Rabu, Juli 16, 2025

Pemdes Sukau Mergo Gelar Pra Pelaksanaan Pembangunan Desa Tahun Anggaran 2025

kupas Bengkulu – Pemerintah Desa (Pemdes) Sukau Mergo, Kecamatan Amen, Kabupaten Lebong melaksanakan kegiatan pra pelaksanaan pembangunan desa Tahun Anggaran 2025 pada Kamis (26/06/2025). Kegiatan...
BerandaLINGKUNGAN"Presiden, Tanah Kami Besertifikat Ditanami Perushaan, Lalu Kami Dipenjara"

“Presiden, Tanah Kami Besertifikat Ditanami Perushaan, Lalu Kami Dipenjara”

Dua petani ditahan karena tuduhan mencuri kelapa sawit milik PTPN VII di atas tanak bersertifikat yang mereka miliki
Dua petani ditahan karena tuduhan mencuri kelapa sawit milik PTPN VII di atas tanak bersertifikat yang mereka miliki

Bengkulu, kupasbengkulu.com – Tahardin (65) tertunduk lesu saat mengetahui sidang ditunda pekan depan, padahal ia bersama rekannya Yasman (32) seharian berada di ruang sel Pengadilan Negeri Tais, Seluma, Bengkulu untuk mendengarkan tuntutan majelis hakim.

“Sidang ditunda pekan depan, sudah empat bulan kami dipenjara di Lapas Malabero Kota Bengkulu, dan bersidang di Kabupaten Seluma, berjarak sekitar 56 kilometer, berhimpit dengan terdakwa lainnya di mobil tahanan,” cerita Tahar, pukul 17.00 WIB, Rabu (11/2/2015).

Tahardin dan Yasman merupakan petani bekerja buruh di kebun milik Tasir (60), Tasir merupakan ayah kandung Yasman. Ayah Yasman, Tasir memiliki kebun kelapa sawit seluas 1,1 hektare, bersertifikat. Peristiwa mengejutkan bagi Tahar dan Yasman sekitar empat bulan silam saat ia sedang asyik memanen kelapa sawit mendadak datang anggota kepolisian dan menangkap mereka.

“Tanah Ayah saya dan kelapa sawit disebut polisi milik PTPN VII dan kami dituduh mencuri buah kelapa sawit milik BUMN itu,” kenang Yasman sambil menggenggam erat jeruji tahanan PN Tais.

Ia mengisahkan, lima tahun yang lalu Yasman, Tahar dan ratusan petani kelapa sawit di beberapa desa Kabupaten Seluma menggugat PTPN VII untuk mengembalikan tanah yang mereka sangkakan dicaplok perusahaan itu.

Keduanya bersama puluhan petani lainnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan vonis tiga bulan 20 hari, ternyata kata Tahardin, saat mereka dipenjara itulah PTPN VII melakukan penggusuran secara sepihak dengan menebangi kelapa sawit milik petani termasuk milik Tasir ayah Yasman yang bersertifikat itu.

“Pohon kelapa sawit kami yang telah berbuah, digusur lalu ditanami sawit oleh PTPN VII, saat tanaman itu berbuah maka kami panen, lalu kami dipenjara,” cerita Yasman.

Selama empat bulan dikatakan mereka tak ada satu pun usaha dari pihak terkait untuk menyelesaiakn konflik agraria yang kerap terjadi di Seluma.

“Pak Presiden, tanah kami besertifikat, sawit kami ditebangi, lalu ditanami Perusahaan, kami dipenjara, bagaimana ini, untuk sewa pengacara kami tak mampu tak ada uang, pasrah saja,” kata Taharudin bercerita dari balik sel.

Selama di penjara, Yasman juga sampaikan warung kecil yang dimilikinya nyaris bangkrut karena isterinya sibuk mengurus dua anaknya dan mencari sumber kehidupan lain. Sementara isteri Tahar telah uzur dan sakit-sakitan tak ada yang merawat.

Selanjutnya, pada hari yang sama di pengadilan yang sama, Koko (27) diadili pula oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri Tais, Seluma, Sunggul Simanjuntak. Kasus yang ditangani oleh hakim Sunggul nyaris sama persis hanya berbeda perusahaan, kali ini melibatkan PT. Agriandalas, dengan bukti kepemilikan lahan berupa Surat Kepemilikan Tanah (SKT).

“Kami tidak mendalami tumpang tindih lahannya, karena laporan yang masuk ke kami itu adalah pencurian kelapa sawit, maka tindak pidananya yang kami bedah,” kata Sunggul.

Ia juga mengakui konflik agraria antara petani dan perusahaan sangat tinggi terjadi di Kabupaten Seluma.

“Saya saja menangani sekitar tiga atau lima perkara, lupa pastinya konflik semacam ini, belum lagi hakim yang lain pasti ada juga, cukup tinggi memang tapi itu tadi karena perkaranya pencurian, maka tindak pidana pencuriannya yang kami adili,” tambah Sunggul.

Selama ini para petani berharap pemerintah Kabupaten Seluma dapat melakukan ukur ulang terhadap beberapa perusahaan perkebunan di daerah itu karena mereka menduga ada luasan perusahaan yang melebihi dari Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki.

“Persoalan ini tak pernah diselesaikan hingga ke akarnya sehingga kasus seperti ini pasti terjadi terus, kami petani kecil ini berharap pemerintah peka, tak mungkin kami berani mencuri kekayaan perusahaan yang bukan punya kami,” tutup Yasman.

Hari mulai gelap, satu per satu tahanan di sel PN Tais itu dikeluarkan dan dijejalkan di dalam mobil tahanan untuk dibawa ke Kota Bengkulu, Tahardin dan Yasman tampak tersenyum ia menaiki mobil tahanan diiringi cucuran air mata isteri dan kerabat mereka.

kompas.com