjianto menyebutkan Bengkulu harus menyiapkan perangkat berupa data, kesepakatan dalam bentuk kontrak, dan kelengkapan lainnya untuk ikut dalam skema perdagangan karbon untuk mendapatkan kompensasi pengelolaan hutan.

“Perangkatnya yang harus disiapkan seperti membentuk semacam Satgas yang melakukan kerja dan berkoordinasi dengan BPREDD+. setelah itu terbentuk barulah dilakukan kerja pengurangan emisi karbon dan nanti akan dievaluasi dan dihitung berapa penurunan karbonnya, jadi tidak serta merta mendapatkan kompensasi, masih banyak tahapannya,” kata Didy.

Meski demikian ia juga mengapresiasi Bengkulu dengan inisiatif sendiri tanpa dibantu pihak lain mampu menurunkan laju emisi karbon sebesar 15,7 persen.

kompas.com